Terjebak Cinta Berondong

Savira baru selesai mandi, hari ini cukup melelahkan. Dia menyalakan televisi, terasa sunyi. Sejak kepergian Kak Mena dan bayinya, maka di rumah ini tidak ada lagi tangisan bayi.

"Shandy kemana si? Katanya mau pergi ke rumah temen, tapi belum pulang sampai sekarang"

Sejak dimana Kak Mena pergi, maka mereka hanya tinggal berdua. Kamar yang dulu ditempati Kak Mena, sekarang ditempati oleh Shandy. Namun tadi sore sejak dia mengantar Savira ke rumah setelah bekerja, dia izin untuk pergi ke rumah temannya. Dan sampai sekarang belum juga pulang.

Savira mencoba menghubunginya, namun Shandy tidak mengangkat teleponnya. Bahkan tidak membalas pesan juga, pesan yang dia kirim bahkan belum terbaca.

"Kemana si nih orang"

Sekarang Savira mulai menyadari jika ternyata dirinya begitu menginginkan Shandy berada disini. Disampingnya dan selalu bersama dengannya. Sungguh sekarang dia sadar jika cintanya memang sudah seutuhnya untuk Shandy.

"Aku jatuh cinta padanya, dan seolah memberikan seluruh hatiku untuknya. Semoga tidak kecewa seperti sebelumnya"

Harapan yang sama, karena dia paling takut kecewa lagi seperti yang pernah dialaminya saat berhubungan dengan mantan kekasihnya dulu. Seharusnya dia tidak meninggalkannya begitu saja, hanya karena alasan ingin mengundur pernikahan karena Savira yang menganggap dirinya harus bertanggung jawab menggantikan Kakak laki-lakinya yang sudah tiada pada istrinya yang sedang hamil. Namun sayang, mantan kekasihnya tidak menerima itu dan malah memutuskan untuk berpisah.

Akhirnya pernikahan batal, dan luka itu benar-benar masih sangat dirasakan oleh Savira. Karena dia tidak pernah ingin untuk melakukan semua ini, jika bukan karena kecelakaan itu terjadi. Pada awalnya Savira mengira pria itu akan mengerti keadaannya, tapi ternyata tidak semua pria bisa memahaminya.

*

Di kediaman Ardigantara terlihat cukup ramai. Beberapa orang penting dan keluarga dekat yang datang. Ini adalah acara yang ditentukan oleh Kakek. Pertunangan Shandy dan Launa.

Meski sudah menolak, namun Shandy tetap harus menghadiri acara ini. Karena memang tidak mudah untuk bisa membantah Kakek.

Sebuah pembukaan diawali dengan sambutan dari Kakek dan Ayahnya Shandy. Sampai pada puncak acara, yaitu pertukaran cincin. Shandy masih cukup tidak tenang. Dia melirik ke kanan dan kiri, tidak menemukan Gilang disana. Sementara memang pria itu yang sedang dia cari.

"Baiklah, waktunya untuk pertukaran cincin. Untuk pasangan bahagia ini, ayo maju ke depan"

Suara pembawa acara, sama sekali tidak di dengar oleh Shandy. Namun, Mama yang menyadarkannya. Mama menyenggol lengan Shandy.

"Cepat ke depan, itu Launa sudah di depan"

Shandy melihat ke arah panggung, dan benar saja jika wanita itu sudah berdiri disana. Dengan tidak tahu malunya, Launa masih berani berada disana dengan senyuman seperti itu. Padahal Shandy sudah mengetahui semuanya.

"Ayo untuk Tuan Muda Ardigantara, silahkan maju ke depan"

Shandy hanya menghembuskan nafas kasar, dia berdiri dan mengancingkan jas. Berjalan ke arah panggung dengan wajah yang datar dan dingin. Dia tidak ingin pertunangan ini terjadi, namun apa bisa dia lakukan ketiak untuk melawan Kakek terlalu berat baginya.

"Wah, benar-benar pasangan yang serasi ya. Mari sekarang kita mulai untuk acara tukar cincin. Shandy dan Launa. Kalian bertekad untuk saling mencintai dan bersama selamanya setelah memasangkan cincin di jari masing-masing. Dengan disaksikan keluarga dan para kerabat, maka disini cinta keduanya dipersatukan"

Panjang lebar pembawa acara berbicara, membuat sebuah rangkaian kata yang indah untuk pasangan ini. Namun, sama sekali tidak terdengar indah bagi Shandy. Apalagi dia yang tak pernah inginkan pertunangan ini.

"Silahkan untuk dimulai dari Tuan Shandy terlebih dahulu. Pasangkan cincinnya di jari manis Nona Launa"

Shandy terdiam melihat kotak cincin yang sudah terbuka yang disodorkan padanya. Tangannya ragu untuk mengambil cincin itu. Dia hanya mampu memejamkan matanya ketika sudah meraih tangan Launa dan siap memasangkan cincin di jari manis gadis itu.

"Karena pewaris utama ARS Coporation adalah kamu. Kak Langga yang malah milih untuk mengurus Perusahaan cabang di Luar Kota. Pada awalnya Papa aku ingin aku menikah dengan Kak Langga, tapi setelah tahu jika kau yang akan menjadi pewaris Perusahaan utama, maka Papa jadi inginkan aku menikah denganmu. Dan aku hanya menurut saja. Dan, sebenarnya Papa sengaja memilih kamu karena keadaanmu itu. Haha.. Asal kau tahu jika Papa tidak pernah setia pada Pak Ketua, karena yang dia inginkan adalah ARS"

Suara yang entah darimana asalnya, tapi itu jelas terdengar di seluruh penjuru ruangan. Shandy yang hampir saja memasukan cincin itu ke jari manis Launa, langsung berhenti seketika. Dia tersenyum tipis karena ternyata sepupunya sudah berhasil melakukan rencana mereka.

Launa sudah sangat takut sekarang, bahkan wajahnya sudah memerah. Selain karena malu, tapi dia juga pasti akan mendapatkan kemarahan besar dari orang tuanya.

"Apa-apaan ini?!" tekan Kakek dengan wajah penuh amarah. Dia menatap Asisten yang sudah lama bekerja bersamanya itu.

"Em, Tuan, dengarkan saya dulu. Ini pasti ada yang fitnah anak saya. Pastinya ini hanya sebuah editan saja agar suaranya mirip dengan Launa. Anak saya tidak mungkin mengatakan hal seperti itu. Ini benar-benar hanya sebuah fitnah"

Shandy berjalan mendekati Kakek dan keluarganya itu. Dia masih menikmati wajah panik Paman Ahsan yang bahkan terus mencoba untuk menjelaskan semuanya pada Kakek.

"Ternyata memilihku hanya karena alasan itu ya, Paman. Ingin aku cepat mati dan akhirnya bisa menguasai Perusahaan dengan mudah?"

Paman Ahsan langsung menatap Shandy, dia benar-benar terlihat panik sekarang. "Tidak Shandy, Paman tidak mungkin berpikiran seperti itu. Ini semua hanya sebuah rekayasa dan editan saja"

Shandy mengangguk saja, namun dengan ekspresi wajah yang mengejek pada Paman Ahsan. "Baiklah, silahkan saja Paman coba jelaskan pada semua orang"

"Suruh semua orang pergi selain keluarga kita dan keluarga dia!" tekan Kakek.

Papa dan Papinya Gilang langsung mengerti atas perintah Kakek. Mereka semua meminta maaf atas kejadian tidak mengenakan ini pada semua tamu yang hadir. Lalu meminta mereka semua untuk pergi dengan alasan harus ada pembicaraan keluarga sekarang.

"Kita semua ke ruang keluarga sekarang!"

Perintah Kakek itu benar-benar tidak akan bisa dibantah lagi, apalagi dengan situasi seperti saat ini. Paman Ahsan juga mengikuti semuanya, meski dia terus merasa marah pada anaknya.

"Kapan hal itu terjadi? Kenapa kau bodoh sekali sampai melakukan ini!" tekan Paman Ahsan pada anaknya.

Launa hanya bisa menunduk, dia juga tidak tahu harus bagaimana sekarang. "Aku juga tidak tahu jika akan seperti ini. Aku tidak sadar malam itu karena mabuk"

"Bodoh!"

Bersambung