Mempunyai Hubungan Toxic dengan suaminya merupakan hal biasa bagi Sara, hal itu sudah wajar jadi ia tak terlalu peduli. Leo sang mafia agresif namun sangat menyayangi istrinya masih saja ia tenggelam dengan obsesi masa kecilnya selain obsesi cintanya pada Sara. Kehidupan yang awalnya seperti biasanya berubah menjadi aneh saat Sara mendapatkan tranplantasi jantung oleh seseorang yang tak di ketahuinya. Di balik pernikahannya yang kembali berjalan lancar setelah Sara sembuh, Sara mulai mendapati sisi gelap suaminya karena kepekaannya yang kuat sejak menerima transplantasi jantung. Hal itu membuat Sara menjadi takut pada suaminya, sebenarnya apa sisi gelap dari Leo hingga membuat Sara takut setelah mengetahuinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilah Daisy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membalas Hinaan
Tepat jam 3 subuh lewat 20 menit Sara tertidur di tengah-tengah kegiatan mereka.
Entahlah, apakah Sara memang tertidur atau karena lelah hingga pingsan.
Meski belum puas, Leo menyudahi aksinya itu saat melihat sang istri yang benar-benar sudah lemas.
" Tidurlah baby." Ia mencium kening Sara. " Aku harus pergi dulu."
Ia lalu memakai celana piyamanya dan juga handuk kimononya. Leo juga lalu mengambil sebatang rokok lalu pergi dari sana.
Setelah beberapa lama Leo pergi, Sara terbangun karena haus.
" Astaga bokong aku sakit banget njir... Aku haus, mana airnya? Ckk yang benar saja, kenapa ini tidak di isi sih. Leo... Mana tu anak?" Sara melihat kesana kemari.
Karena tak melihat titik keberadaan Leo, Sara pun mengambil teko airnya dan turun ke dapur untuk mengambil air.
Sesampainya ia di sana, ia mengambil air dingin di kulkas dan meminumnya hingga habis.
" Ckk, Leo benar-benar ya, ah aku sangat lelah. Melayani Leo lebih berat daripada pekerjaan ku sendiri, aww sakit..."
Melihat ada sesuatu yang aneh di tempat sampah, Sara yang juga memang penasaran langsung mngereok tempat sampah itu dan mengambil benda itu.
Ia terus memerhatikannya tempat yang berbentuk kecil mungil itu. Karena semakin penasaran benda apa itu, Sara pun membawanya naik ke atas.
xxxxxxxxxxx
Sara melihat ke sana kemari dan tiba-tiba seseorang datang dari belakang dan menutupi matanya.
" Leo?" Ucapnya tersenyum. " Itu kamu kan?"
" Kok kamu tahu?"
Sara lalu berbalik dan kembali tersenyum lebar. " Dari bau parfum kamu. Ayo makan dulu." Sara memperlihatkan mie instan yang telah ia suguhkan tadi.
" Mis instan? Kamu makan mie instan gitu?"
" Iya." Angguk Sara. " Memangnya kenapa? Ini enak kok."
" Nggak apa-apa sih, cuma kalo kamu makan mie instan terus, kamu bisa kecapean. Stamina kamu akan berkurang."
" Ya nggak apa-apa juga kali, sekali-kali." Sara begitu lahap memakannya. " Omong-omong tadi malam kamu kemana?"
" Tadi malam?"
" Iya, aku bangun jam 3 subuh dan kamu udah nggak ada. Kamu kemana emangnya?"
" Nggak kemana-mana kok. Aku cuma..."
" Kamu nggak mau makan?"
" Aku mau makan kok."
Mereka kini tengah makan bersama di taman rumah dengan para pengawal juga pelayan yang berdiri di setiap sisi taman.
" Kamu kok nggak makan sih? Makan lah, sebelum dingin. Nanti rasanya nggak enak." Ucap Sara. " Kenapa? Kamu nggak suka?"
" Nggak gitu, aku mau makan kok. Cuma aku tunggu dingin dulu. Aku nggak bisa makan panas."
" Hmm, kamu aneh banget sih hari ini. Kek orang linglung gitu. Kamu nggak apa-apa kan?"
" Nggak kok. Aku baik-baik aja." Ucapnya tersenyum.
" Padahal ini di makan saat panas."
' Gue kok ngerasa bersalah kek gini ya? Nggak baik terus nyembuyiin ini dari dia. Tapi... Dia bisa Nerima gue sebagai kriminal yang melakukan penipuan. Tapi ngebunuh orang... Dia pasti benci banget sama gue jika dia tahu. Bisa bahaya juga kalo dia yang tahu sendiri. Ckkk, kepala gue sakit banget njink.' batin Leo.
" Leo?" Leo," panggil Sara namun Leo tak menjawab. " Leo?"
" Ha?"
" Kamu kenapa sih? Kamu baik-baik aja kan? Kepala kamu sakit?"
" Nggak."
" Terus kamu ngapain diam?"
" Anu..."
" Nyonya ini jus anggur dinginnya." Ucap pelayan itu menaruh minuman itu di meja.
" Jus anggur dengan mie instan?" Tanya Sara heran. " Emang itu bagus?"
" Nyonya kan tadi suruh saya bikin jus anggur."
" Aku? Kapan?" Sara menggaruk-garuk kepalanya. " Mungkin iya ya. Terus aja di situ."
" Baik nyonya."
Pelayan itu hendak pergi namun Sara tiba-tiba menahan tangannya disertai senyuman miringnya membuat pelayan itu tentu heran.
" Ada apa nyonya?"
" Tunggulah sebentar lagi."
" Apa ada yang ingin nyonya suruh kan lagi?"
" Iya, ada 1 lagi."
" Apa itu?"
" Minumlah ini." Sara memberikan jus anggurnya. " Minumlah ini dulu."
" Ha?"
" Tidak apa-apa, aku cuma ngetes ini. Takutnya seperti pelayan sebelumnya."
" Ah baik nyonya." Pelayan itu tersenyum. " Kalo gitu saya kembali dulu untuk mengambil lainnya..."
" Nggak nggak. Kamu minum ini aja."
" Tapi nyonya..."
" Kamu nggak usah takut jika nggak apa-apa di sini kan? Minumlah, jika kamu emang nggak beri apa-apa di sini minum dong."
Pelayan itu lantas tersenyum dan hanya menurut lalu meminum jus anggur itu.
Setelah meminum jus itu, tak ada reaksi apapun dari pelayan itu hingga membuat semuanya menjadi lega.
Melihat semuanya baik-baik saja, Leo pun lantas ingin meminumnya karena merasa haus. Namun Sara kembali menghentikannya.
" Tunggu dulu."
" Apa lagi sih sayang? Aku haus nih."
" Ih tunggu bentar kenapasih." Sara terus menatap mata pelayan itu. ' Lihat matanya mulai memerah, jika gue nggak salah sebentar lagi lidahnya bakal mati rasa. Beraninya dia, nggak ada kapok-kpoknya njir.' batin Sara.
Dan benar saja, pelayan itu mulai oleng dan jatuh hingga kejang-kejang di tanah membuat semua orang panik.
Buih putih pun juga keluar dari mulutnya, dengan mata yang masih terbuka pelayan itu meninggal karena keracunan.
" Tuh kan, mulai lagi kan? Ckk dasar si bodoh ini." Sara merasa kesal. " Sebenarnya nih kalian kerja gimana sih! Ckk bener-bener ya kalian... Uggghhh! Nggak bisa lihat apa ni pelayan gerak-geriknya mencurigakan! Kenapa harus selalu aku yang menemukan ulah mereka!"
" Sara, kamu...."
" Kamu diam ya!"
Semua pelayan dan pengawal lantas menunduk takut karena Sara yang benar-benar marah kali ini.
" Mulai ni hari, sebeulam aku dan Leo makan dari masakan kalian, kalian semua harus makan terlebih dulu. Kalian mengerti?!"
" Mengerti nyonya."
" Namun, jika aku dapat hal yang kek gini lagi. Maka aku nggak bakalan pernah segan buat menjarain kalian semua dan tuntut ganti rugi yang besar." Ancam Sara. " Kalian... Kenapasih selalu ngelakuin ini?"
" Ya jangan tuntut juga kali..."
" Eh kamu diam ya kalo aku lagi ngomong sama mereka!"
" Maaf." Leo menunduk.
" Awas yang kalian." Kesal Sara lalu pergi.
Leo yang melihat hal itu tentu mengerti dengan Sara yang tentunya sangat khawatir.
" Lo pada masih mau ngelakuin ini?"
" Kami minta maaf tuan."
" Minta maaf saja tidak cukup. Lo." Tunjuk Leo.
" Iya tuan?"
" Jaga dapur saat para ni pelayan masak. Huff, padahal di rumah besar ini cctv di mana-mana, tapi masih ada juga yang berani ngelakuin hal itu ya."
" Baik tuan."
" Jika kalian sampe bikin istri gue marah lagi, awas Lo ya pada."
" Saya mengerti tuan."
" Jika Lo pada masih ngelakuin hal itu. Gue bunuh Lo pada." Leo lalu pergi menyusul Sara.
Saat di kamar, Leo melihat Sara yang tengah melamun melihat keluar jendela.
Ia pun perlahan mendekatinya dan memeluknya dari belakang.
" Kamu ngapain bengong?" Tanya Leo.
" Ada apa?"
" Kamu lagi marah ya?"
" Nggak."
" Kalo gini kamu tentu lagi marah dong."
" Kan aku udah bilang buat pecat tu pada pelayan, tapi kamu nggak mau. Kamu lihat tadi? Mereka ngeracuni makam kita lagi. Kamu mau gitu hidup dalam bayang-bayang bahaya racun setiap hari."
" Bukan gitu sayang. Tapi nggak semuanya mereka kek gitu, tapi salah satu dari mereka doang.
" Kamu ngebelain mereka."
" Ya nggak juga sih. Kamu kok sensitif banget hari ini? Kamu lagi dapet ya?"
" Nggak, tapi lagi marah aja. Ckkk aku juga takut kalo mereka ngelakuin hal yang sama lagi, untungnya aku nemuin benda kecil ini di tempat sampah tadi malam." Sara lalu memperlihatkan tempat itu pada Leo.
" Ini apa?"
" Ini tempat racun, aku mencarinya di internet tadi malam melalui aromanya dan betul ini adalah botol racun."
" Racun."
" Leo."
" Hmm?"
" Aku nggak mau terjadi sesuatu sama kamu apapun itu, aku takut jika kau sampai kenapa-kenapa lagi."
Leo hanya diam dan menatap sang istri yang sedang mengungkapkan kekhawatirannya.
" Sekarang aku hanya punya kau dan kak Bian doang sebagai keluarga, tapi kamu lebih hoenting dari kak Bian. Bukan berarti aku juga nggak sayang kak Bian. Aku cuma nggak mau kehilangan kamu."
Leo pun tersenyum dan memeluk Eza erat.
" Kamu ngekhawatirin aku segitu ya? Aku suka itu." Leo tersenyum lebar. " Manjain aku lagi dong."
" Ckk hentikan." Sara mencubit perut Leo.
" Sakit sayang."
" Berhenti nggak."
" Nggak mau."
" Jangan bikin aku marah ya."
" Aku nggak mau lepas pelukan aku, aku rindu banget sama kamu."
" Jangan lebay deh, kamu tu selalu meluk aku tiap malam. Lepasin Leo."
" Nggak mau Sara."
" Lepasin nggak!"
" Iya kah." Leo lalu melepaskan pelukannya dan menatap Sara disertai senyumnya. " Kamu tuh tambah cantik kalo murung kek gini apalagi aku marah, beuh cakep nya kamu makin menjadi."
" Apasih kamu." Pipi Sara memerah. " Udah ya, lepasin Leo..."
" Nggak mau.
" Aku tuh cinta mati banget sama kamu." Leo hendak mencium hidung Sara.
Sara hanya menghindar membuat Leo semakin gemas. Karena hal itu juga Sara tersenyum riang kembali.
Suasana hatinya benar-benar sulit di tebak jika kita tak peka.
" Nanti malam kita juga harus ke kantor buat ngehadiri pesta penyerahan saham." Ucap Leo.
" Ya terus?"
" Tantu kamu harus pergi sayang, kamu pemegang saham yang terbanyak. Orang-orang membutuhkan kamu, entah kenapa kakek malam kasih sahamnya yang banyak ke cucu menantunya dibandingkan dengan cucu dan anak kandungnya."
" Itu karena Kakek memang menyukai aku sejak ketemu. Dia bilang aku cantik dan wanita yang pertama yang bikin kamu takut."
" Aku nggak takut ya..."
" Kamu nggak takut?"
" Cepatlah mandi." Leo mencium pipi Sara lalu pergi.
" Tunggu dulu, jadi keluarga kamu juga bakalan datang?"
" Tentu aja, mereka kan juga kebagian. Ada apa?"
" Ckk, aku nggak suka ketemu mereka. Terakhir kali ketemu, mereka nyebelin banget pokoknya."
" Nggak usah khawatir, aku bakal dampingi kamu kok. Lagian mereka juga nggak bakalan ngapa-ngapain kamu selagi kamu punya hal besar."
" Yang benner?"
" Iyalah, aku tahu keluarga aku sangat terobsesi dengan harta. Mereka akan berperilaku baik sampai kamu jadi suka sama mereka."
" Oh gitu ya." Sara menganggukkan kepalanya.
xxxxxxxxxxx
Malam harinya*
Pesta di adakan di kantor besar keluarga Amstrong untuk merayakan pembagian saham juga kesuksesannya dalam menciptakan alat-alat medis untuk rumah sakit besar.
Sara dan Leo juga ikut menikmatinya, memang tak ada masalah saat mereka masih bersama. Namun saat Leo pergi untuk menemui tamu yang lainnya, Sara mulai terganggu oleh kehadiran Diana dan Mery.
" Hai, selamat Sara. Kamu mendapatkan apa yang kamu mau." Ucap Dirga.
" Ha?" Sara tersenyum.
" Begitulah hasilnya jika kita berusaha keras. Iya kan sara?" Diam tersenyum miring.
" Padahal kalo nggak salah kamu menantu..."
" Menantu ke 3." Ujar Mery.
" Iya. Menantu ke 3, tapi kamu hebat loh. Kamu bisa dapatin 73% saham keluarga Amstrong sebanyak itu dari yang lainnya. " Puji Dirga namun Sara menganggapnya sebuah hinaan. " Jangan tersinggung, aku hanya bercanda kok."
" Iya, aku ngerti. Terimakasih pujiannya." Ucap Sara.
" Sangat luar biasa, anak dari kuli bangunan bisa menjadi orang terpandang sekarang."
" Maaf, aku menjadi seperti sekarang karena aku seorang detektif. Bukan karena keluarga ini."
" Kamu punya kakak tiri kan? Ah, kalo nggak salah namanya Bian." Ucap Dirga lagi. " Kalo nggak salah dia juga seorang detektif polisi dan kalian berdua bekerja sama di sana. Benar-benar hebat, 2 saudara bisa sepandang ini sekarang."
" Aku mohon jangan bawa-bawa kakak aku." Sara tak terima. " Kakak aku sama sekali nggak ada hubungannya di sini."
" Ayah dan ibu tiri kamu sungguh baik. Sehingga anak kuli dan anak penjual kue keliling yang dulu hidup melarat kini menjadi orang terkaya di kota ini dengan menjadi menantu ke 3." Ucap Olivia.
Seketika senyuman Sara menjadi pudar namun ia hanya diam membiarkan mereka semua bicara semaunya.
Dia tak mau merusak acara hanya karena hal itu.
" Omong-omong, ayah kamu dulu pernah kerja di perusahaan ayah aku loh. Tapi sebagai kuli waktu pembangunan kantor 28 lantai. Mungkin sekitaran 15 16 tahun mungkin." Ungkap Mark.
" Ayahmu seorang kuli bangunan?" Orang-orang mulai membicarakan orang tua Sara. " Gue nggak nyangka ternyata dia anak kuli menjadi miliarder." " Dia juga punya ibu tiri yang menjual kue keliling." " Apa ibu tirinya jahat?" Mereka tertawa terbahak-bahak. " Jangan remehin dia dong, dia pasti juga udah kerja keras banget buat jadi menantj di sini." " Btw dia pake pelet nggak sih?" " Katanya ibu tiri dan kakak tirinya baik." " Itu nggak bisa nutupin dia anak dari kelas bawah."
Sara masih tersenyum berusaha keras untuk tak peduli sama sekali, sedang Diam tersenyum licik sambil meminum anggurnya.
" Hahha. Kalian nggak boleh ngomong kek gitu dong." Ucap Mery tertawa. " Lihat, kalian hampir membuatnya menangis."
" Jangan remehin dia. Saat Sara menikah dengan Leo, ayah dan ibunya bekerja begitu keras membelikan hadiah mahal untuk Leo meski masih di bawahnya. Katanya dia butuh bekerja 5 bulan membeli hadiah itu. " Ujar Diana. " Bahkan orang tua Leo sudah menolak tapi mereka tetap memaksa untuk memberikan hadiahnya."
Semua orang yang ada di sampingnya lantas semakin tertawa ria dan terus membicarakannya tampan henti.
Memang perkataan mereka seperti sedang memuji kesuksesan Sara, namun hal itu malah membuat Sara merasa sakit hati.
" Gini ya, emangnya masalah kalian apa gitu? Emangnya kalian bakal miskin jika ayah gue kuli bangunan? Kalian kelaparan kalo ibu gue penjual kue keliling? Nggak kan? Lo pada tahu dari mana gue nggak bahagia kek gitu? Gue bahagia banget kok, sangat bahagia tanpa uang."
" Sara, kamu ngomong apa sih." Tegur Diana. " Hentikan..."
" Ayah gue ngebesarin gue dengan uangnya juga kan? Bukan duit kalian. Ntar dulu, ni pasti kalian emang berencana nyerang gue kan? Yang bener aja langsung bahas orang yang udah mati."
" Menantu ke 3..."
" Ayah sama ibu tiri gue ngelakuin senja hal dengan baik kok, gue sama kakak gue enak-enak aja. Namun, gue nikah sama Leo waktu umur 18 tahun itu karena emang Leo yang mau kok, dia nggak berneti ngejar aku sebelum aku Nerima lamaran dia. Kalian nggak percaya? Tanya aja langsung sama Leo."
Semuanya pun langsung terdiam dan tersenyum meremehkan.
" Ayah gue mati-matian ngelakuin semuanya agar gue berhasil kok, gue nggak manfaatin Leo. Ckkk dasar orang-orang kaya sombong ini. Gue sukses karena kerja keras ayah gue sama ibu gue, bukan karena kalian. Gue juga nggak pake uang kalian kan. Kok sewot banget sih."
" Menantu ke 3, apa pantas kamu bicara kek gitu?" Tanya Diana.
" Terus Tante pikir Tante berhak gitu bicara tentang kek gitu sial ayah sama ibu aku?"
" Kamu.."
"Dan Tante Mery, tante ngeremehin pernikahan aku sama Leo dulu kan karena aku sama Leo terlalu muda. Tante bilang pernikahan kami nggak bakalan berjalan mulus, buktinya apa? Kami udah 12 tahun bersama sedangkan Tante nggak cukup setahun udah kepisah sama ke 4 suami Tante."
" Berani kamu ya!"
" Mery!" Tegur Diana.
" Di hari kesuksesan gue ayah gue nggak ngeliat gue di panggung. Meski kek gitu, ayah gue masih di pandang sebelah mata, karena gue juga nikah dengan Leo waktu itu."
" Sara." Leo datang menggenggam tangan Sara. " Kamu baik-baik aja kan?"
" Karena usaha ayah gue, gue... Gue dan kakak gue jadi detektif termudah yang paling di hormati. Gue jadi siswa yang paling cerdas di sekolah terpandang itu semuanya karena didikan orang tua gue..."
" Sara..."
" Jangan ngeremehin orang tua gue. Gue nggak bakalan diam lagi jika Lo pada masih ngelakuin hal yang sama."
" Sara udah." Tegur Leo.
" Maaf."
Sara lalu pergi dari sana, ia keluar dari kantor. Entah ingin kemana dia.
Ternyata dia hang keluar ke taman, dia berjongkok di sana di tempat yang begitu gelap sambil menutup wajahnya.
Leo juga hanya diam di belakangnya sambil melihatnya.
" Ckk gue ngapain sih sebenernya? Seharunya gue biarin aja mereka. Kok gue sok keren banget sih?"
Sara lantas mengambil 1 batang roko di sela-sela rambutnya dan menyalakan korek apinya.
Saat ia hendak menghisapnya, Leo tiba-tiba datang dan merebut menghisap rokok itu.
" Leo? Kamu ngapain sih, balikin nggak."
" Kamu ngapain di sini? Banyak nyamuk tahu." Leo menghisap rokok itu. " Kenapa kamu naruh rokok di rambut kamu? Nggak takut patah apa?"
" Ya buktinya nggak patah."
" Kamu baik-baik aja kan? Atau kamu ingin kita pulang aja?"
" Nggak, seharunya tadi aku abain mereka aja. Aku malah ngeladenin mereka."
" Baguslah."
" Yuk kita pulang aja, dari pada di sini. Kamu nggak ngerasa nyaman kan."
" Nggak, aku di suruh naik untuk penyambutan dulu. Nanti kita pulang setelah itu."
" Kamu yakin baik-baik aja?"
" Iya Leo sayang."
Setelah beberapa saat kemudian*
Sara lalu naik ke panggung untuk acara penyambutan dan melakukan pembukaan untuk pengesahan pemilik baru perusahaan.
" Nggak apa-apa Sar. Lo pasti bisa." Sara tersenyum. " Kita akan mulai dengan baik."
Saat mic dinyalakan dan lampu sorot di arah padanya, tiba-tiba dadanya terasa sakit.
" Ssst... Sakit banget..." Sara menjadi linglung melihat kesana-kemari. " Sakit banget njir..." Sara lantas mundur ke belakang.
Namun Lampur sorot yang terang itu terus mengikutinya.
Hal itu membuat semua orang yang melihatnya merasa heran. Semua orang kembali berbisik membuat Sara malah semakin gemetar dan ketakutan.
" Ada apa dengannya?" " Kenapa dia mundur?" " Apa di baik-baik saja?" " apa ada yang salah?" " Dia mengambil waktu jika dia diam saja." " Tu anak kenapasih?" " Ya elah drama banget." " Dia baik-baik saja?"
Ucapan riuh orang-orang membuat Sara takut entah kenapa hingga tak bisa mengendalikan dirinya.
" Ckkk gue kenapasih ini... Sial sakit banget njink..." Sara memegang dadanya. " Ni orang ribut banget sih..."
" Sara." Leo lantas naik ke panggung dan mangan tubuh Sara. " Kamu kenapa? Kepala kamu sakit?"
" Leo... Dada aku sakit banget... Lampunya terlalu terang... Sial." Sara menutup matanya.
" Sara? Sara! Sara kamu dengerin aku!" Panik Leo.
Tanpa bicara lagi, Leo dengan cepat menggendong Sara dan pergi dari sana.
TO BE COUNTED...
aku baca sampai sini dulu ya.
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya