apa jadinya kalau seorang istri dari CEO ternama selalu dipandang sebelah mata di mata keluarga sang suami.
kekerasan Verbal sekaligus kekerasan fisik pun kerap dialami oleh seorang istri bernama Anindyta steviona. memiliki paras cantik ternyata tak membuat dirinya di hargai oleh keluarga suaminya.
sedangkan sang suami yang bernama Adriel ramon hanya mampu melihat tanpa membela sang istri.
hingga suatu hari Anin mengalami hal yang membuat kesabaran nya habis.
akan kah Anin dapat membuat keluarga suaminya itu menerima balasan dendam darinya. semua jawaban itu terkuak dari novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifa Riris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Pagi harinya di hari minggu
Dengan aktivitas seperti biasanya. Anin menyiapkan sarapan seperti biasanya. Makanan yang ia sajikan di meja makan, ia bedakan sendiri untuk dirinya nanti makan di dapur sendiri.
Seakan ingin tenang hari ini, Anin pun tak terlalu ingin memulai perdebatan seperti biasanya dengan keluarga suaminya itu.
Semua makanan pun telah tersaji.
Keluarga itu makan dengan lahap. Akan tetapi mata Adriel seakan tengah menelisik ke sekitar ruangan.
Melihat hal itu, mamanya pun bertanya. "Kamu kenapa sih driel? Kok celingak celinguk dari tadi."
Merasa tersentak kaget oleh ucapan mamanya. Adriel pun bersikap seperti biasanya lagi. "Nggak papa ma, tapi..... Anin kok dari tadi pagi nggak kelihatan yah."
"Mungkin habis masak masakan ini dia kabur kali." Sahut Nita.
"Huk huk huk... " Suara Adriel tersedak terdengar.
Membuat Nita dan mamanya terheran oleh reaksi Adriel.
"Kamu kenapa Driel? Kamu nggak lagi terkejut karna ucapan Nita perkara gembel itu pergi dari rumah ini kan?" Ucap mamanya.
Bukannya menjawab. Adriel malah terfokus pada wanita yang berjalan keluar dari arah dapur.
Tapi anehnya wanita yang tak lain adalah Anin istrinya sendiri. Berjalan seakan tak melihat dirinya sama sekali.
"Kak Adriel!" Sentak Nita.
Adriel pun langsung tersadar akan lamunannya.
"Kakak kenapa lihat jalang itu kayak gitu? Kakak suka sama dia?" Nita bertanya kembali.
Lagi-lagi tak ada jawaban apapun dari Adriel. Pria itu seakan memilih untuk diam sekaligus menyudahi sarapan paginya. "Aku udah selesai, kalau gitu aku mau ke kamar dulu kalok gitu."
Melihat gelagat Adriel yang tidak seperti biasanya. Membuat kecurigaan pun muncul pada mama dan Adik kandungnya.
"Ma... "
Ucapan Nita di sela langsung oleh mamanya. "Makan! Dan jangan ngomong aneh-aneh. Kakakmu nggak mungkin menyukai gembel itu."
Mendengar hal itu. Nita pun melanjutkan sarapannya lagi, dan tak meneruskan ucapan yang ingin ia sampaikan tadi.
*********
Di kamar
Cek lekk
Suara pintu kamar pun terbuka.
Adriel melihat Anin yang kini tengah membersih kan lemari yang berada di kamar itu.
Awalnya Adriel merasa ragu untuk memulai pembicaraan. Akan tetapi, mengingat kejadian semalam membuatnya ingin menjelaskan sesuatu pada istri nya itu.
"Ekhemm...." Adriel mencoba berdehem agar Anin sendiri yang bertanya terlebih dahulu.
Akan tetapi nihil. Anin tak bertanya apapun pada Adriel. Bahkan lebih terfokus pada aktivitas nya sekarang.
Karna tak ingin terlihat seperti orang bodoh. Adriel pun mendahului obrolan nya dengan Anin. "Kamu marah?" Tanya Adriel, tapi sikap wibawa nya masih dapat terpancar.
Dengan singkat Anin menjawab. "Buat apa?"
"Soal tadi malam."
"Untuk apa aku marah?"
Melihat Anin yang seperti tak terlalu menghargai nya ketika berbicara. Tanpa basa-basi Adriel langsung menyinggung sikap Anin itu. "Kau tau sopan santun? Jika ada orang yang berbicara dengan mu, bukankah kau harus menatap lawan bicara mu."
Tangan yang tadinya tengah sibuk membersihkan almarinya. Kini terhenti akibat ucapan Adriel yang menanyakan sopan santunnya.
"Katakan!" Sahut Anin.
"Apa?"
"Mas ingin menikah lagi kan?" Imbuh Anin.
"Apa?"
Merasa tak paham dengan ucapan Anin yang kini mengarah pada poligami. Adriel pun hanya mengucapkan kata Apa? Akan tetapi memiliki beberapa makna.
Tentu bukannya ia berpura-pura sekarang, akan tetapi ia benar-benar tak tahu mengapa Anin mengatakan hal itu padanya.
Mata Anin mengisyaratkan kelelahan. Bibirnya pun mengatakan hal yang ia rasa kini Adriel ingin dengar.
Hembusan nafas Anin keluarkan, bibirnya pun mulai berucap. "Aku tau mas membenciku selama ini, dan aku tau kalau mas menyukai wanita lain. Tapi untuk kali ini, aku tidak bisa bercerai dengan mas dulu. Dan aku....." Anin menggantung ucapannya.
Terasa berat akan tetapi Anin tak ingin lagi mempertahan kan apa yang memang dari awal tak pernah menjadi miliknya. "Aku setuju mas menikah lagi."
"Apa kau sudah gila?"
"Em. Aku memang sudah gila, Dan anggap aku bodoh. tapi.... Aku memang tidak bisa harus bercerai dengan mu saat ini. Beri aku waktu sekitar beberapa bulan lagi. Setelah itu aku tidak akan pernah menahan mas lagi."
Tatapan mata Adriel benar-benar tak dapat di artikan oleh Anin.
Pandangan Adriel pun berpaling dari pandangan Anin. Tapi setelah itu mata pria itu kembali menatap lekat kearah Anin berada. "Apa kau tau? Selama ini aku yang bodoh menganggapmu memiliki kepintaran meski sedikit. Tapi ternyata aku salah, kau memang wanita paling bodoh yang pernah aku temui."
Mendengar perkataan Adriel menghina dirinya. Membuat rasa sakit dalam diri Anin. Akan tetapi tentu ia tak bisa mengelak akan apa yang di ucapkan oleh suaminya itu tentang dirinya, karna semua itu memang benar adanya.
Dia memang gadis paling bodoh yang pernah ada. Selama 5 tahun di hina dan di perlakukan kejam. Tanpa rasa malu, dirinya meminta agar Adriel tak menceraikan dirinya. Dan lebih memilih di madu.
Adriel serasa muak melihat tingkah Anin yang selalu saja lemah dan bodoh seperti ini. Langkah kaki pria itupun meninggalkan Anin begitu saja.
Sedangkan Anin masih terpaku pada kepergian pria yang tak terlihat lagi wujudnya.
Senyuman remeh Anin berikan pada dirinya sendiri. "Dia memang benar. Aku adalah wanita paling bodoh, tapi apa boleh buat. Aku juga nggak ingin kehidupan keluarga hancur karna keegoisan diriku."
Drrrttt
Drrrttt
Suara ponsel Anin terdengar.
Tangan Anin meraih ponsel yang berada di meja tak jauh dari dirinya berada.
Matanya menatap kearah layar ponsel. Terpampang jelas nama Arin adik kandungnya. Jarinya menekan tombol hijau pertanda menerima panggilan telfon.
"Iyah Rin ada apa?"
"Skincare aku habis. Nanti mbak transfer aku uang yah, aku mau beli nanti sekalian pulang kuliah."
"Kemarin kan udah mbak kirim uang ke ibuk. Emang udah habis?"
"Mana aku tau. Udahlah mbak aku lagi sibuk, pokoknya jangan lupa transfer aku uang nanti."
Belum sempat Anin menjawab ucapan Arin, panggilan malah langsung di matikan secara sepihak oleh adik nya itu.
Anin menghembuskan nafas kasarnya. Serasa lelah fisik dan batin, akan tetapi tak ada yang bertanya padanya tentang apa yang ia rasakan saat ini.
Mata Anin menatap kearah foto dirinya dan Eyang sastro. "Eyang! Kapan Eyang balik. Anin udah nggak kuat disini." Ucap Anin dengan nada penuh keputusasaan.
Bersambung.