Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 Kencan pertama
Sesuai janji, hari ini Kai menjemput Aya membawanya jalan jalan keliling kota Jakarta. Dan tempat pertama yang mereka kunjungi restoran jepang yang terkenal sering dikunjungi pasangan yang ingin mencari tempat yang romantis.
Disinilah Aya dan Kai saat ini. Duduk berhadapan sambil menunggu pesanan mereka datang.
"Kamu suka gak tempat ini?" tanya Kai.
"Gak terlalu suka. Lebih tepatnya sih sudah bosan dengan tempat ini."
"Apa? Bosan... memangnya kamu sering ke sini?"
"Gak sering juga sih, adalah tiga atau empat kali datang ke sini."
"Sama siapa?"
"Mas Elang."
"Apa?!" mata Kai melotot lebar seakan hendak keluar dari tempatnya, sedangkan Aya malah tersenyum geli.
"Kamu pernah dekat sama Elang?"
"Gak."
"Terus ngapain datang ke sini sama dia!" teriak Kai yang terlihat kelas sedang cemburu.
"Ya, karena Mentari yang ngajak."
Mata melotot itu berkedip setelah mendengar jawaban Aya.
"Maksudnya, kamu datang ke sini bersama Elang dan Mentari?"
"Iya lah. Gak mungkin juga aku datang ke tempat ini sendirian."
Kai tersenyum lega. Senyuman itu juga dilihat oleh Aya yang membuatnya lega, karena wajah berapi api beberapa saat lalu itu, kini telah kembali sejuk dan menggemaskan.
"Mas Kai!" Sapa seorang wanita cantik, berpakaian modis yang sangat pas ditubuhnya.
Suara itu membuat Kai dan Aya menoleh serentak.
"Hei, Dea." Sambut Kai ramah.
Mereka berpelukan dan melakukan cipika cipiki. Sementara Aya memandangi mereka dengan tatapan biasa saja.
"Udah lama ya di Jakarta?"
"Hampir sebulan. Tapi aku gak punya banyak waktu sampai gak sempat buat ketemu kamu mas."
"Ya sama, aku juga sibuk."
"Ya udah kalau gitu kapan kapan kita makan bareng, gimana?" tanya Dea yang membuat Kai menoleh pada Aya yang malah mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Emmm, liat nanti deh."
"Oke. Kalau gitu aku duluan ya mas. Ada urusan."
"Iya."
"Bye..."
Kai membalas lambaian tangan Dea sebentar, lalu dia kembali menatap Aya.
"Cantik. Cocok sama mas Kai." celetuk Aya.
"Hei, gak gitu ya. Dea itu teman kuliahku dulu. Dan kita gak pernah ada hubungan apapun kok, hanya berteman saja." tutur Kai menjelaskan, dia takut Aya salah paham.
"Ya gak apa apa juga, dari teman lama lama jadi deman."
"Gak Ay. Aku kan demannya sama kamu." Ungkap Kai dengan suara lembutnya.
"Gombal. Aku tau ya mas Kai suka gonta ganti cewek."
"Itu dulu Ay, sebelum aku kenal kamu."
"Bohong!"
"Iya iya, sekali doang. Itu pun gagal."
"Gak percaya."
"Aku serius Ay. Setelah malam itu, aku memang pernah mencoba tiga kali dengan cewek yang berbeda, tapi gak berhasil, karena aku sudah jatuh hati sama kamu, Cahaya."
Mendengar penuturan Kai dengan raut wajah seriusnya itu membuat Aya tersentuh. Dia bahkan saat ini mencoba menahan senyumannya.
"Aku gak bohong, Ay. Aku berani sumpah." meraih tangan Aya dan menggengamnya.
"Ay, percayalah. Aku gak bohong."
"Mmm." angguk Aya pelan yang membuat Kai tersenyum senang.
Selesai makan, Kai mengajak Aya ke mall. Mau tidak mau Aya pun ikut saja, karena percuma juga menolak, Kai akan terus memaksanya.
"Ay, kamu mau beli apa?" tanya Kai saat mereka sudah berada di mall.
"Gak ada."
"Ayolah, Ay. Beli sesuatu, aku yang bayar."
"Gak ada yang mau aku beli kok."
Kai menghentikan langkahnya, menatap wajah Aya yang tampak tidak begitu nyaman.
"Kamu kenapa Ay, kamu sakit?" Kai hendak menyentuh keningnya, tapi dengan cepat Aya melangkah mundur.
"Aku gak apa apa kok."
"Tapi, kamu seperti..."
"Aku hanya lagi kepikiran tugas yang belum selesai." jawabnya kesal.
"Mikir tugas?"
"Iya. Mas Kai pasti tau kan aku mahasiswa. Tugasku banyak dan harus segera diselesaikan."
Huh!
Kai meraih tangan Aya, lalu ditariknya agar mendekat padanya.
"Mas lepas!"
"Kenapa?"
"Malu dilihat orang."
"Biarin aja. Aku suka, aku gak peduli sama tatapan orang lain." melingkarkan satu lengannya di pinggang Aya.
"Kencan pertama kita hari ini berakhir seperti ini saja dulu. Aku akan mengantar kamu pulang." Bisiknya.
"Aku bisa pulang sendiri kok."
"Gak akan aku biarkan, Cahaya."
Kai merangkul Aya melangkah meninggalkan mall untuk mengantarkan gadis itu pulang.
Tidak berapa lama, mereka tiba di kontrakan Aya. Namun, Aya merasa tidak enak hati saat memasuki lobi gedung kontrakannya. Madam Yuni sepertinya sedang bergosip tentang dirinya dengan teman temannya.
"Eh Cahaya, sudah pulang nih dari kencannya." sapa madam Yuni ramah yang disenyumi saja oleh Aya.
"Permisi madam." pamit Kai sebelum melangkah mengikuti Aya yang sudah mulai menaiki tangga.
"Wah Cahaya benar benar beruntung ya jeng. Lama menjomblo dapat milyader."
"Iya jeng. Kemarin waktu Aya sakit, mas Kai nginap loh untuk merawatnya."
"Wah wah, beruntung banget ya jeng."
Gosip mereka terus berlanjut, sedangkan Aya sudah tiba di depan kontrakannya.
"Kenapa mas Kai ikut kesini sih!" teriak Aya marah.
"Loh kan aku ngantar kamu pulang, Ay."
"Aku gak suka. Lihat tadi di bawah, mereka menggosipkan kita."
"Biarin aja. Aku gak keberatan dan gak terganggu juga."
"Aku yang keberatan."
"Kenapa? Bukankah mereka benar, kamu beruntung memiliki pria tampan, baik hati dan kaya raya sepertiku yang siap sedia merawat saat kamu sakit sekalipun."
Huh!
Cahaya hanya bisa menghela napas kasar, lalu dia segera membuka pintu rumahnya dan masuk. Kai pun ikut masuk.
"Kamu gak melarang aku masuk nih?" tanya Kai sambil melepas sepatunya.
"Percuma. Semakin dilarang mas Kai semakin menjadi."
"Ya itu karena aku ingin selalu berada disamping kamu Ay. Aku gak bisa jauh dari kamu."
"Terserah."
Aya meletakkan sling bag nya, lalu dia duduk du kursi jahitnya dan mulai mengerjakan tugasnya.
"Ada yang bisa aku bantu?" Kai mendekat.
"Mas Kai duduk diam saja, itu sudah sangat membantuku."
"Ya udah, aku diam saja."
Kai menarik kursi lain mendekati Aya. Dia duduk disamping Aya sambil merebahkan kepalanya di pundak Aya.
"Mas Kai, aku lagi kerja. Jangan ganggu. Atau mas Kai pulang saja sana!" usir Aya kesal.
Kai cemberut, tapi kemudian dia malah mencium pundak Aya. "Kamu wangi banget Ay." bisiknya dengan suara serak yang khasnya itu.
"Mas Kai! Jangan ganggu." teriak Aya sambil mendorong Kai menjauh darinya.
"Aku harus menyelesaikan baju ini segera. Besok sudah harus dikumpulkan." celotehnya tanpa memperhatikan raut wajah cemberut Kai.
"Ya udah kalau gitu aku tidur aja."
"Tidur aja sana."
Kai pun masuk ke kamar Aya, melepas kemejanya meninggalkan singletnya dan celana boksernya saja, lalu dia berbaring nyaman di kasur itu dan mulai terlelap.
Sedangkan Aya, dia tidak bisa fokus menjahit. Seluruh tubuhnya merinding sejak Kai mencium pundaknya dan berbisik dengan suara seraknya yang khas itu.
"Aya... kamu benar benar sudah gila!" rutuknya pada dirinya sendiri.
"Aku harus fokus. Berhenti memikirkan hal hal aneh itu..." celotehnya sambil melanjutkan pekerjaannya.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪