Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Ungkapan.
"Aku kira kau akan pergi ke mana, karena khawatir jadi aku mengikuti-mu," ujar Yuya yang sekarang terduduk di sampingku. "Raika, apa ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu? Kalo boleh berkenan, kamu boleh menceritakan-nya padaku."
"Hu, tid-" Menarik nafas, "Tidak ada, mungkin aku hanya kelelahan saja," tersenyum kecil pada Yuya.
Hening ... tidak saling berbicara. Angin kecil meniup lembut rambut Yuya, matanya tertegun lurus menatap bulan biru yang bersinar.
"Dulu, saat usia-ku 15 tahun aku pernah mengalami sesuatu hal yang paling tidak diinginkan. Namun, situasi itu tidak bisa ku-hindari," ucap Yuya.
"Aku tinggal bersama ayah dan ibu berserta Yuriko yang masih berumur 3 tahun di kota bebas hukum dekat dengan Distrik 7. Keluarga kami mengurus tempat penginapan di sana, meski begitu kami masih kekurangan uang untuk kebutuhan sehari-hari."
"Ayahku memilih menjadi pemburu Wanters hanya untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Pada saat itu juga aku berencana untuk mengikutinya jadi pemburu, tapi ayah menolak dengan keras karena mungkin saja dia khawatir."
"Berkat itu keluarga kami sudah mencukupi selama beberapa bulan. Sampai, suatu hari terjadi penyerangan Wanters dalam jumlah besar, mereka muncul dari mana saja membunuh semua orang di sana, termasuk Ibuku ... ayah, menyuruhku untuk lari bersama Yuriko, walaupun berat aku tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya."
"Semenjak itu, kami berdua berjalan tanpa arah sambil menghemat uang yang tersisa. Meskipun rasa sakit itu ada sampai sekarang, tapi aku sudah memutuskan untuk tetap teguh, karena tidak ada siapa-siapa lagi selain diriku yang dapat di andalkan."
"Perjalanan kami terhenti di kota bebas hukum Distrik 5. Waktu itu, aku tidak tau harus bagaimana, uang hanya tersisa sedikit, Yuriko juga tampak kelaparan. Meski begitu dia adalah adik yang kuat, ia berpura-pura seolah tidak mengalami rasa lapar, tetapi perutnya selalu berkata lain," Yuya tertawa kecil.
"Uang terakhir, aku belikan roti dan berbohong padanya kalo aku sudah makan. Tanpa kerasa waktu sudah berlalu kembali, rasa lapar juga semakin kuat. Karena tidak memiliki pilihan, aku berencana mencuri roti tanpa sepengetahuan Yuriko. Saat pertama kali memang berhasil. Namun, ketika aku mengulanginya lagi, kejadian itu tidak akan pernah kulupakan. Walaupun begitu aku tetap melakukan-nya karena hanya itulah yang bisa kulakukan untuk bertahan."
"Apa reaksi Yuriko pada waktu itu?" tanyaku.
Yuya tertawa kecil. "Tentu dia selalu terkejut, namun aku selalu mengelabuinya dengan alasan-alasan yang ada, dan itu berhasil ... pada hari itu, saat aku pulang mencuri roti dan kembali ketempat kumuh, terdapat dua anak, badan mereka kurus dengan pakaian usang terduduk dekat bersama Yuriko."
"Meskipun aku berusaha mengabaikan mereka, tapi Yuriko malah memberikan Roti miliknya ... karena tidak tau harus bagaimana, aku memberanikan diri untuk menghampiri-nya juga. Di situlah pertemuan aku dengan Mio dan Yuto yang masih berusia 14/13 tahun."
"Kami mulai hidup saling membantu, sering berpindah lokasi hingga mencuri bersama, selama 3 tahun---tentu tanpa sepengetahuan Yuriko, sampai kami sudah saling akrab satu sama lain, tetapi ..." Yuya menatap langit, "hari itu mungkin menjadi hari paling buruk yang pernah ku-alami, ketika kami pulang dengan penuh luka; Yuriko terkujur lemas di tepi bangunan kumuh, badannya panas dengan kristal hitam kecil muncul di pipinya."
"Yah, itu adalah saat pertama kali Yuriko mengidap penyakit tersebut. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, sampai kami memutuskan untuk menjadi pemburu dengan Beasthearts buangan tanpa Arcis. Meskipun sangat berat, tapi kami berhasil sampai sejauh ini."
"Itulah perjalananku sampai sekarang, mungkin memang sudah takdir-ku untuk mengikhlaskan Yuriko. Aku sudah berjanji akan membunuh semua Wanters, sebagai ganti dari semua itu."
"Begitu ya ..." Membaringkan tubuh di atas batu, menatap langit. 'Ternyata, kau juga memiliki masa lalu yang buruk Yuya.'
"Yuya ... bagaimana jika adikmu tidak menginginkan dirimu untuk melakukan hal itu?"
Yuya membaringkan tubuh-nya juga, sembari menopang kepalanya dengan tangan. "Entahlah ... jika memang dia ada, pasti dia akan melarang-ku. Yah itulah Yuriko."
Tanganku bergetar. Namun, menarik nafas-keluarkan secara perlahan. "Sejujurnya, aku tidak terlalu tau mengenai masa laluku sendiri, tapi entah kenapa baru-baru ini memang seperti ada suatu yang berhubungan dengan itu," ucapku.
"Semenjak kecil, aku selalu berpergian dengan ayah, kami mencari tempat yang aman dan selalu berpindah-pindah. Bahkan kami berdua harus pergi dari kota bebas hukum di setiap kali ada konflik di sana, kami melakukan hal yang sama hingga sudah menjadi kebiasaan."
"Aku tidak tau kenapa, ia selalu tampak tenang dan baik meski seringkali aku berbuat kesalahan. Dia juga seringkali menceritakan hal-hal yang aneh setiap kali kami memanggang sesuatu. Seperti danau yang sangat luas yang di sebut laut, langit berwarna biru, hewan-hewan aneh berleher panjang, Pftt," tertawa kecil, "bukankah itu lucu."
"Aku juga diajari beberapa hal, seperti teknik berburu, mekanik Beasthearts, dan yang lain-nya. Namun, yang paling membuatku geram adalah, dia selalu nekat dalam segala kondisi padahal ayah sendiri yang mengajariku untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan."
"Konyol bukan."
Yuya tertawa kecil. "Mungkin, ayahmu tau situasi mana yang paling baik, untuk bertindak."
"Tapi, tetap saja karena tindakan nya itu dia malah bergabung dengan kelompok ... kelompok?" terduduk dengan cepat. Aku tidak tau kenapa tubuhku bergetar dengan sendirinya. Takut? Kehilangan? Kelompok? Siapa?
"Raika?" Tanya Yuya.
Kilasan singkat: POV 3
Samar-samar, Raika yang masih berumur 7 Tahun mengingat dengan jelas, ayah-nya berjalan mendekati 10 orang berwarna hitam. Karena dia tidak tau apa-apa, Raika hanya bisa mengikuti sang ayah dari belakang. Seorang Wanita berwarna hitam mendekatinya. Perlahan Wajah Wanita itu berubah normal, memperlihatkan mata hitam, kulit putih halus, berambut hitam, umur 28. Kemudian ia tersenyum kepada Raika.
Akhir Kilasan: POV 1
"Raika, kau tidak apa-apa?" Yuya memegang pundakku, ia menarikku hingga suara detak jantungnya terdengar di telinga kiriku.
"Jangan memaksakan dirimu, sudah tidak ada yang perlu kau takutkan disini. Jika memang sudah siap, aku akan dengan senang hati mendengarkan-mu."
Menggenggam erat baju-nya. "Maaf ...."
End Bab 22
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.