Sebuah rasa yang sudah ada sejak lama. Yang menjadikan rasa itu kini ada di dalam satu ikatan. Ikatan sah pernikahan. Namun sayang, entah apa masalahnya, kini, orang yang dulu begitu memperhatikan dirinya malah menjadi jauh dari pandangan nya. Jauh dari hatinya.
Alika Giska Anugrah, wanita cantik berusia 25 tahun, wanita yang mandiri yang sudah memiliki usaha sendiri itu harus mau di jodohkan dengan Malik, anak dari sahabat orangtuanya. Lagipun, Giska pun sudah memiliki rasa yang bisa di sebut cinta. Dari itulah, Giska sangat setuju dan mau untuk menikah dengan Malik.
Tapi, siapa sangka, Malik yang dulu selalu mengalah padanya. Kini, malah berbanding terbalik. Setelah menjadi suami dari Giska, Malik malah jadi orang yang pendiam dan bahkan tak mau menyentuh Giska.
Kira-kira, apakah alasan Malik? Sampai menjadi pria yang dingin dan tak tersentuh?! Yuk baca! 😁
Kisah anak dari Anugrah dan Keanu--> (Ketika Dua Anu Jatuh Cinta)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Malik kalang kabut saat ponsel Giska tak bisa di hubungi, ia lantas menelpon Mika, tak ada jawaban juga, yang akhirnya membuat Malik pergi kostan Mika, siapa tahu istrinya di sana. Walaupun kemungkinan itu sangatlah kecil, tapi, tidak ada salahnya bukan?
Motor melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan ibu kota yang selalu saja padat. Hingga akhirnya ia sampai di depan kostan dengan bangunan berbentuk U.
Mika yang melihat sang kakak datang langsung berdiri, karena tadi ia tengah ngobrol dengan penghuni kost lain di depan kamar masing-masing. Lalu Mika pun mendekat, "ada apa, Mas? Tumben ke sini?" tanyanya heran.
Malik melihat ke sekeliling, memanjangkan lehernya ke sana kemari. Membuat Mika turut menoleh, mencari tahu apa yang tengah di cari sang kakak.
"Giska, nggak ke sini?" pertanyaan Malik benar konyol menurut Mika. Karena kost-an nya itu khusus putra dan tidak boleh menerima tamu perempuan selain ibu kandung, jika ada saudara lain pun tidak di bolehkan masuk. Karena di sana ada aula kecil untuk para tamu perempuan yang bukan siapa-siapa.
"Mas, ya ngga mungkinlah Alika ke sini. Bisa-bisa aku di gorok kalau sampai mengizinkan Alika ke sini," jawab Mika masih dengan nada santai. Padahal, Malik tengah risau dan khawatir. Ia benar-benar takut terjadi apa-apa pada Istrinya itu.
"Ya sudah, sekarang kamu ikut aku." ujarnya tak perduli pada Mika yang kebingungan.
"Tunggu-tunggu. Ikut ke mana nih?" Mika masih tak mengerti dengan apa maunya sang kakak.
"Ke Kantor Polisi." jawab Malik.
Mika melebarkan kelopak matanya seketika, "astaghfirullah. Ngapain, Mas?"
Malik tak ada waktu untuk menjelaskan segalanya pada Mika, ia lantas menarik adiknya itu untuk naik juga ke atas motor. Tanpa memakai helm, Mika langsung berpegangan erat pada pinggang Malik yang langsung mengendarainya motor dengan kecepatan tinggi.
Tapi, saat akan sampai mereka di kantor polisi, Mika buru-buru menepuk pundak kakaknya dengan keras. Malik langsung mengehentikan laju motornya secara mendadak.
"Mas! Kamu mau ngapain, ke kantor polisi?" tanya Mika.
"Mau buat laporan lah, Giska tidak tahu di mana." ujar Malik.
"Tidak akan bisa, Mas Malik! Alika tidak bisa Mas Malik hubungi belum 2×24 jam, mana bisa!" gerutu Mika kesal.
"Lagian, Mas Malik minta bantuan buat nyari Alika, memangnya Mas Malik sudah ke semua tempat?" tanya Mika lagi. Ia benar-benar gemas pada kakaknya itu. Ada-ada saja menurutnya, mencari istrinya yang entah ke mana dengan bantuan polisi.
"Kalau aku belum ke semua tempat, aku tidak akan kalang-kabut seperti sekarang, Mika! Giska tidak ke toko. Tidak ada di rumah, tidak ada di tempatmu. Terus aku harus cari di mana lagi?" Malik benar-benar kesal, ia tengah khawatir dan tidak tahu keberadaan istrinya. Sementara sang adik malah memarahinya.
"Apa!" nyatanya Mika juga kaget setelah mendengar penuturan kakaknya.
"Tunggu-tunggu." ujar Mika lagi. "Ini, kalian tidak sedang ada masalah 'kan?" tanyanya penasaran.
Malik terdiam, untuk menceritakan segalanya jelas tidak mungkin. Tapi, ia akan mengatakan apa pada adiknya jika sudah seperti sekarang ini.
"Mas!" panggil Mika. "Ada, masalah apa? sampai Alika pergi, kalau sampai Bunda dan Mama tahu, aku yakin. Mereka tidak akan mengampuni-mu Mas!" gerutu Mika kesal.
"Apaan sih! Aku sama Giska tidak ada masalah apapun Mika! Ini murni Giska ilang, buktinya nomornya tidak bisa di hubungi." kata Malik.
Malam-malam, di pinggir jalan, bertengkar. Setiap kendaraan yang melintas tidak ada melewatkan melihat mereka. Keduanya seperti sepasang suami-istri yang tengah bertengkar. Saling berhadapan dan saling tunjuk dengan wajah yang sama-sama tegang.
"Coba, Mas telepon lagi!" perintah Mika.
Malik menurut, ia mencoba menelpon kembali nomor sang istri, namun tetap tidak bisa di hubungi. Ia bahkan sampai mengeraskan suara dari operator tersebut.
Mika mengembuskan napas kesal. "Ya sudah, sekarang antar aku pulang, kita pikirkan di kostan. Aku juga mau ambil ponsel, nanti kita bisa ke rumah Mas lagi, siapa tahu Alika sudah balik." katanya pada sang kakak.
Malik menurut, ia naik kembali ke atas motor, lalu menjalankan kembali motornya saat sang adik sudah siap dengan duduknya.
..._-_-_-_-_-_...
Sekarang kedua pria berselisih usia dua tahun itu duduk di teras rumah yang sepi. Keduanya sama-sama memandang ke arah depan dengan pandangan kosong. Entah ke mana mereka harus mencari keberadaan Giska. Karena nyatanya, sampai saat ini mereka berdua belum mengetahui ada di mana istri dari Malik itu berada.
Sambungan telepon terputus, sosial media tidak ada yang aktif. Dan untuk mengabari orang tua pun, keduanya belum berani. Jadi, apa yang harusnya kedua pemuda itu lakukan sekarang?
"Mas!" panggil Mika pada sang kakak. "Sebenarnya, ada masalah apa sih? Karena, tidak mungkin pergi tanpa pamit jika kalian tidak ada masalah." sambung Mika.
Malik masih diam dalam duduknya, menengadahkan kepalanya menatap langit bertabur bintang di atas sana.
Terdapat bayangan wanita bercadar di sana, dengan kelopak mata yang menyipit. Ah, rasanya kini Malik begitu menyesal jika kenyataannya Giska pergi lantaran sudah tak kuasa bersama dengannya yang bersikap dingin.
Jujur saja, bersikap dingin di depan wanita yang sebenarnya sangat cerewet itu sangat lah susah. Namun, apalah daya saat ia takut Giska nya jatuh ke dalam dasar cintanya, dan mengetahui kenyataan yang menyakitkan yang akhirnya harus memisahkan mereka.
Namun, kenyataannya sekarang. Belum semua nya Malik katakan, Giska nya mungkin sudah menyerah dan pergi jauh darinya. Apa yang harus Malik lakukan sekarang?
"Mas! Jawab!" sentak Mika dengan kesal, karena sang kakak yang sedari tadi hanya diam. Tidak mengatakan apapun.
Malik menarik napasnya kasar. "Kamu janji dulu Ka, jangan bicara kalau aku belum selesai menceritakan segalanya."
Mika langsung menoleh dan mendekat ke arah Malik, ia begitu penasaran dan yakin kalau masalah nya tidak main-main. "Ya, aku dengerin kalau aku sabar." katanya.
Malik membasahi bibirnya, lantas ia mulai bercerita. Awalnya, Mika diam, namun lama-kelamaan saat Malik menceritakan segalanya, ia tak sabar. Satu bogem mentah mendarat di wajah tampan kakaknya.
Kurang puas ia lantas berdiri dan menarik kerah baju kakaknya itu, memberi kembali bogem mentah sampai puas. Teriakannya pun memekakkan telinga Malik.
"Apa, sebenarnya yang kamu pikirkan Mas!" teriaknya kesal dengan tangan yang tak berhenti me mu ku li sang kakak.
"Kamu bukan hanya menyakitinya, tapi kamu juga sudah menyakiti hati bunda, hati ayah, hati mama juga papa belum lagi eyang. Juga hatiku, Mas," ucap Mika yang semakin lirih.
Malik yang sudah kesakitan hanya bisa diam. Menerima perlakuan dari sang adik, karena ia merasa, dirinya memang pantas mendapat itu semua.
Mika lantas duduk kembali di sebelah sang kakak dengan amarah yang masih membuncah.
"Aku sudah merelakan orang yang aku cintai untukmu, Mas. Karena aku tahu, kalau yang Alika cintai bukan aku, melainkan kamu. Bahkan dari kecil aku sudah mencintainya, aku bahkan pernah benci hanya gara-gara dia yang selalu mencari mu. Tapi, inikah balasan-mu padanya Mas!"
Untuk yang ini, Malik juga baru mengerti tentang perasaan sang adik. Yang nyatanya sama-sama mencinta satu orang, yaitu Giska.
"Kamu bukan manusia, Mas!" teriak nya lagi sembari beranjak dari duduk nya dan menaiki motor Giska. Tak perduli pada sang Kakak yang kini sudah babak-belur karenanya.
giska boleh nampak effort kamu tu untuk selesaikan masalah
nolong orang justru menyusahkan diri sendiri dan menyakiti keluarga.... hedeeee