Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 - Tamu Tak Diundang
"Sean!!"
Suara kematian, dia hapal betul dengan suara itu. Siapa lagi kalau bukan Ameera, adik kandung Sean. Pasangan itu bingung sendiri dengan kedatangan Ameera yang mendadak muncul dengan membawa kantong plastik di tangannya, sepertinya dari warung depan sana.
"Ra?"
Sean tersenyum kaku, dia yang merasa sedikit bersalah tampak bingung begitu Ameera semakin mendekat. Tatapan tajamnya tertuju pada Sean, dia juga menatap motor kesayangannya yang sudah pasti tampak kotor dan tidak seperti motor kesayangan wanita itu.
"Ya, Tuhan Bonyta."
Ameera benar-benar ingin menangis menatap motornya saat ini. Tidak ada Bony yang mulus seperti pertama dia menyerahkan motor itu pada peminjamnya, Ameera yakin betul jika Sean sempat mengalami kecelakaan sebelumnya.
"Kapan datang, Sayang? Papa sama Mama ikut?"
Seperti biasa, jika dalam keadaan terdesak dia akan bicara dengan kalimat-kalimat manis demi meluluhkan hati sang adik. Sayangnya, kali ini ameera tidak berbaik hati dan dia membuang muka seketika.
"Assalamualaikum, Kak Zalina ... kenalkan aku Ameera, adik ipar Kakak yang paling kecil."
Semudah itu ekspresinya berubah, setelah sebelumnya seolah hendak menerkam Sean, kini dia bicara selembut itu pada Ameera. Tidak lupa dengan mencium punggung tangan sebagaimana yang Zia ajarkan jika bertemu Zalina.
Berbeda dengan Syila yang dahulu sempat menimbulkan kesalahpahaman, kali ini Ameera mencoba agar bersikap baik-baik pada kakak iparnya. Seperti yang sudah Zia katakan, Ameera harus menjaga sikapnya.
"Waalaikumussalam, masya Allah ... cantiknya adik kamu, Mas."
"Ah Kakak bisa saja," tuturnya sontak merapikan kerudung dadakan yang terpaksa dia beli di jalan lantaran Mikhail marah jika Ameera tidak mengenakannya tadi sore.
"Sama siapa datangnya?"
"Ramai, Kak ... lihat saja di dalam mereka sudah menunggu," tutur Ameera mempesingkat pembicaraan karena dia harus bisa memanfaatkan waktu untuk bicara empat mata bersama Sean.
"Kalau begitu ayo masuk, Mas Sean juga ayo masuk."
"Sebentar, Kak ... aku mau minta waktunya sebentar saja untuk bicara sama Kak Sean, boleh iya? Kak Lina, Eh maksudnya Kakak duluan saja," ucap Ameera memang sedikit grogi bertemu dengan istri Sean hinggga dia bingung sendiri hanya perkara nama.
"Oh begitu, ya sudah Kakak masuk duluan ya."
"Iya."
Sean menjerit dalam batinnya, dia menatap sang istri yang kini semakin menjauh. Demi Tuhan dia takut sekali akan menjadi sasaran amarah Ameera malam ini. Terlebih lagi dia yang sengaja menolak panggilan telepon dari Ameera beberapa waktu lalu.
Ameera berkacak pinggang, dia membuang napas kasar dan menatap tajam Sean yang kini dengan tanpa dosanya tersenyum tipis seolah bertemu sahabat lama.
"Batagornya belum sempat, Ra ... kan Kakak belum pulang," tuturnya sembari menjaga jarak demi menghindari tangan Ameera yang tampak terkepal di hadapannya.
"Siapa yang mau batagor, sekarang aku tanya kakak bawa kemana Bony?"
"Jalan-jalan, Sayang, tapi tidak lama ... sumpah motormu masih aman seperti awal."
"Bohong banget, itu kelihatan banget habis kecelakaan!! Kakak bawa motornya gimana?" kesal Ameera lantaran sang kakak masih saja mengelak padahal bukti sudah jelas terlihat.
"Iy-iya sih, tapi itu tidak sengaja, Ra ... aku nambrak pembatas jalan, setelah itu ya jatuh biasa, itu lecetnya dikit kamu bisa lihat," ucapnya enteng sekali mengatakan lecet sedikit, padahal bagi seseorang yang menyayangi barangnya jelas saja hal ini benar-benar masalah besar.
"Sedikit? Kakak bilang sedikit? Sedikit apanya, Kak!!"
Ingin sekali Ameera menangis di hadapan Sean saat ini juga. Bukan masalah harga, bukan pula soal gantinya. Namun, cara Ameera mendapatkan motor itu sangat tidaklah mudah. Sean datang dan mengenalkan motornya dengan kasar ke aspal hingga terlihat cacat begitu.
"Kan bisa diperbaiki, Ra ... Kakak cuma belum punya waktu, nanti ya."
"Eeeugh, Kak Sean!!" Ameera mengepalkan tangan dengan gigi yang kini bergemelutuk. Jika saja bukan di kediaman kiyai Husain, mungkin Ameera akan memberontak dan berguling-guling di halaman saat ini.
"Maaf, Kakak sibuk soalnya, Ra."
Sean mengusap pelan bahu adiknya, sadar jika kini di tengah menjadi penyebab amarah sang adik. Sean mencoba mencari cara agar hati Ameera luluh. Tanpa diduga, Ameera justru menyerangnya dengan gigitan di jemari hingga pria itu berteriak dalam diamnya.
"Sak ... sakit, Ameera!!"
"Fiyuh!! Bodo amat," kesal Ameera kemudian merampas kontak motornya dengan wajah yang masih menyimpan kemarahan, kali ini dia memang luar biasa kesalnya.
"Pelit."
"Dih, bukannya terima kasih ... pasti Bony sudah lihat adegan syur Kakak pacaran, 'kan? Harusnya minta maaf, motorku masih perawan dan matanya ternoda!!"
"Adegan syur kepalamu!! Yang tidak perawan lagi itu dadamu, bukan motormu," balas Sean berbisik pelan yang berhasil memancing emosi hingga Ameera tidak mampu menahan untuk tidak menjambak rambutnya.
"Secepatnya kak Zalina harus tahu isi otakmu yang begini!!" tegas Ameera sebelum kemudian melepaskan rambut Sean. Jika saja bukan memandang keluarga Zalina, mungkin Ameera akan menarik rambutnya hingga akar-akarnya.
"Hahah terlambat, dia bahkan sudah tahu semua tentang diriku, Ra."
.
.
- To Be Continue -