Kanaya terdiam terpaku melihat pemandangan yang ada di seberang dia. Galan - lelaki yang sudah menjalin hubungan selama dua tahun dengan dirinya tengah menggandeng mesra seorang perempuan. Galan Farrabi Altezza, dia adalah lelaki yang sama sekali tidak memiliki cacat dalam mengkhianati kepercayaan apalagi dia selalu menghargai perasaan yang dimiliki oleh Kanaya.
"Kita nikah tahun depan ya setelah kamu lulus kuliah." ucapan Galan masih terngiang jelas dalam pikiran Kanaya.
Masa depan yang selalu dia ungkapkan hanya untuk membahagiakan dirinya dan impian memiliki anak-anak yang lucu. Tapi rasanya semua itu menjadi petaka mimpi buruk untuk seorang Kanaya Shanifah Galianna Lubov.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anyaaang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Candy
"Kamu sampai kapan nginep di rumah, Nay?" tanya Galan ingin tahu.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore dan Galan siap-siap akan pulang. Galan menoleh ke arah Kanaya yang mengantarkan dia ke mobil. Daritadi Kanaya sibuk main game di hpnya dan hanya sesekali menanggapi dia. Galan juga sambilan kerja akhirnya daripada dicuekin terus sama Kanaya. Dia tahu kalau Kanaya sangat kecewa sekali melihat sikap dia kemarin. Hati Galan juga masih sangat hancur mendengar keputusan balik dari Kanaya.
"Mungkin tiga hari, satu minggu, dua minggu, tiga minggu, sebulan atau aku akan terus di rumah. Lihat nanti aja." jawab Kanaya dengan cueknya.
Galan terdiam mendengar jawaban Kanaya yang masih terlihat sangat mengacuhkannya. Bahkan Kanaya nggak mau balik lagi ke apartemen. Padahal Galan benar-benar rindu dan ingin berduaan untuk bisa bermesraan dengan Kanaya. Karena nggak mungkin kan kalau bermesraan di rumah. Bagaimana pun dia sangat menjaga sopan santun di depan Natha sebagai orangtua dari Kanaya.
"Aku kangen sama kamu, Kanaya." ucap Galan kemudian. Nada yang lembut tapi juga terdengar pasrah kali ini. Dia benar-benar merasa bersalah dan sangat menyesal karena memperlakukan Kanaya yang sedih seorang diri. Tapi dia juga marah karena Dafandra berhasil mengacaukan pikiran Kanaya dengan seenaknya.
Kanaya hanya tersenyum kecil mendengar ucapan kerinduan dari Galan. Jangankan Galan, dia pun juga merasakan kerinduan yang sangat mendalam pada Galan. Tidak pernah juga satu hari tanpa Galan dan kemarin sudah dua hari dia merasakan kehilangan sosok Galan.
"Mau jalan-jalan sebentar dulu nggak sama aku?" tanya Galan yang semakin memperlihatkan kerinduannya.
Kanaya menatap Galan yang benar-benar berharap kalau dia mau menerima ajakan Galan. Dua tahun penuh tidak sedetik pun Kanaya lepas dari jangkauan Galan. Dia sendiri sudah sangat ketergantungan dengan Galan yang selalu berada di sampingnya. Apapun yang dia lakukan semuanya berhubungan dengan Galan.
Kejadian kemarin memang baru pertama kalinya bagi Galan dan juga Kanaya. Sama-sama sendiri dengan perasaan dan hati yang benar-benar kacau. Saling merindu tapi harus menahan karena luka yang teramat perih. Galan begitu takut kehilangan seorang Kanaya dalam hidupnya. Sosok Dafandra yang baru dia ketahui sudah bisa mempengaruhi semuanya. Pasti akan semakin banyak yang bisa Dafandra lakukan di belakang dia untuk mendapatkan kembali Kanaya.
Galan merasa risih, gelisah, kacau dan juga ketakutan dalam mengontrol perasaannya. Dia tidak pernah merasa sekacau ini dalam menjalankan sebuah hubungan dengan perempuan. Rasanya dia memang memiliki perasaan yang besar terhadap Kanaya. Cara-cara yang Kanaya lakukan memiliki porsi tersendiri di hati seorang Galan.
Kanaya masih belum menjawab ajakan Galan yang sangat dia harapkan. Ajakan Galan yang selalu membuat Kanaya antusias biasanya. Kanaya juga merasakan kerinduan yang mendalam. Pikiran dia yang menghantam dengan berbagai pertanyaan tentang Galan masih sangat menghantui dirinya. Apakah Galan akan bersikap yang sama nanti jika menikah? Apakah Galan akan bisa lebih marah dari yang sekarang? Apakah Galan mampu mendiamkan Kanaya lebih dari dua hari? Siapa yang Galan akan temui jika dia keluar dari rumah meninggalkan Kanaya saat marah? Semua begitu mencecar pikiran dia sendiri.
Berbagai pertanyaan itu lah yang membuat Kanaya menjadi memutuskan untuk menyetujui apa yang Galan inginkan. Mempertimbangkan semuanya walau dia sama sekali tidak pernah ragu untuk menikahi Galan.
Kanaya menatap Galan yang masih menunggu jawaban dia. Tapi tidak lama kemudian Kanaya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Menerima ajakan Galan untuk jalan-jalan yang bikin Galan juga ikut bernafas lega.
***
Sudah setengah jam Galan mengajak Kanaya muter-muter jalanan Jakarta. Entah kemana aja dan Kanaya senang. Galan memang seperti itu. Suka mengajak Kanaya jalan-jalan nggak jelas karena yang penting berduaan aja di dalam mobil. Jari-jari tangan Galan berada di sela-sela jemari Kanaya dan menggenggamnya. Rasanya nyaman sekali setiap menggenggam tangan Kanaya. Dan yang membuat Galan sangat senang adalah kalau Kanaya sudah sedikit meredakan kekecewaan dan kekesalan dia.
"Mau es podeng sama sate padang nggak?"
"Bolehhhh!" Kanaya langsung mengangguk setuju. Lapar juga karena Galan melewati banyak deretan jajanan pinggir jalan yang enak-enak. Jajanan kesukaan Kanaya semua.
Galan tersenyum kecil dan langsung menghentikan mobilnya di pinggir jalan daerah Jakarta Pusat.
***
Galan tersenyum geli melihat Kanaya yang sudah menyantap habis satu porsi sate padang, batagor, pempek dan es podeng. Padahal tadi dia janji kalau cuma mau makan sate padang sama es podeng aja. Ternyata perut Kanaya berkata lain. Setelah makan satu porsi sate padang beserta kerupuk kulit, perut dia masih meminta jatah karena melihat batagor dan pempek yang sangat menggiurkan itu. Jadi mau nggak mau Galan memesankan lagi buat Kanaya dan sudah habis sekarang.
Rasanya sudah lama tidak melihat Kanaya yang makan di sebelah dia dengan caranya yang selalu antusias setiap menyantap makanan. Waktu yang dia buang selama dua hari bikin Galan merasakan seperti dua tahun. Memaksakan diri dia untuk tidak membalas apapun yang Kanaya sampaikan dalam chat atau usaha dia yang terus-terusan menghubungi Galan. Begitu berat dia mendiamkan Kanaya karena diri dia pun ikut menjadi tersiksa.
Memang bukan hanya Kanaya aja yang merasakan tersiksa. Galan jauh lebih tersiksa dalam memberikan Kanaya sebuah hukuman yang sama sekali tidak dia inginkan. Tapi dia sangat ingin Kanaya menjadi jera dalam memperhatikan sikapnya. Meski dia yakin kalau Kanaya tidak akan mungkin melakukannya lagi.
"Mau jajan apa lagi?" tanya Galan menawarkan jajanan yang mungkin Kanaya belum sempat cicipi. Padahal dia sudah melihat Kanaya yang bersandar dan merasakan perutnya yang sudah penuh. Siapa tahu Kanaya mau lagi. Biarin aja dia makan terus. Galan selalu suka setiap melihat Kanaya lagi makan.
"Udah kenyang tauuuu." Kanaya merengut kekenyangan sambil mengusap-usap perutnya.
Tangan Galan meraih tangan Kanaya dan menggenggamnya. Penuh kelembutan dan selalu hangat. Apapun yang dilakukan oleh Galan dapat membuat Kanaya merasakan ketulusan Galan yang benar-benar apa adanya. Tidak pernah dibuat-buat hanya untuk mendapatkan perhatian. Kanaya sangat merasakan kehangatan dan ketulusan Galan.
Kanaya menoleh ke arah Galan yang berada di kursi pengemudi. Dia memberikan senyuman manisnya yang mungkin ingin dilihat oleh Galan sejak tadi. Sadar kalau dia memang selalu mencueki Galan dari dia datang ke rumah. Abisnya Galan nyebelin! Emang dia aja yang bisa kecewa dan marah! Huh...
"Aku bener-bener minta maaf buat semuanya ya, Kanaya. Maaf atas kurangnya sikap aku yang mungkin bikin kamu ngerasain kecewa, sedih dan juga marah. Tapi aku bener-bener nggak suka lihat kedekatan kamu sama Dafandra." tatap Galan dalam. Dafandra memang sangat menyebalkan apalagi saat dia bilang terima kasih pada Kanaya dan terkesan begitu memanasinya. Pengen ngajak berantem cuma sayang aja Dafandra masih terlalu bocah bagi Galan.
"Aku kan udah bilang kalo aku nggak deket sama dia. Semua cuma murni kebetulan kalo aku ketemu dia saat aku mau nyamperin kamu. Tapi kamu nggak mau percaya sama apa yang udah aku jelasin."
"Yang aku nggak percaya adalah Dafandra, Kanaya. Aku takut kalo kamu bisa terpengaruh sama semua akal dia. Apalagi dia mantan kamu yang bener-bener pernah bikin kamu galau."
"Tapi kan semua udah lewat, Galan. Kamu harus percaya sama aku kalo aku nggak akan pernah ngecewain dan punya niat sedikit pun!" Kanaya meyakinkan dengan tegas. Kehadiran Dafandra memang sangat menyusahkan dia. Padahal Kanaya tahu kalau Galan selalu percaya sama dirinya.
Galan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya aku percaya sama kamu, Kanaya. Maaf buat semuanya ya. Tapi apa kamu udah nggak mau nikah sama aku?" tanya Galan dengan nada pelannya. Dia tahu kalau Kanaya sangat memikirkan keputusannya saat ini meski sebelumnya dia sudah yakin sekali.
"Aku tau kalo kata-kata aku kemaren udah keterlaluan dan aku nggak akan bela diri karena aku memang juga salah. Aku nggak mikir panjang dalam ngucapin semuanya karena aku memang terlalu cemburu sama Dafandra." Galan mengakui dengan sedikit malu. Dia memang tidak bisa menutupi kecemburuannya terhadap Dafandra kemarin. Jadi bikin dia seperti anak bocah juga rasanya.
"Masa kamu cemburu sama bocah gitu. Payahhhhh." Kanaya meledeki Galan dengan raut jahilnya. Bisa-bisanya Galan begitu cemburu sama Dafandra. Padahal bagi Kanaya, Galan jauh banget sama Dafandra. Banyak sikap Galan yang bikin Kanaya bangga selama ini. Tapi kalau Dafandra? Cuma tebar pesona aja kayaknya yang bisa dibanggain deh.
Galan jadi tertawa kecil mendengar ledekkan Kanaya yang sangat menghibur.
"Terus kalo aku ngajak kamu nikah tiga bulan lagi kamu nggak?"
Pertanyaan Galan bikin Kanaya langsung menoleh kaget. Dilihatnya raut wajah Galan yang sama sekali tidak terlihat iseng atau mengerjai dia. Meski Kanaya masih ingin memikirkan matang-matang tapi pertanyaan Galan bikin dia kaget banget. Gimana nggak kaget coba? Karena selama ini malah Kanaya yang sering sekali mengajak Galan agar tidak menunggu dia lulus kuliah. Tapi Galan selalu bilang kalau dia akan mengikuti kemauan orangtua Kanaya yang ingin Kanaya lulus kuliah dulu dan baru nikah. Dan sekarang Galan yang ingin mempercepat semuanya.
Galan tersenyum melihat Kanaya yang memasang muka kaget dan tidak percayanya. Galan meraih satu tangan Kanaya lagi sehingga dia menggenggam kedua tangannya sekarang. Tatapan hangat Galan dalam sorot matanya sangat jelas terlihat.
"Saya Galan Farrabi Altezza ingin menanyakan sesuatu yang sangat serius. Apa kamu mau menikah sama aku tiga bulan lagi dan kita tinggal satu atap untuk menua bersama, Kanaya Shanifah Galianna Lubov?"
***