Umar yang menikahi sekarang gadis karena insiden yang dialami keduanya, kisah cinta rumit keduanya karena ternyata sang Istri memiliki orang yang dia cintai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shifa Sakit
Mendengar ucapan Umar, Shifa menyadari jika Umar tahu jika dia tahu dirinya masih berhubungan dengan kekasihnya.
"Tidak usah mengatur ku, aku menikah denganmu karena paksaan dari orangtuaku, aku tidak menyukai apalagi mencintai kamu, aku sudah menolak keras pernikahan ini, tapi orangtuaku ngotot untuk menerimanya dan mengancam ku!! ". Shifa meninggikan suaranya dihadapan Umar karena tidak terima dan tidak mau memutuskan hubungannya itu.
"Aku tidak peduli dengan alasanmu, tapi aku tidak mau kau melakukan hal memalukan seperti itu. Kau perempuan yang sudah menikah dan sangat tidak layak dan tak pantas bertindak seperti itu". Ucap Umar dengan penuh penekanan.
Dia harus bisa membuat istrinya meninggalkan lelaki itu karena itu sangat tidak pantas.
"Aku tidak mau dan aku tidak suka kau paksa, aku mencintai lelaki itu bukan kamu yang menjadi suamiku karena paksaan orangtua!! ". Ucapnya lagi dengan jengkel.
" Kenapa tidak mengatakan langsung kepadaku saat aku datang melamar mu??, kau bisa bicara dengan langsung tanpa diketahui orangtuamu".
"Itu karena orangtuaku mengancam ku dengan memblokir semua fasilitas yang kupunya dan akan membuat karier pacarku itu susah jika aku menolak pernikahan ini, ayah dan ibuku beserta keluarga besarku sangat menginginkan kamu manjadi menantu keluarga sejak kita masih kecil ".
" Tapi itu tidak pantas dilakukan Shifa, aku ini suami kamu, aku tidak mungkin membiarkan istriku melakukan hal memalukan dan mencoreng agama dengan melakukan zina dalam bentuk apapun ". Umar menatap sendu sang istri
" Aku tidak pernah berzina, aku masih perawan tingting dan tak tersentuh lelaki. Kami hanya berpacaran dan bersentuhan fisik tapi tidak dengan hubungan badan". Teriaknya tidak terima dikatakan berzina.
"Berzina itu tidak hanya berhubungan badan Shifa, berbicara dengan manja dan panggilan sayang itu juga berzina, apalagi bersentuhan fisik dengan yang bukan mahrom itu juga sama". Umar memandang sang istri dengan tegas.
" Jangan mengatur ku, kau tidak punya hak!! ". Ucapnya kekeh dengan keputusannya.
" Maaf Shifa, setelah ijab kabul dan pernikahan kita sah, kamu adalah tanggung jawab ku, segala sesuatu yang berhubungan denganmu adalah tanggungjawab ku kepada orangtuamu serta keluargamu dan terutama pada Allah". Umar memberikan pengertian kepada sang istri dengan lembut namun tegas.
"Tapi aku tak berniat dengan pernikahan ini, aku tidak pernah menyukai dan juga mencintaimu". Ucapnya menangis tersedu-sedu.
Dia tidak bisa menerima pernikahan paksaan ini karena dia memiliki kekasih yang sangat dia cintai.
Melihat istrinya menangis, Umar merasa sangat bersalah tapi dia juga tidak mungkin membiarkan istrinya dalam linangan dosa.
"Maafkan aku Shifa, aku bukan tak ingin mengerti perasaanmu, kita sudah menikah, dan aku tidak mungkin membiarkanmu berbuat dosa terus menerus dengan melanggar syariat seperti ini. Aku tidak hanya menjaga nama baik keluargamu, tapi juga harga dirimu. Bagaimana pendapat orang jika kamu kedapatan diluar bersama dengan lelaki lain selain dengan mahrom mu??". Umar memandang istrinya dengan penuh pengertian.
" Tapi aku sangat mencintainya dan tak mau kehilangannya.". Cicitnya
Dia tidak tahu perkataannya barusan meruntuhkan harga diri suaminya. Umar merasakan dadanya teramat sakit mendengar penuturan istrinya itu.
"Maaf Shifa, tapi mulai dari sekarang kamu harus berhenti melakukan hal ini, belajarlah ikhlas menerima pernikahan ini dan perbanyaklah bermunajat pada Allah, aku yakin kamu paham dengan itu. Kamu pernah bersekolah di pondok dan hanya melanjutkan studi di Jakarta. Jadi aku yakin pengetahuan agama dalam dirimu tak sepenuhnya menghilang". Umar mendekati sang istri dan berjongkok.
Shifa melihat Umar yang duduk dihadapannya dengan tatapan nanar dan terluka. Dia tidak mungkin secepat itu bisa melupakan lelaki yang sudah bersamanya selama 5 tahun.
"Itu tidak segampang yang kamu katakan Umar Khoir!! ". Ucapnya menangis histeris.
Umar membawa Shifa kepelukannya, dia tahu ini sangat berat bagi istrinya.
" Aku tidak memintamu melupakannya secepatnya, tapi kamu harus melupakannya perlahan dan menerima segala kenyataan yang ada, aku tahu itu berat dan tidak gampang, tapi kamu harus berusaha. Aku akan membantumu perlahan, kamu pasti bisa, aku yakin". Ucap Umar sambil terus memeluk istrinya yang menangis histeris meluapkan segala sesak dihatinya.
"Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap". Shifa menunduk tak berani menatap Umar.
" Kamu pasti bisa melupakannya perlahan, asal kamu berusaha dan yakin. Aku tahu kamu perempuan yang bisa menjaga dirimu. Aku yakin kamu tahu yang mana salah dan benar. Jangan menangis aku sakit lihatnya". Umar mengelus kepala sang istri dengan sayang.
Shifa tidak menjawab hanya langsung berdiri menuju kamarnya, dia berjalan dengan gontai dan tak memiliki tenaga karena dia merasakan beban yang tak terkira iya rasakan.
"Maaf yah dek, aku terpaksa melakukan dan memaksamu untuk melupakannya, karena itu demi kebaikan kita bersama". Ucapnya dengan sendu melihat istrinya itu berjalan menjauhinya.
Dia tidak mungkin membiarkan istrinya masih berhubungan dengan lelaki lain, apalagi jika mereka bertemu. Itu akan menimbulkan fitnah dan merusak nama baik kedua keluarga besar dan juga nama baik keduanya.
Keesokan harinya Umar menyiapkan sarapan seperti biasa dia lakukan, dia menunggu sang istri tapi tak kunjung turun. Mereka memang tidur terpisah sampai istrinya itu bisa menerimanya dan pernikahan mereka.
Tok.. Tok.. "Dek ayo sarapan ini sudah pagi".
Tadinya dia ingin membangunkan sholat subuh tapi dia takut istrinya tidak nyaman, dia akan perlahan-lahan melakukannya.
"Dek kamu baik-baik saja?? Kenapa tidak sarapan?? Ucap Umar membuka pintu kamar sang istri.
Shifa tidak menjawab apapun panggilan itu, badannya terasa tak enak dan kepalanya pusing dan dia menggigil.
Melihat keadaan istrinya, Umar masuk ke kamar itu untuk mengecek keadaan istrinya.
"Kamu baik-baik saja dek?? Tanya Umar memeriksa kening Shifa.
" Astaghfirullah, Kamu demam?? Seru Umar dengan panik.
"Tunggu sebentar aku telpon dokter dulu!! ". Umar berlari ke luar mencari handphonenya didalam kamarnya yang bersebelahan dengan istrinya.
" Hallo, assalamualaikum, kamu sibuk ga??
"Tidak juga kebetulan aku akan kerumah sakit nanti jam 9, ada apa Umar??, kelihatannya kamu panik sekali?? Tanya Hafsoh sang sepupu perempuannya itu.
" Istriku demam tinggi dan aku hanya punya sepupu dokter perempuan cuma kamu, kamu bisa tidak kerumah ku??
"Rumahmu yang di Gowa itu?? Tanya Hafsoh lagi.
" Iya aku lagi dirumahku sendiri, bagaimana kamu bisa datang tidak??, atau aku jemput saja??
"Tidak perlu dijemput Umar, aku akan kesana nanti setelah dari rumahmu, baru kerumah sakit supaya dekat".
" Ya sudah aku tunggu yah Hafsoh, makasih sekali lagi, Assalamualaikum ". Umar mengucapkan salam dan menutup telponnya.
" Aku akan menelpon ummi agar dia bisa membantuku merawatnya, takutnya butuh sesuatu padahal kami tidak bersentuhan takutnya dia menganggapku kurang ajar".
Kalau boleh kasih masukan dikit, Umar nyelamatin si wanita yang mau bundir di jembatan atau dimana lah. Si wanita depresi karena cowoknya. Karena kasihan dan ingin mengayomi takut kejadian terulang, Umar ngelamar wanita itu. Nah.. di situ tuh.. baru jalan cerita lika-liku ketulusan Umar menyadarkan isterinya sembari mencoba meraih hatinya. Maaf ya mbak, aku sok-sokan ngasih saran segala. Moga sehat dan sukse selalu. Semangat!