Akan ku ambil apa yang membuat kalian semua bahagia, akan ku rebut segalanya dan tertawa terbahak-bahak saat kalian menangis sedih.
Aku, adalah kesialan yang sesungguhnya untuk kalian, aku adalah kesedihan yang akan kekal berada di antara kalian. Rasakan, nikmati betapa sakitnya apa yang aku juga rasakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Untuk Pergi
Malam itu Velo mendiamkan saja suara kepala desa hingga tak terdengar lagi. Setelah itu, dia dengan segera kembali ke tempat tidur untuk istirahat karena pagi nanti dia harus pergi ke sekolah. Kursi kayu yang menumpuk dia biarkan saja tak di singkirkan karena masih takut saja kepala desa bisa mendorong untuk masuk.
Besok paginya.
Velo pergi ke sekolah seorang diri seperti biasanya. Tak memiliki sepeda, atau kendaraan lainnya. Dia hanya bisa mengandalkan kakinya saja sementara teman lainnya bisa santai pergi sekolah karena kebanyakan dari mereka adalah orang berada yang sudah pasti memilki kendaraan sendiri untuk mempersingkat waktu menuju ke sekolah.
" Velo, ayo naik! " Ucap seorang siswi setelah membuka kaca mobilnya. Dia adalah Renata, anak kedua dari kepala desa dari istri pertama yang sudah di ceraikan kepala desa beberapa waktu lalu. Alasannya masih seperti biasa, kepala desa bertemu dengan wanita muda nan cantik jadi dia tidak bisa menahan diri untuk menikah lagi, sementara istri pertama semakin jengkel setelah menikahi istri kedua, dia bahkan ingin menikah lagi dengan istri ke tiganya.
" Aku, " Velo tertunduk malu, sungguh dia merasa tidak pantas kalau sampai dia masuk ke dalam mobil Renata yang jelas sangat bagus dan juga bersih. Sepatunya yang banyak lumpur, juga bolong, bajunya yang lusuh dan kotor, rasanya Velo tak tega mengotori mobil Renata.
" Kenapa diam saja? Ayo cepat! "
Velo menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum dengan sumringah.
" Tidak usah, Renata. Aku jalan kaki saja, sebentar lagi juga sampai kok. Lagi pula hitung-hitung aku sedang olah raga, setelah pulang sekolah kan aku harus jualan minuman. "
Renata membuang nafas sebalnya. Dia membuka pintu mobilnya, meraih lengan Velo dan menariknya masuk.
" Jangan alasan ya, Velo! Aku tahu kau takut mengotori mobil dan aku merasa risih kan? "
Velo terdiam tak bisa melakukan apapun karena Renata bahkan sudah duduk di sampingnya juga sudah menutup pintu mobilnya.
" Velo, semenjak hari itu aku sudah berjanji akan menjadi teman mu kan? Tapi kau terus menjauh dari ku, aku pikir aku punya kesalahan, tapi Ibu ku bilang kalau kau ini sangat malu dengan diri mu sendiri, jadi aku perlu melangkah maju supaya jarak di antara kita terkikis. "
" Tidak begitu, kok. "
" Sudahlah, Velo. Aku tahu kau orang seperti apa sekarang. " Ucap Renata lalu tersenyum menatap Velo yang tak bisa berkata-kata. Awalnya hubungan mereka memang tidak baik, makanya Velo juga merasa canggung. Tapi semenjak Velo menyelamatkan Renata dari kepungan anjing liar saat acara camping di hutan beberapa waktu lalu, Renata berjanji kepada dirinya sendiri, juga berjanji kepada Velo untuk bersikap baik padanya tida perduli dengan keadaan Velo yang memang sangat jauh dari kata bagus.
" Velo, pulang sekolah nanti ikut aku ke rumah ya? "
" Memang ada apa? "
" Ada yang ingin Ibu ku bicarakan dengan mu. "
Velo terdiam sebentar.
" Aku, aku tidak berani, Renata. "
Renata menahan tawanya karena melihat ekspresi Velo yang nampak seperti sangat tertekan takut kalau akan mendapatkan ocehan dari Ibunya.
" Tenang saja, Velo. Tujuan Ibu ku bukan untuk hal yang jelek kok. "
Velo memaksakan senyumnya, lalu mengangguk.
Sepulang sekolah, Velo benar-benar tidak punya pilihan selain ikut bersama dengan Renata ke rumahnya. Begitu sampai di rumah Ibunya Renata, Velo terdiam membeku karena dia begitu terkejut dengan perlakuan Ibunya Renata yang amat baik dan lembut, hampir seperti Ibu kandung Velo sendiri. Dia di berikan makanan yang menurut Velo sangat mewah meskipun menurut Renata sangat biasa saja.
Begitu mereka selesai makan siang, Ibunya Renata meminta kepada Renata untuk masuk ke kamar karena ada hal yang ingin di bicarakan antara Ibunya Renata dan juga Velo.
Begitu Renata masuk ke dalam kamar, Velo benar-benar tak lagi bisa bicara, dia langsung saja menunduk karena takut jika akan ada masalah lagi dari Ibunya Renata. Meskipun tidak terlalu ingat benar, yang dia tahu adalah hubungan Ibunya Renata dan juga Ibu kandung Velo sendiri memang tidak terlihat akur selayaknya warga kampung lainnya. Makanya Velo merasa canggung dan agak terkejut juga kalau Ibunya Renata menyambutnya dengan hangat, tapi sekarang seperti ini apakah ada yang akan dia lakukan?
Ibunya Renata menghela nafas, dia tersenyum karena tahu benar apa yang di pikirkan oleh Velo saat ini. Yah, dia cukup paham karena memang hubungan di antara dia dan juga Ibunya memang sempat tidak baik.
" Kenapa kau menunduk seperti itu, Velo? " Tanya Ibunya Renata yang lama kelamaan merasa sedih juga melihat Velo yang begitu rendah diri dan ketakutan setiap saat. Padahal saat dulu hubungannya tidak baik dia bahkan sama sekali tidak pernah memukul Velo, jadi aneh saja kalau harus melihat Velo ketakutan seperti ini.
" Tidak, tidak ada apa-apa, Bibi. " Ujar Velo yang tentu tidak mungkin untuknya mengatakan apa yang memang sedang di rasakan serta apa yang sedang dia pikirkan.
Ibunya Renata tersenyum, dia meraih tangan Velo dan menggenggamnya dengan kedua tangannya. Sejujurnya Ibunya Renata benar-benar ingin menangis pilu atas apa yang terjadi dengan Velo, tapi di banding menangis, ada hal yang jauh lebih penting untuk dibicarakan kepada Velo.
Velo yang tangannya di genggam dengan hangat Tentu saja terkejut, dia menatap Ibunya Renata dengan tatapan bertanya yang tentu bisa dirasakan oleh ibunya Renata sendiri.
" Velo, sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu, tapi di banding membicarakan hal yang tidak begitu penting, aku akan mengatakan apa yang ingin sekali aku katakan padamu. Dengarkan baik-baik, Velo. " Ibunya Renata menatap Velo dengan tatapan serius.
" Satu hari sebelum Ibumu meninggal, aku sempat datang ke rumahmu karena ada beberapa data Ibumu yang kurang valid mengenai fasilitas kesehatan yang seharusnya dia dapatkan dengan gratis. Tapi begitu aku datang ke rumahmu, dia justru memintaku untuk tidak mengurus surat data dirinya, alasannya karena dia tahu benar tubuhnya tidak akan bertahan lama. Dia menangis memintaku untuk mengantarmu ke Ayahmu, tapi aku juga tahu bagaimana hubunganmu dengan Ayahmu makanya aku bimbang beberapa hari ini. "
" Bagaimana pendapatmu, Velo? "
Velo terdiam. Tentu saja dia tidak tahu harus mengatakan apa, menetap di desa ada kepala desa yang ingin melecehkannya, pergi ke Ayahnya sudah pasti dia akan di usir dengan tidak berperasaan. Velo mencengkram kain baju yang ia gunakan, lalu menatap Ibunya Renata dengan tegas.
" Bibi, apakah aku boleh minta tolong kepada Bibi? "
" Tentu saja, katakan kau butuh apa? "
" Pinjamkan aku uang, Bibi. Aku akan pergi ke kota, aku akan hidup di kota, dan bersekolah di sana. "
Ibunya Renata terdiam karena dia terkejut.
" Bibi, nanti ketika aku sudah lulus sekolah menengah atas aku akan berkerja keras, aku akan mengembalikan semua uang yang aku pinjam. Aku bersumpah tidak akan mengingkari janjiku ini. "
Ibunya Renata mengeratkan tangannya yang menggenggam tangan Velo.
" Iya, katakan saja berapa uang yang kau butuhkan, Bibi akan menyiapkannya untukmu. Satu lagi, di kota ada kakak Bibi, kau bisa tinggal dengannya sampai kau lulus sekolah. "
Bersambung.