Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Exposed
Mereka berdua duduk berdua di meja makan. Suatu pemandangan yang sangat langka melihat Andrew menyempatkan dirinya untuk sarapan di pagi hari ini. Bisanya, ia akan langsung berangkat ke kantor alih -alih sarapan.
Di sisi lain, Stella terpaku saat melihat Andrew sarapan di depannya. Segala hal yang dilakukan oleh pria itu, entah mengapa itu sangat menarik perhatiannya, ia seperti tidak ingin melewatkannya barang sedetik pun, karena firasatnya mengatakan bahwa ia tidak akan melihatnya dalam waktu yang sangat lama. Pasti, suatu saat nanti, jika keadaan tengah berubah, mereka benar-benar akan berpisah. Memikirkannya, membuat gadis itu terlihat sedih. Matanya sedikit sembab, untung saja ia berhasil menyembunyikannya dengan sangat baik.
Stella merenung sembari memikirkan banyak hal. Sementara Andrew dengan tenang menghabiskan sarapan. Ia suka melihatnya seperti ini, meskipun mereka saat ini sedang tidak saling bicara. Namun, gadis itu cukup senang. Untungnya, Andrew bisa makan apapun yang dia masak untuknya. Itu sangat mengejutkan. Ia pikir, Andrew adalah tipe orang yang pemilih soal makanan. Nyatanya, tidak seperti itu.
Sembari menghabiskan roti selai alpukat dan segelas susu, Andrew mengangkat kepalanya untuk menatap Stella secara tiba-tiba.
"Mengapa kamu tidak makan?"
Stella tersenyum malu, "Tidak, Andrew ... aku minum susu saja. Omong-omong, apa kamu suka dengan sarapannya?"
"Lumayan ... karena kau yang membuatnya," Andrew menundukkan kepala seraya berujar dengan suara lirih.
Stella tidak tahu harus berkata apa untuk mengekspresikan perasaannya saat ini. Tentu saja ia lega Andrew menyukainya. Namun, bukan itu poinnya.
Stella mengerjapkan mata. Membayangkan bisa hidup seperti ini seumur hidupnya saja ia tidak berani. Namun bayangan itu dengan mudahnya memenuhi imajinasinya saat ini, membuat pipinya memerah. Seandainya ia tinggal bersama Andrew selamanya seperti ini, apakah ia akan juga melihat pria itu setiap pagi seperti ini?
Gadis itu menggelengkan kepala. Tidak mungkin ada hari seperti itu. Stella sangat sadar bahwa hubungan mereka saat ini tidak akan pernah berkembang. Sekeras apapun usahanya, termasuk mengalah dan tutup mata atas semua hal menyakitkan yang pria itu lakukan padanya. Dengan mudah ia lupakan dalam sekejap. Entah ia akan sanggup menghadapinya atau tidak nanti kalau-kalau pria itu menyakitinya lagi. Jika itu orang lain, mungkin mereka akan marah pada Andrew, tapi gadis ini menerima begitu saja. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.
Seperti cuaca yang bisa berubah dalam sekejap, suasana hatinya pun demikian. Gadis itu tiba-tiba sedikit merasa murung saat memikirkannya. Hingga tanpa sadar, Andrew sudah selesai menghabiskan sarapannya.
"Aku akan pulang agak terlambat nanti. Jika kamu keberatan, aku akan menyuruh orang untuk mengantar ponselmu ke sini, atau kau ingin mengambilnya sendiri di kantorku?"
"Bagaimana jika orang-orang tahu kita ...."
"Mereka semua sudah tahu, untuk apa khawatir? Jika kau begitu ingin mengambil ponselmu, datanglah sendiri ke kantor," jawab Andrew sembari mengelap bibirnya dengan saputangan persegi.
"Tidak, kurasa aku akan menunggumu saja. Tidak masalah."
"Kau yakin?"
Stella menganggukkan kepala.
Aku hanya ingin kau sendiri yang mengembalikannya, Andrew ... setidaknya nanti aku bisa melihat apakah kau sedikit menyesal atau tidak atas apa yang kau lakukan padaku selama ini ....
~*~
Besok lusa adalah waktu pameran di galeri seni ibu kota. Para mahasiswa kesenian di universitas tempat Stella belajar diberikan kesempatan untuk memamerkan karya mahasiswa di sana. Sangat langka kesempatan itu ada. Mahasiswa tahun lalu saja hanya bisa menyewa sebuah galeri yang tidak begitu besar dan bergengsi. Namun, kali ini atas rekomendasi Isabella Adams mereka bisa melakukannya.
Ah, lagi-lagi wanita itu ...
Stella menghela napas. Di saat mahasiswa lain terlihat antusias, Stella justru terlihat sebaliknya. Tentu saja apa yang terjadi pada dirinya dan Isabella beberapa hari yang lalu, itu membuat mentalnya benar-benar rusak.
Jauhi Andrew, dasar gadis tidak tahu diri! Beraninya kau menyaingi diriku?! Memangnya kau ini siapa?
Stella menundukkan kepala, ia tidak memperhatikan ucapan Bu Warren dengan baik yang sedang menerangkan sesuatu di depan.
Sebaiknya kau menyerah saja. Karena cepat atau lambat, kami pasti akan segera bertunangan. Itu adalah kesepakatan di antara keluarga kami.
"Stella, kau kenapa?"
"Hah?" Stella tersadar dari lamunannya. Sesaat kemudian ia bertanya, "mengapa Bu Warren cepat sekali?" Ia sudah tidak melihatnya di dalam kelas.
Alisha menghela napas. "Tentu saja karena sedari tadi kau terus saja melamun. Sebenarnya ada apa denganmu? Apa ada masalah?" Alisha mengerutkan keningnya, khawatir. Sebenarnya ia sudah curiga semenjak kedatangan gadis itu di kampus setelah absen selama hampir seminggu. Sebenarnya ia sangat ingin bertanya padanya, kemana gadis itu pergi selama ini? Bahkan Sean selalu menghubunginya karena itu. Yang berbeda dari hari-hari sebelumnya adalah, gadis itu pergi ke kampus menggunakan mobil. Mobil itu adalah mobil yang sama yang pernah ia lihat dulu di depan toko buku.
"Aku hanya merasa sedikit tidak enak badan. Ah, benar juga! Bagaimana jika setelah ini kita pergi mencari makan? Kudengar ada rumah makan yang baru buka di gang?"
"Kau ingin mengalihkan pembicaraan? Kau tahu, Sean mencarimu selama ini. Apa kau sudah menghubunginya? Dia bilang padaku ponselmu tidak aktif, saat aku mencoba menghubungimu juga, ponselmu juga tidak aktif. Dan Sean bilang padaku kau tidak ada di rumah ...," Alisha memegang kedua pundaknya, ia menatap gadis itu dalam-dalam, "jadi, katakan padaku yang sebenarnya, apa ada hal buruk yang terjadi padamu? Stella ... aku akan sangat kecewa padamu jika kamu tidak ingin memberitahuku."
Mata Stella membola, melihat kesungguhan di dalam matanya, membuat gadis itu tidak bisa menolak.
"Maaf, Alisha ...," Stella menundukkan kepala, "sebagai gantinya, kau boleh bertanya padaku apapun, namun untuk saat ini aku tidak bisa memberitahumu semuanya."
~*~
"Apa?! Jadi kau sudah punya pacar?"
Stella menganggukkan kepala. Saat ini, mereka berdua ada di tempat tinggal milik Alisha. Memang tidak besar, namun sangat nyaman untuk ditinggali.
"Apa mobil yang kulihat tadi pagi itu adalah milik pacarmu?"
Stella menganggukkan kepalanya kembali.
"Eehhh? Luar biasa! Pacarmu pasti sangat kaya!"
Alisha kembali membuka bungkus Snack ke-tiganya. Saat ini, mereka berdua sedang duduk di atas ranjang di kamarnya. Bantal dan selimutnya entah sudah hilang kemana dan digantikan oleh berbagai macam makanan ringan.
"Jadi siapa dia? Apa dia mahasiswa di universitas lain? Dan bagaimana kalian bisa bertemu?"
"Dia sudah lama lulus. Dia adalah kakak kelasku dulu waktu di sekolah menengah atas."
Alisha terbengong-bengong. Ini sungguh di luar dugaannya.
"Argh, aku jadi semakin penasaran. Itu artinya kalian sudah lama berkencan? Tunggu sebentar, jika benar begitu mengapa aku tidak pernah melihatmu pergi bersama pacarmu, itu aneh!" gumam Alisha.
"Dia sangat sibuk, Alisha...."
Stella tidak tahu itu adalah sebuah kebohongan atau kejujuran. Pada kenyataannya, mereka tidak pernah berkencan karena Andrew sendiri sangat jarang memiliki inisiatif untuk dirinya. Kecuali makan malam di pinggir lautan waktu itu ... pada saat itu, pria itu mengajaknya makan karena hubungan mereka sedang renggang.
"Sebentar, apa kemarin kau menghilang karena tinggal di rumah pacarmu?"
"Iya, itu benar ... maaf sudah membuatmu khawatir,"
"Tidak, hanya saja bagaimana dengan Sean? Sepertinya pria itu menyukaimu."
"Tenang saja, dia sudah lama tahu aku berkencan dengan And– Ah, maksudku dengannya, haha!" Stella mencomot sebuah chips kentang, kemudian ia berpura-pura menonton televisi yang entah sedang menampilkan acara apa.
Alisha mengerutkan kening. Temannya yang satu ini bahkan tidak ingin memberitahu nama pria itu padanya. Entah kenapa, ia merasa ada masalah antara Stella dengan pria itu. Terlebih lagi, jika pacarnya saja adalah orang kaya, mengapa gadis itu harus repot-repot pergi kerja sambilan? Bukankah kebanyakan orang akan bergantung pada pasangannya? Apalagi hubungan mereka sudah terjalin cukup lama.
...CHAPTER END...
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/