NovelToon NovelToon
Danyang Wilangan

Danyang Wilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Mata Batin / Roh Supernatural
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: neulps

RONDHO KANTHIL SEASON 2

4 tahun setelah tragedi yang menjadikan Desa Wilangan tak berpenghuni. Hanum masuk usia puber dan kemampuan spesialnya bangkit. Ia mampu melihat kejadian nyata melalui mimpi. Hingga mengarah pada pembalasan dendam terhadap beberapa mantan warga desa yang kini menikmati hidup di kota.
Hanum nyaris bunuh diri karena setiap kengerian membuatnya frustrasi. Namun seseorang datang dan meyakinkannya,
“Jangan takut, Hanum. Kamu tidak sendirian.”

CERITA FIKTIF INI SEPENUHNYA HASIL IMAJINASI SAYA TANPA MENJIPLAK KARYA ORANG LAIN.
Selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neulps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tumbal Gagal

Hanum membuka mata dengan susah payah. Pandangannya kabur. Kepala terasa pening dengan sisa nyeri di tengkuknya. Suara yang samar ia dengar adalah embusan napas tersengal seseorang. Dan suara langkah kaki beberapa orang yang disertai obrolan.

“Ergh!” erang suara yang bukan milik Hanum. Seketika Hanum tersadar bahwa dirinya sedang mimpi merasuk lagi. Kinar, yang suaranya masih Hanum hafal. Hanum mengernyit. Baru kali ini dirinya merasuki orang yang sama sampai dua kali. Mungkinkah karena Kinar masih hidup meski dirinya telah kembali dari mimpi?

“Mbak?” bisik suara kecil anak laki-laki. “Mbak Kinar, kamu udah bangun?” bisiknya lagi dengan suara bergetar.

Hanum menoleh ke samping kiri. Tampak seorang anak laki-laki berbaju kumal dengan wajah sembab sedang menatapnya penuh kekhawatiran. Anak itu langsung mendekap erat lengan kiri Hanum dan membenamkan wajah basah penuh keringat bercampur air mata di sana. Hanum bisa merasakan dengan jelas tubuh gemetaran anak itu.

“Iya...” jawab Hanum sekenanya. Hanum mengedar pandang. Dilihatnya sekeliling dengan jelas kali ini. Ia berada di sebuah ruangan dengan cahaya lampu temaram. Barang-barang rusak berserakan. Hanum yakin tempat itu adalah gudang. Dan hal yang membuat Hanum terhenyak adalah beberapa benda yang ia yakini sebagai alat penyiksaan. Melihat kondisi Kinar dan anak kecil di sampingnya yang sedang ketakutan, Hanum yakin dua orang itu sedang kesulitan.

“Njenengan tenang saja. Anak-anak ini akan saya urus sampai beres pokoknya,” ujar suara laki-laki yang ada di luar gudang.

Hanum membelalak. Ia menatap anak kecil yang makin mendekapnya dengan erat. Hanum ingin bertanya pada bocah itu mengenai hal yang sedang terjadi. Tapi si bocah laki-laki malah menangis saat pintu dibuka. Hanum langsung mengalihkan pandangannya ke sana.

“Kamu udah bangun, Nduk?”

Hanum terkejut bukan main. Pria yang sedang melangkah masuk ke gudang itu merupakan pelaku pembunuhan pertama yang Hanum mimpikan. Sontak napas Hanum berat, dadanya sesak. Antara takut karena trauma sekaligus marah luar biasa yang saat ini menguasai dirinya.

Langkah demi langkah pria bejat itu memunculkan ide dalam otak cerdas Hanum. Yakin bahwa keberuntungan berpihak padanya kali ini melihat ruangan itu dipenuhi senjata dan dirinya yang bisa beladiri. Tapi Hanum coba mengendalikan emosi karena Mahesa pernah mewanti-wanti dirinya untuk memikirkan konsekuensi jika sampai hilang kendali.

“Tatapan matamu berubah,” ucap si pria sambil berjongkok di hadapan Hanum. Ditariknya dagu gadis berwajah pucat itu lalu ditolehkan ke kanan dan ke kiri. “Tadi kamu berontak. Sekarang kamu berubah pikiran mau sama saya, kan?”

CUH!!

Hanum meludahi wajah sawo matang pria itu. Hanum melotot nyalang. Si pria tak kalah sangar menatap Hanum dengan tajam. “Kurang ajar!” Disentakkannya wajah Hanum hingga tersungkur.

“Mbak Kinar!” jerit bocah laki-laki yang langsung memeluk Hanum lagi lalu menangis histeris hingga badannya berguncang.

“Saya nggak perlu sesajen untuk ritual malam ini,” ujar si pria seraya melepaskan ikat pinggang. “Lumayan, kali ini dapat dua tumbal.” Ia melangkah ke tempat Hanum lalu mengayunkan belt-nya sebagai cambuk ke arah si bocah laki-laki.

Tangan Hanum lebih gesit menangkap cambukan. Ditariknya ikat pinggang itu sambil berusaha berdiri. Si pria berang. “Kamu mau melawan saya?!”

“IYA!!” teriak Hanum dengan suara Kinar. Tak buang waktu, Hanum menarik lagi ikat pinggang itu hingga si pria limbung. Pria itu tampak membelalak kaget karena gadis itu ternyata cukup bertenaga.

Mengambil kesempatan di saat pria itu lengah, Hanum dengan cepat menendang paha dan perut si pria. Sontak suara jerit kesakitan bercampur umpatan menggema memenuhi ruangan. Hanum belum puas. Disambarnya martil yang tersaji di meja dan hendak dipukulkannya. Tapi pria itu berhasil menangkap tangan Hanum dan mencengkeram dengan erat.

“Eergh!” erang Hanum. Ia merasa pergelangan tangan kanan Kinar seolah akan patah karena pria itu mencengkeram kuat dan tanpa ampun. Tangan kiri bebas, Hanum menusukkan jemarinya yang merapat tepat di bawah jakun. Siku terlipat, Hanum sodokkan pada ulu hati. Lutut tertekuk, ia tendangkan ke kemaluan pria itu dengan kuat.

Cengkeraman di tangan Hanum terlepas. Hanum menampar pipi lawannya beberapa kali. Jerit kesakitan kembali mengganggu pendengaran. Hanum meraih ikat pinggang yang tergeletak di lantai lalu mengikatkannya pada tangan pria itu. Tak cukup sampai di situ, Hanum mengambil gulungan tali tambang yang teronggok di pojokan lalu mengikatkannya di leher si pria yang masih menjerit kesakitan.

“Mbak Kinar!” teriak si bocah laki-laki.

Hanum sontak menoleh. Dilihatnya bocah itu tampak ketakutan melihat dirinya bertindak brutal. Hanum pun tersadar. Lalu menarik tali di leher si pria dengan pelan. Ia hanya akan menyiksa pria bejat itu secukupnya lalu menyerahkannya pada pihak berwajib yang selama ini mencarinya ke mana-mana.

“Mau kamu apakan aku? Siapa yang nyuruh kamu? Dan buat apa?” tanya Hanum dengan sangar.

“Eergh—keekh—egh!”

“Jawab!”

Melihat mata pria itu melotot aneh, Hanum buru-buru mengendurkan tarikannya. “Kubilang jawab!”

Si pria sedikit bisa bernapas lega. “Kamu—calon korban—nggak perlu tahu—”

Hanum geram. Ditariknya lagi tali yang melilit leher pria itu. “Aku perintahkan kamu untuk menjawab sejujurnya!” bentaknya.

“Aargh! Keergh—” Pria itu kembali melotot nyaris hilang kesadaran. “P—Pak...” ucapnya, “ohok! Kegh—Pak... Muki... yang—nyuruh saya—”

“Pak Muki? Itu siapa?!”

Namun belum sempat mendapat jawaban, pria itu keburu pingsan. Hanum kelabakan. Ia lepas tali itu dari leher si pria yang tergeletak tak berdaya.

“Mbak Kinar, ayo kabur, Mbak!”

Hanum tersentak. Ia berjingkat mendekati si bocah. “Kamu tahu Pak Muki?” tanya Hanum. Bocah itu mengangguk sambil terisak. “Pak Muki kan kepala panti asuhan kita. Masa Mbak Kinar lupa?”

Hanum membelalak. Amarahnya kian terpantik karena fakta kepala panti yang hendak menumbalkan anak asuhnya sendiri. Ia lalu menoleh ke arah pria yang tak sadarkan diri di lantai.

“Kamu kenal orang jahat itu?” tunjuk Hanum. Si bocah lagi-lagi mengangguk. “Dia tukang bersih-bersih baru di panti.”

“Mbak, ayo kita lari! Aku ndak mau dipukuli lagi,” rengek si bocah laki-laki.

Hanum sempat bingung bagaimana caranya menyeret pria bejat itu ke kantor polisi sebelum siuman. Tapi ia tak ambil pusing daripada membuang waktu, disambarnya tas ransel yang tergeletak di meja lalu memasukkan ikat pinggang, martil, dan tali tambang ke dalamnya. Ia harus menghilangkan benda-benda yang terdapat sidik jari Kinar di sana supaya tak terlacak polisi jika menemukan pria itu nanti.

Sejurus kemudian, Hanum menarik tangan si bocah yang diyakininya sebagai adik Kinar menuju luar gudang. Celingukan sebentar. Sebisa mungkin mereka harus bisa kabur tanpa ketahuan. Urusan pria itu bisa dilanjutkan saat Kinar dan adiknya sudah aman. Nanti ia harus meyakinkan Kinar untuk menjadi saksi di persidangan.

Namun usaha kabur itu tak selancar angan-angan. Pasalnya, ada beberapa pria yang berjaga di salah satu sudut halaman. Bahkan salah satu di antaranya tampak mengernyitkan alis saat berbicara sambil menunjuk ke arah Hanum berada.

Benar saja, pria-pria itu tak sengaja bertemu pandang dengan Hanum yang sedang mengintip mereka dari balik semak-semak bunga. Hanum segera menarik tangan si bocah untuk lari dari sana.

“Kenapa dia keluar?”

“KEJAR!!”

Hanum tak bisa berlari dengan bebas karena menyesuaikan dengan kecepatan lari si bocah. Tanpa pikir panjang, ia angkat badan mungil bocah itu ke gendongan lalu berlari cepat ke arah belakang. Berharap tak ada pagar tembok yang mengelilingi halaman belakang secara penuh seperti panti asuhan Taufan.

Beruntung kali ini sesuai ekspektasi. Hanum melihat pintu pagar sempit yang berada di sudut kanan halaman belakang. Bahkan pagar itu tampak tak terkunci. Namun suara derap lari para pria yang mengejarnya terdengar sudah dekat. Tangan kanan Hanum terulur. Selangkah terakhir, Hanum membuka pintu pagar karatan itu lalu melompat keluar.

“Aaakh!” teriak Hanum. Ia kesal karena ada yang berhasil menarik tas ranselnya dari belakang hingga langkah kakinya terhenti. Dengan cepat diturunkannya si adik lalu memutar badan. Ia lepas tas ranselnya kemudian menendang perut pria yang berhasil menangkap tasnya tadi. Pria itu terjerembab. Hanum melihat rekan-rekannya mendekat. Tanpa buang waktu, Hanum menggendong adiknya yang sedang menangis ke punggung.

“IREEENG!” teriak Hanum sekencang-kencangnya.

Sedetik kemudian asap hitam melayang-layang. Sosok hitam dengan kulit terkelupas dan berbau amis busuk yang selama ini terus bergentayangan di sekitar Hanum tiba-tiba muncul. Sontak para pria yang sudah tiba di dekat pintu pagar menjerit ketakutan. Beberapa tunggang langgang, ada yang membeku lalu mengompol, bahkan dua lainnya sampai pingsan.

Hanum belum bisa lega. Ia melanjutkan pelariannya. Menyusuri jalan aspal sempit yang diapit lahan-lahan kosong dan parit. Dadanya mulai sesak oleh napas yang terasa panas dan tersendat. Kaki yang mulai lelah dan berat dipaksanya terus berlari. Panti asuhan Taufan adalah tujuannya saat ini.

Adik Kinar masih menangis dengan kencang. Hanum kalut. Ia takut tangisan itu terdengar oleh orang hingga bisa ditemukan oleh para pengejar. “Adek, udah diem, ya. Kalo nangis terus nanti kita ditangkep, lho!” ancamnya.

Adik Kinar langsung menelan tangisannya meski masih menyisakan sesenggukan pelan. Dan masalah baru muncul saat satu masalah selesai. Yaitu Hanum tak mengenal tempat dirinya saat ini berpijak. Tak ada bekal apa pun yang ia bawa.

Bagaimana cara menuju Panti Asuhan Satya secepatnya?

1
Ali B.U
ngeri,!
lanjut kak
Andini Marlang
Ini lebih menenangkan 🥴🥴🥴🥴🥴
Bukan teror aja tapi ktmu org2 psikopat langsung 😔
Lyvia
lagi thor
Ali B.U
next
Andini Marlang: Alhamdulillah selalu ada Pakdhe Abu ... Barakallahu fiik 🌺
total 1 replies
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
lanjut
n e u l: siap pak /Determined/
total 1 replies
Andini Marlang
makin seru ...💙💙💙💙💙

apa kabar ka ..... insyaa Allah selalu sehat juga sukses karya2 nya 🌺 🤲aamiin ......
Andini Marlang: Alhamdulillah sae .....🌺

sami2 .... Barakallahu fiik 💙
n e u l: alhamdulillah
apa kabar juga bund?
aamiin aamiin 🤲 matur suwun setia mengikuti karya ini ☺️
total 2 replies
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
n e u l: sami-sami /Joyful/
total 1 replies
Ahmad Abid
lanjut thor... bagus banget ceritanya/Drool/
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
reska jaa
wahhh.. masih sempat up.. thank you👌
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Yulia Lia
lanjut thoor
reska jaa
bagus cerita muu thour.. di lanjut 🥳🥳
n e u l: terima kasih /Pray/ siapp /Good//Smile/
total 1 replies
Lyvia
suwu thor u/ upnya, matrehat
n e u l: sami-sami /Pray/ matur suwun juga terus mengikuti
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!