Dibiarkan, tidak dihiraukan, dimakzulkan. Hal itulah yang terjadi dalam kehidupan Keira yang seharusnya Ratu di kerajaan Galespire.
Dan setelah menjalani setengah hidupnya di penjara bawah tanah. Keira akhirnya menghadapi maut di depan matanya. Tubuh dan pikirannya tak sanggup lagi menanggung kesedihan. Membuat tubuh renta dan lemahnya menyerah.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Keira berjanji. Kalau bisa menjalani kehidupannya sekali lagi, dia tidak akan pernah mengabdikan diri untuk siapapun lagi. Apalagi untuk suaminya, Raja yang sama sekali tidak pernah mempedulikan dan menyentuhnya. Yang selalu menyiksanya dengan kesepian dan pengkhianatan. Dia akan menjadi Ratu yang menikmati hidup.
Setelah meninggal, Keira membuka mata. Ternyata dia kembali ke saat malam pernikahannya. Dia mengubah air mata yang menetes menjadi senyum. Dan mulai merencanakan kehidupan bahagianya. Menjadi seorang Ratu yang disukai banyak pria. Sehingga dia tidak akan pernah kesepian lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
"Apa yang sudah kulakukan?!" sesal William sesaat setelah melihat Ratu tersungkur di lantai.
Dia ... Seorang Raja, pria yang sering pergi berperang. Melawan ratusan prajurit terkuat. Berhadapan langsung dengan tajamnya tombak, panah dan pedang. Memukul seorang wanita dengan tangannya, tanpa ragu.
Setelah mengantar Mary ke kamarnya dan kembali ke ruangan Raja, William menghadapi tatapan tajam penasehatnya.
"Apa??" tanyanya tidak ingin dihakimi.
"Yang Anda lakukan sangat tidak baik Raja. Bagaimanapun, Ratu berasal dari bangsawan yang terhormat. Memukulnya seperti itu dihadapan banyak orang, apalagi pelayan dan prajurit. Pasti akan melukai harga dirinya. Bagaimana kalau hal ini sampai ke telinga keluarganya di Nemorosa?"
Penasehat itu terus saja menasehatinya. Sampai William mengangkat tangannya, tanda untuk penasehat itu berhenti bicara.
"Masalah kerajaan. Hanya bicarakan masalah kerajaan" katanya.
"Seluruh persiapan untuk mengunjungi keempat wilayah telah siap. Tiga hari lagi Anda akan berangkat."
"Bagus. Persiapkan dengan baik"
"Karena apa yang terjadi, apakah saya harus menyiapkan dua kereta kuda? Untuk Anda dan Nona Mary, lalu untuk Ratu"
"Dan apa untungnya melakukan itu?" tanyanya sebelum kesal pada penasehat.
"Saya hanya ingin melindungi hati dan harga diri Ratu"
William baru saja ingin marah, tapi ditahannya.
"Lakukan sesukamu! Pergilah sekarang!"
Setelah penasehat pergi, William menyadari pandangan mata berbeda dari Malone. Pria yang dia angkat sebagai Jenderal itu tampak tidak menyukainya. Apa karena dia memukul Ratu?
"Ini sudah terlalu malam Raja. Saya akan membiarkan Anda berisitirahat" kata Malone lalu pergi begitu saja. Ternyata pemikirannya salah. Malone tidak akan pernah mencampuri urusan pribadinya.
Tanpa dia tahu, pria bertubuh besar yang dijuluki Jenderal pembunuh itu datang ke kamar Ratu untuk memberikan obat.
Wanita itu, apa baik-baik saja? Tamparan tadi sangat keras, karena dia tidak mengurangi kekuatan sama sekali. Prajurit yang berlatih dengannya selalu mengatakan kalau mendapatkan pukulan atau tamparan darinya sangat menyakitkan. Bagaikan dipukul dengan batangan besi besar.
Sebenarnya kenapa dia harus memukul Ratu? Padahal tidak ada alasan sama sekali untuk memukul wanita itu. Bahkan saat Mary menangis, harusnya dia bisa menahan diri agar tidak melampiaskan kemarahan. Apa dia harus meminta maaf?
Tidak.
Dia adalah Raja yang menguasai keempat wilayah besar di negeri ini. Sebagai seorang Raja yang selalu memenangkan pertempuran, pantang baginya meminta maaf. Apalagi pada wanita yang sengaja menolaknya di malam sebelumnya. Seandainya saja wanita itu tidak menolak, maka malam pertamanya akan menjadi milik Ratu.
Karena wanita itu menolak, William terpaksa datang ke kamar Mary dan tidur disana. Tapi ... Kenapa dia tidak merasakan apa-apa setelah melakukannya dengan Mary? Apa ini sesuatu yang normal terjadi? Mengingat ini pertama kalinya dia melakukan itu dengan seorang wanita.
Bukankah seharusnya ada sesuatu yang terjadi pada ... William melihat bagian pangkal pahanya. Apa mungkin pria melakukannya dan tidak merasakan apapun setelahnya? Mungkin dia harus menanyakan itu pada seseorang. Siapa kira-kira yang tahu tentang hal seperti ini?
Hari berikutnya, William sedang berada di perpustakaan. Mencoba mencari tempat yang sunyi untuk apa yang akan dia bicarakan dengan seseorang. Tapi, sedari tadi dia mendapatkan tatapan tajam dari Rupert. Putra penasehat itu seakan membencinya.
Padahal, biasanya Rupert senang melihatnya. Karena William senang membagi pengalaman saat berkunjung ke wilayah atau kerajaan lain.
Tak lama, orang yang ditunggu oleh William datang.
"Selamat siang, Raja" sapa Simon Woods.
Hanya pada pria ini William bisa bicara tentang sesuatu yang seharusnya pria tahu. Karena pengalaman bersama wanita Simon lebih banyak dari tempat yang dia kunjungi selama ini.
"Tidak perlu ... Cepat kemari!"
"Apa yang Anda butuhkan dari Saya?"
"Aku ingin bertanya tentang ... "
William mulai ragu tentang pertanyaan yang akan dia ajukan. Apa mungkin Simon akan mencemoohnya? Atau mungkin bahkan menertawakannya? Tapi, pada siapa lagi dia harus bertanya?
"Sebaiknya Anda cepat bertanya, Raja. Karena saya tidak punya banyak waktu"
William melihat Simon. Pria ini, kenapa tampak begitu angkuh daripada seorang Raja? Apa Simon punya masalah dengannya? Sepertinya tidak ada.
"Raja, saya menunggu pertanyaan Anda" lanjut Simon membuat William merasa kalau masalahnya hanya akan membuat dia merasa malu. Jadi, dia membatalkan niat bertanya tentang hal itu.
"Tentang kepergian ku berkunjung ke empat wilayah besar di kerajaan ini. Kupikir kau harus ikut"
"Tentu saja. Tanpa Raja perintahkan, saya akan tetap ikut"
"Apa? Kenapa?"
"Saya adalah satu-satunya orang di kerajaan ini yang memiliki hubungan baik dengan ke empat wilayah besar" jawab Simon begitu sombong.
Meski itu benar, harusnya Simon tidak mengatakannya di depan William. Sebelum pertemuan ini diakhiri, tiba-tiba Rupert datang menyela mereka.
"Raja, bisakah saya juga ikut dalam perjalanan ini?" tanya Rupert dengan mata penuh harap. Pria muda ini, memang tidak pernah melakukan perjalanan sekalipun. Seumur hidupnya dihabiskan di dalam istana.
"Tapi kau tidak berguna dalam perjalanan ini" jawab William menjatuhkan harapan pria muda itu. Dan secara tidak terduga Rupert menyatakan sebuah alasan yang mengejutkan William dan Simon.
"Tapi Ratu telah berjanji akan mengajak saya pergi menemaninya"
Wanita itu, berjanji pada Rupert untuk menemani dalam perjalanan? Untuk apa? Atau ... alasan wanita itu menolaknya. Berkata aneh setiap kali dia mendekati. Adalah kehadiran Rupert?
William tidak percaya kalau dia kalah dari pria muda yang bahkan tidak bisa mengangkat pedang. Ingin sekali dia membunuh pria di depannya ini, lalu ...
"Apa?! Apa hubunganmu dengan Ratu? Kenapa Ratu harus berjanji seperti itu padamu? Aku adalah orang yang akan menemani Ratu untuk pergi ke empat wilayah besar di kerajaan ini"
Sungguh kata-kata yang sembrono diucapkan di depan seorang Raja. Tapi Simon seperti tidak peduli dengan hal itu. Sebenarnya, apa hubungan Ratu dengan Simon? Kenapa Simon juga ingin menemani Ratu bepergian?
Baru saja William ingin bertanya, ternyata dua orang itu telah menghilang dari hadapannya. Entah sejak kapan mereka pergi meninggalkan William. Tanpa meminta ijin sama sekali.
"Sialan!!" umpatnya lalu bergegas pergi ke kamar Ratu. Ingin bertanya tentang kebenaran kata-kata Simon dan Rupert. Juga memastikan hubungan dua pria itu dengan Ratu.
Langkahnya terhenti saat dia melihat Malone berdiri di depan kamar Ratu.
"Obat yang Anda berikan kemarin masih tersisa banyak"
Itu suara Ratu. Jadi Malone bertemu dengan Ratu? Dan obat apa yang Malone berikan?
"Tapi, perjalanan ke Nemorosa semakin dekat. Saya yakin keluarga Anda ingin melihat wajah putrinya yang ... "
Malone. Pria yang selama ini hanya tahu tentang perang dan pedang itu, ingin mengatakan apa pada Ratu?
Ternyata, tidak hanya Rupert dan Simon. Tapi Malone juga ada hubungan dengan Ratu. Wanita itu sungguh pandai menancapkan cakarnya ke banyak pria. Untung saja malam itu, dia tidak jadi menyentuh Ratu.
Memang, Mary adalah wanita yang paling baik untuknya. Pikir William lalu kembali ke ruangannya dalam keadaan penuh amarah.