S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11. KERIBUTAN
"Sudah, Pak. Aku sudah kenyang." Ucap Elmira ketika Farzan akan menyuapinya lagi.
"Tapi kau baru makan sedikit, El," pria itu menatap sendu Elmira yang terlihat sangat lemah.
"Tapi sungguh, aku sudah kenyang, Pak." Elmira tersenyum agar meyakinkan bosnya itu.
"Baiklah, sekarang kau tidurlah agar cepat pulih." Farzan meletakkan mangkuk bubur diatas nakas, kemudian membantu Elmira untuk berbaring.
"Terimakasih, Pak." Ucap Elmira.
Farzan menanggapinya dengan senyuman. Lalu duduk kembali ditempatnya.
"Pak, apa aku boleh tanya sesuatu?"
"Tanya apa?"
"Bagaimana Bapak bisa tahu kalau aku ada di rumah sakit?" Tanya Elmira. Beberapa saat lalu setelah sadar, suster memberitahu bahwa Ramon lah yang membawanya ke rumah sakit. Dan tak lama setelah itu Farzan datang membawakan bubur untuknya.
Farzan terdiam sejenak memikirkan jawaban. Tidak mungkin ia mengatakan, orang suruhannya lah yang memberitahu keberadaan Elmira di rumah sakit.
"Em kebetulan aku sedang ada urusan disini dan tak sengaja melihat Ramon membawamu dalam keadaan tak sadarkan diri." Jawab Farzan, sesuai dengan informasi dari orang suruhannya.
Dan ketika orang suruhannya mengatakan bahwa Ramon meninggalkan rumah sakit, iapun bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk Elmira. Ia sangat marah melihat keadaan Elmira yang cukup memprihatinkan, dan itu pasti karena perbuatan Ramon. Namun, ia berusaha terlihat tenang karena tidak mungkin menunjukkan kemarahannya didepan Elmira.
"El, sebenarnya apa yang terjadi padamu, sehingga kau bisa seperti ini?" Meski yakin itu adalah perbuatan Ramon, namun ia ingin mendengarkan sendiri dari Elmira.
Elmira seketika menjadi gugup, ia memalingkan wajahnya kearah jendela. Bingung harus menjawab apa pertanyaan bosnya itu. Ia memang membutuhkan seorang teman yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Namun, ia juga tidak ingin orang lain sampai tahu permasalahan rumah tangganya.
Diamnya Elmira semakin menguatkan dugaan Farzan, bahwa yang terjadi pada Elmira adalah karena perbuatan Ramon. Kedua tangannya terkepal erat, rasanya ingin sekali memberi pelajaran pada pria brengsek itu. Ia merelakan Elmira bersama Ramon, berharap pria itu bisa membahagiakan wanita yang dicintainya. Bukan malah menyakiti fisik dan juga batinnya. Yah, Farzan sudah tahu tentang pernikahan kedua Ramon dari orang suruhannya.
"El, jika kau sudah merasa tidak tahan lagi. Aku bisa membantumu untuk lepas darinya." Ucap Farzan tiba-tiba, ia merasa tidak tahan lagi dengan apa yang terjadi pada Elmira.
"Apa maksud Bapak?" Tanya Elmira dengan kening mengkerut.
"Jangan berusaha menutupi apapun lagi, El. Aku sudah tahu semuanya. Kenapa kau masih bertahan disisi pria yang sudah tega menduakanmu!?" Farzan benar-benar terlihat geram.
Deg...
Tenggorokan Elmira terasa tercekat, kedua matanya membola. Darimana bosnya itu tahu tentang itu semua.
"Jangan katakan apapun jika kau berusaha menutupi kejahatan Ramon!" Sela Farzan ketika Elmira akan mengatakan sesuatu.
Elmira pun terdiam, ia memang ingin menutupi apa yang terjadi. Tapi sepertinya ia tidak bisa lagi menutupinya dari Farzan. Ia merasa heran, darimana bosnya itu bisa mengetahui pengkhianatan Ramon.
Farzan menggenggam tangan Elmira yang membuat wanita itu terkesiap. Elmira ingin menarik tangannya, namun Farzan tidak membiarkannya terlepas.
Bertepatan dengan itu, pintu ruang rawat terbuka dari luar. Ramon datang bersama istri keduanya dengan kemarahan yang memuncak. Namun, Farzan sama sekali tidak terkejut ataupun takut. Justru ia semakin mempererat genggamannya ditangan Elmira.
Ramon melangkah cepat menghampiri Farzan, dan langsung menarik kerah kemeja rivalnya itu menjauh dari Elmira.
"Brengsek!" Umpat Ramon bersamaan dengan satu pukulan keras ia layangkan kewajah pria itu.
Bukannya membalas, Farzan malah tersenyum miring sambil mengusap cairan kental berwarna merah yang mengucur disudut bibirnya.
"Mas Ramon, hentikan!" Teriak Elmira ketika suaminya itu hendak memukul bosnya lagi.
"Kenapa kau membelanya, Mira? Dia itu sudah kurang ajar padamu. Aku harus memberinya pelajaran agar dia sadar dengan posisinya!" Ramon benar-benar marah melihat Farzan menggenggam tangan istrinya.
"Kau dengar itu Ramon? Seharusnya kau yang sadar diri! Jika Elmira tahu yang sebenarnya, dia bahkan tidak akan sudih menatapmu lagi." Farzan melempar tatapan remeh pada rivalnya itu.
"Berani-beraninya kau!" Sentak Ramon. Amarahnya semakin memuncak. Namun, dalam hatinya ada rasa kekhawatiran jika Farzan membuka mulut tentang kelicikannya dulu demi mendapatkan perhatian Elmira.
"Kenapa? Apa kau takut jika El tahu, hum?" Farzan tersenyum mengejek. Dulu ia selalu mengalah tapi kali ini tidak akan lagi. Bahkan Ia tidak akan perduli dengan hujatan orang yang mungkin akan mengatai dirinya sebagai perebut istri orang.
"Aku akan menghabisi mu, Farzan!" Dengan rahang yang kian mengeras serta tatapan yang begitu tajam. Ramon kembali melangkah untuk menyerang Farzan.
"Mas, aku bilang hentikan!"
Teriakan Elmira yang menggema, tak mampu menghentikan Ramon. Bella yang berteriak histeris pun tak lagi dihiraukannya. Pria itu sudah hilang akal dan terus menyerang Farzan secara membabi-buta. Tapi Farzan tidak tinggal diam, ia membalas setiap serangan Ramon yang begitu brutal. Keributan yang terjadi didalam ruang rawat itu mengundang perhatian orang-orang yang lewat. Hingga akhirnya tiga orang satpam pun datang melerai keduanya.
"Apa kalian berdua tidak waras! Di sini ada pasien yang membutuhkan ketenangan tapi kalian malah bertengkar di sini?" Bentak satpam yang berada diantara Farzan dan Ramon.
"Dia yang menyerang saya duluan, Pak." Farzan mengadu sambil menunjuk Ramon.
"Brengsek! Lepaskan aku. Aku akan menghabisinya!" Ramon berusaha melepaskan diri dari apitan dua satpam yang menahannya.
"Kalau kalian tidak mau berhenti, kami akan membawa kalian ke kantor polisi karena sudah mengganggu ketenangan pasien di rumah sakit ini." Ancam satpam itu.
Ramon pun terdiam, namun tatapannya begitu tajam menatap Farzan. Jika satpam tidak datang, pasti ia sudah menghabisi pria itu.
"Pak Farzan, sebelumnya aku minta maaf atas perbuatan Mas Ramon. Dan sekarang aku minta, tolong tinggalkan kami berdua karena ada yang harus aku bicarakan dengan Mas Ramon." Ucap Elmira.
"Tapi El," Farzan merasa tidak rela membiarkan Elmira berdua dengan Ramon. Ia khawatir pria itu akan menyakiti Elmira lagi.
"Pak, aku mohon."
Namun, Farzan masih bergeming ditempatnya. Ia benar-benar tidak rela meninggalkan Elmira bersama Ramon.
"Apa kau tidak dengar apa yang dikatakan Mira, huh? Dia menyuruhmu pergi dari sini!" Sergah Ramon. Sudut bibirnya tertarik menyeringai tipis. Ia merasa menang karena istrinya menyuruh rivalnya itu meninggalkan ruangan.
"Aku tidak akan pergi dari sini, aku akan menunggu diluar sampai Elmira selesai bicara denganmu!" Tukas Farzan kemudian keluar dari ruangan itu. Ketiga satpam itupun ikut keluar.
"Kau juga keluar dari sini, aku hanya ingin berbicara berdua dengan suamiku!" Tekan Elmira sambil menatap Bella.
"Mas," Bella mencoba meminta pembelaan dari Ramon. Tapi suaminya itu menggeleng pelan.
"Bella, keluarlah sebentar saja. Biarkan aku dan Mira berbicara berdua saja." Ujar Ramon. Dalam hatinya bertanya-tanya, entah apa yang ingin dibicarakan Elmira dengannya sehingga menyuruh semua orang meninggalkan mereka berdua.
Dengan kesal Bella pun keluar dari ruangan itu.