NovelToon NovelToon
Hubungan Tak Seiman

Hubungan Tak Seiman

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Ketika cinta hadir di antara dua hati yang berbeda keyakinan, ia mengajarkan kita untuk saling memahami, bukan memaksakan. Cinta sejati bukan tentang menyeragamkan, tetapi tentang saling merangkul perbedaan. Jika cinta itu tulus, ia akan menemukan caranya sendiri, meski keyakinan kita tak selalu sejalan. Pada akhirnya, cinta mengajarkan bahwa kasih sayang dan pengertian lebih kuat daripada perbedaan yang ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cemburu

Ayu tersenyum kecil sambil menyadari situasi saat itu. Ia tidak ingin menjadi penghalang bagi percakapan yang mungkin penting bagi keduanya. Lagipula, ia bisa merasa bahwa Tama dan Freya butuh waktu sendiri untuk berbicara tanpa kehadirannya.

"Tama, Freya," Ayu memanggil mereka dengan suara lembut. "Aku baru ingat ada janji ketemu dengan teman. Aku rasa aku harus pergi sekarang."

Tama menoleh dan menatap Ayu dengan sedikit heran. "Eh, kamu mau pulang sekarang? Nggak mau nambah waktu ngobrol sebentar lagi?"

Ayu tersenyum sambil menggeleng. "Aku janji sama teman, dan aku sudah cukup lama di sini. Lagipula, kalian pasti punya banyak hal yang ingin dibicarakan, kan?" katanya sambil melirik Freya dengan senyum yang penuh arti.

Freya tersipu malu, menyadari maksud Ayu. "Oh, kamu nggak perlu buru-buru kok, Ayu," katanya, meskipun dalam hati ia tahu bahwa Ayu benar. Ada banyak hal yang perlu ia bicarakan dengan Tama, dan mungkin percakapan itu lebih mudah tanpa kehadiran orang lain.

"Tidak apa-apa, Freya," jawab Ayu dengan tenang. "Kalian nikmati saja waktu kalian. Aku tahu kalian jarang bisa bertemu dengan tenang seperti ini. Aku janji kita akan ngobrol lagi lain waktu."

Tama mengangguk pelan, memahami maksud sahabat lamanya itu. "Baiklah, Ayu. Terima kasih udah datang. Hati-hati di jalan ya. Kabari saja jika ingin mempelajari yang tadi kamu bilang."

Ayu berdiri dari kursinya, mengambil tasnya dengan gerakan lembut. Sebelum pergi, ia menatap Tama dan Freya dengan penuh kasih sayang. "Kalian jaga diri ya, dan Tama … tolong jaga Freya."

Freya tersenyum lembut, sementara Tama hanya menanggapi dengan senyum tipis, seolah memahami pesan tak terucap yang Ayu tinggalkan. Saat Ayu melangkah keluar dari kafe, meninggalkan mereka berdua, keheningan menyelimuti sejenak.

Tama menatapnya sejenak, seakan menunggu Freya untuk memulai pembicaraan. Setelah beberapa saat, Freya mengangkat wajahnya dan menatap langsung ke mata Tama, dengan perasaan yang tertahan di balik pandangan itu.

"Kita perlu bicara, Tama," ucap Freya akhirnya, suaranya lembut namun tegas.

Tama mengangguk pelan. "Iya, Freya. Aku juga merasa begitu."

Dan di saat itulah, perbincangan yang selama ini tertahan akhirnya mengalir, tanpa ada lagi gangguan dari siapa pun.

Freya menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengungkapkan, "Aku baru saja bertemu dengan orang tuamu."

Kalimat itu membuat suasana di antara mereka langsung berubah. Ekspresi Tama, yang tadinya tenang, perlahan mengeras. Ia duduk lebih tegak, pandangannya langsung fokus ke wajah Freya. "Apa?" tanyanya dengan nada dingin, seakan memastikan apa yang baru saja didengarnya.

Freya menunduk, merasa suasana mulai berubah tidak nyaman. "Iya, aku bertemu dengan ayah dan ibumu, Tama. Aku tahu ini mungkin mendadak dan kamu pasti nggak suka, tapi aku pikir ... aku perlu bicara dengan mereka. Aku ingin menjelaskan posisi kita."

Tama langsung menggeleng, suaranya terdengar lebih tajam. "Freya, kamu nggak seharusnya melakukan itu. Kenapa kamu bertindak begitu gegabah?"

Freya terkejut dengan reaksi Tama yang langsung marah. "Tama, aku cuma ingin membantu. Aku tahu hubungan kita sedang sulit, dan orang tuamu ... mereka sepertinya nggak mengerti situasi sebenarnya. Aku pikir kalau aku bisa bicara dengan mereka, mereka akan memahami perasaan kita."

Tama memejamkan mata sejenak, mencoba menahan emosinya yang mulai memuncak. "Freya, kamu nggak tahu apa yang sudah terjadi. Orang tuaku punya rencana mereka sendiri. Mereka nggak mau mendengarkan apa pun dari kita. Dan sekarang, dengan kamu bertemu mereka tanpa aku tahu, itu bisa memperburuk keadaan."

Freya menggigit bibirnya, merasa bersalah tapi juga terluka. "Aku cuma ingin mencoba, Tama. Aku nggak bisa duduk diam sementara mereka terus menekanmu untuk menikah dengan Nisa. Aku hanya ingin mereka mengerti bahwa kita serius."

Tama menghela napas berat, jelas frustasi. "Freya, kamu nggak paham. Ayah dan ibuku nggak akan menerima ini semudah itu, apalagi setelah kamu mendatangi mereka tanpa sepengetahuanku. Mereka bisa menganggap ini sebagai tindakan yang ceroboh atau tidak sopan."

Freya menunduk lebih dalam, suaranya bergetar. "Aku hanya ingin kita punya kesempatan, Tama. Aku mau orang tuamu tahu bahwa aku siap berkorban, bahkan ... untuk pindah agama."

Kata-kata Freya membuat Tama tertegun. Ia terdiam sejenak, menatap Freya dengan ekspresi campur aduk antara marah dan bingung. "Freya ... kamu serius? Kamu bilang itu ke orang tuaku?"

Freya mengangguk pelan, air mata mulai menggenang di matanya. "Iya. Aku pikir itu akan membuat mereka mengerti kalau aku benar-benar serius dengan hubungan kita."

Tama mengusap wajahnya dengan frustrasi, lalu menatap Freya dengan mata yang penuh emosi. "Freya, kamu nggak bisa mengambil keputusan sebesar itu tanpa bicara dengan aku dulu! Ini bukan cuma soal mereka, ini soal kita. Kamu bahkan belum tanya apakah aku mau kamu melakukan itu."

Freya menangis pelan, merasa perasaan sakit bercampur dengan rasa bersalah. "Aku cuma ingin kamu tahu bahwa aku rela melakukan apa pun untuk kita, Tama. Aku nggak mau kehilangan kamu."

Tama diam sejenak, melihat Freya yang terisak di depannya. Di satu sisi, ia marah karena Freya bertindak tanpa pikir panjang, tapi di sisi lain, ia juga bisa merasakan betapa dalam perasaan Freya terhadapnya. Namun, semua ini terlalu rumit. Keputusan Freya bertemu dengan orang tuanya telah membuat situasi semakin sulit, dan ini bukanlah jalan yang mudah bagi mereka berdua.

"Aku tahu kamu sayang sama aku, Freya," kata Tama akhirnya dengan suara yang lebih lembut, meskipun masih ada nada ketegangan. "Tapi ini semua nggak bisa kamu selesaikan sendiri. Kamu harus libatkan aku. Ini soal kita, bukan kamu sendirian.""

Freya mengangguk pelan, air matanya masih menetes. “Maaf, Tama. Aku nggak tahu harus gimana lagi.”

Tama menghela napas panjang, lalu meraih tangan Freya. "Kita akan cari jalan keluarnya bersama. Tapi mulai sekarang, jangan pernah ambil langkah tanpa aku lagi. Kita harus hadapi ini sama-sama."

Freya menatap Tama dengan mata sembab, tapi di balik kesedihannya, ada rasa lega karena tahu bahwa meskipun Tama marah, ia masih ada di sisinya.

Freya mengambil napas panjang, lalu melanjutkan dengan suara yang agak ragu. "Kamu dan Ayu … kalian dekat, ya?"

Pertanyaan itu membuat Tama terkejut sejenak, lalu tanpa diduga, ia malah terkekeh. Tawanya ringan dan santai, seolah pertanyaan Freya adalah sesuatu yang lucu baginya. "Freya, kamu serius tanya itu?"

Freya mengerutkan alis, merasa sedikit jengkel dengan respon Tama. "Aku serius, Tama. Aku lihat kalian akrab banget, dan aku cuma ingin tahu … kalian ada hubungan yang dekat?"

Tama tersenyum lebih lebar dan menggenggam tangan Freya dengan lembut. "Kamu cemburu ya?"

Freya menggeleng cepat, meskipun pipinya memerah. "Bukan cemburu ... aku cuma ingin tahu aja."

Tama tertawa kecil lagi, merasa senang karena Freya menunjukkan sisi rapuhnya. "Freya, aku senang kamu masih peduli sama aku sampai bisa cemburu begitu. Tapi nggak perlu khawatir. Ayu dan aku nggak ada apa-apa. Aku cinta sama kamu, bukan Ayu."

Freya mendongak, menatap mata Tama yang penuh dengan ketulusan. Hatinya terasa lebih tenang, meskipun rasa cemburu yang tadi mengusik kini berubah menjadi rasa lega.

"Aku cuma nggak mau kehilangan kamu, Tama," gumam Freya dengan suara pelan.

Tama mengangguk sambil tersenyum lembut. "Kamu nggak akan kehilangan aku. Aku di sini untuk kamu, selalu."

To be continued......

1
Kas Gpl
terlalu sulit untuk tidak perduliin freya
Kas Gpl
beratkan tama,,,,,
Kas Gpl
paling susah kalo sudah menyangkut keyakinan
Kas Gpl
kyknya buat tama cinta pandangan pertama ya
Kas Gpl
wah mantan gelo itu si rey
Kas Gpl
ada apa dengan freya
Kas Gpl
lanjut, penasaran
Kas Gpl
baru mulai baca, liat dr fb semoga ceritanya menarik
IG: faustinretta: thank you kak❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!