seorang anak yang bermimpi untuk menjadi penulis,namun anak itu terus berperang dengan pikirannya hingga dimana bencana waktu membuatnya hidup di tubuh seseorang namun dia hidup di cerita yang dia buat saat menjadi penulis dengan alur penuh kejutan dari takdir yang kosong.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(22) 0991: Mimpi di Bawah Aurora
Mereka akhirnya menemukan tempat untuk tinggal sementara. Kyio menatap uang di kantongnya yang semakin menipis. “Uangku hampir habis,” pikirnya dalam hati, merasa sedikit cemas. Meski begitu, ia tetap menunjukkan kamar yang akan ditempati gadis kecil itu.
Namun, bukannya melihat ke arah tempat tidur, gadis itu malah memperhatikan sebuah bangku goyang tua di sudut ruangan. Dengan langkah pelan, ia duduk di sana, menatap kosong ke arah jendela, seperti makhluk yang kehilangan sinarnya.
“Terima kasih, Kak,” bisik gadis itu pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Kyio, yang terkejut dengan ucapan itu, menghampirinya perlahan.
“Anu ngomong - ngomong, siapa namamu?” Kyio bertanya, mencoba mencairkan suasana yang terasa begitu sunyi. Gadis itu tampak bingung, alisnya berkerut seperti berusaha mengingat sesuatu yang terlupakan.
“Nama? Apa itu nama?” tanya gadis kecil itu, kebingungan yang jelas tergambar di wajahnya.
Kyio menarik napas, mencoba mencari cara untuk menjelaskan. “Hmm... bagaimana ya menjelaskannya... Lihat di atas sana, itu awan,” ucap Kyio sambil membuka jendela, menunjuk ke langit yang dipenuhi awan putih.
Gadis itu menatap awan dengan mata kosong. “Kenapa mereka menamainya awan, padahal itu hanya uap air yang mengapung di udara?” Kyio tersenyum kecil mendengar pertanyaannya.
“Itu nama yang diberikan oleh orang-orang. Entah siapa yang menciptakan nama itu pertama kali, tapi kita semua mengenalnya sebagai awan.
Nama membuat kita bisa menyebut sesuatu dengan lebih mudah,” jelas Kyio.
Mata gadis itu tiba-tiba bersinar, seolah dia mengingat sesuatu. “Namaku... 0990” dia bergumam pelan, suaranya tersendat, seperti sedang mencoba menggapai ingatan yang kabur.
_________________________________________________
Dalam pikirannya, ingatan mulai terbentuk. Dia melihat di sebuah ruangan banyak anak yang terkurung di sebuah laboratorium. Mereka tidak memiliki nama, hanya diberikan kode angka untuk membedakan satu sama lain. Gadis itu ingat dirinya adalah salah satu dari mereka, dengan kode yang tercetak di lengannya 0990.
Karena para anak – anak hanya bisa diam dan terus menuruti apa keinginan peneliti hingga giliran waktunya tiba untuk dirinya menjadi bahan kelinci percobaan.
Di antara mereka, ada satu anak dengan kode 0991, yang sangat berbeda. Anak itu sering menatap bintang-bintang di langit dari balik jendela laboratorium, penuh harapan.
“Aku ingin keluar dari sini,” ucap 0991 suatu hari, tatapannya tak lepas dari langit malam. “Aku ingin melihat bintang-bintang lebih dekat, mungkin bahkan Aurora yang selalu diceritakan di buku-buku.”
“Kenapa kamu ingin keluar?” tanya gadis kecil dengan kode 0990, kebingungan.
0991 tersenyum dengan lebar . “Mungkin karena aku merasa tidak seharusnya di sini. Di luar sana, pasti ada yang lebih dari sekadar dinding dan aturan peneliti. Namaku adalah Yuta. Aku punya mimpi untuk melihat Aurora di langit malam, di luar dinding ini.
“Mimpi?” Gadis 0990 itu memiringkan kepalanya, tak mengerti. “Apa itu mimpi?”
Yuta tertawa kecil. “Mimpi adalah sesuatu yang kamu inginkan dengan segenap hatimu, sesuatu yang ingin kamu capai. Seperti aku ingin keluar dari sini, bukan?”
Gadis itu mengangguk. “Aku tidak punya nama. Bagaimana kalau aku tidak punya mimpi?”
Yuta menatapnya sejenak, lalu tersenyum lembut. “Bagaimana kalau aku panggil kamu Rika? Dan mimpi... itu bukan soal harus besar atau kecil. Mimpi adalah keinginanmu sendiri, sesuatu yang membuatmu terus berjalan, meski orang lain berkata tidak mungkin.”
Perlahan, gadis itu—Rika—mulai merasa hidupnya mendapatkan sinar baru, perlahan ia pun menerima nama itu di dalam pikirannya.
Saat Rika sedang melihat bunga di taman dengan kupu-kupu terbang mengelilingi bunga itu saat Rika menyentuh bunga itu membuat kupu – kupu berada di situ terbang semakin tinggi menuju langit yang sangat sulit di ungkapkan.
Yuta datang untuk menemani hari – hari mereka bermain bersama Meskipun suasananya terkadang terasa sunyi dan menakutkan, Yuta selalu menemukan cara untuk membuat Rika tersenyum.
Memancing ikan di sebuah aquarium besar di laboratorium , Yuta terus di omelin namun wajahnya yang konyol terus meledek para peneliti itu sambil berlari meninggalkan para peneliti itu bersama Rika .
Suatu hari, dia membawakan sebuah lolipop untuk Rika. “Ini, coba rasakan. Manisnya pasti akan membuatmu senang.”
Rika memandang lolipop itu dengan ragu, tetapi perlahan ia mencicipinya. Senyum kecil muncul di wajahnya. “Ini manis sekali,” katanya pelan.
Di satu malam itu, sebelum tidur, Yuta membaca sebuah buku cerita yang ia temukan mereka berdua membacanya “ Judulnya Burung yang Bebas dari Sangkar.” Ketika mereka duduk samping – sampingan menutup setiap halaman buku cerita itu hingga selesai membaca.
Aurora yang sangat ditunggu Yuta muncul—walau hanya sebagian kecil sinarnya terlihat dari balik jendela laboratorium. Meski begitu, cahayanya tetap sangat indah, menghiasi langit malam.
“Rika...” Yuta berbisik penuh harap. “Aku yakin kita bisa keluar dari tempat ini suatu hari nanti. Dan saat itu, kita akan melihat Aurora langit bersama-sama.”
Malam itu terasa hangat, penuh kenangan yang tak terlupakan.
