"Kita akan menikah dua bulan lagi, sampai kapan kita akan merahasiakan ini pada Raya?"
Deg
Raya mematung. Kakinya tiba - tiba melemas. Jantungnya seolah berhenti berdetak mendengar kalimat yang keluar dari mulut sang sahabat. Haidar dan Sintia akan menikah? Bahkan pernikahan mereka sudah didepan mata. Bukankah itu artinya hubungan mereka sudah pasti terjalin sejak lama? Tersenyum miris, Raya merasa jadi manusia paling bodoh yang mudah dipermainkan.
Pulang dengan luka hati, siapa sangka tiba - tiba datang lamaran dari Axelio, anak sahabat lama Papanya. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan singkat, Raya memutuskan menerima pinangan Axel.
Lantas, akankah kehidupan rumah tangga Raya dan Axel bahagia? Bagaimana cara Axel membuat Raya move on dan berubah mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Lia langsung menghubungi ambulans. Raya sendiri kini tak sadarkan diri. Begitu tiba dirumah sakit, Raya langsung di tangani oleh dokter. Lia terus menangis mengingat kondisi Raya. Wajah Raya sangat pucat. Apalagi melihat banyaknya darah yang keluar dari tubuh Raya. Ia jelas mengkhawatirkan kondisi Raya.
"Lia! Bagaimana keadaan Raya sekarang?! Apa yang sebenarnya terjadi?", tanya Axel yang baru saja datang dengan nafas ngos - ngosan. Wajahnya tampak panik, penampilannya juga berantakan.
"A-aku tidak tahu pastinya. Tadi Raya pamit ke toilet. Karena lama, aku menyusulnya dan Raya sudah pendarahan"
Axel mengusap wajahnya kasar. Apa yang sebenarnya terjadi pada sang istri? Bagaimana bisa Raya pendarahan?
"Xel, bagaimana keadaan Raya sekarang?" Mama Raisa dan Papa Danu baru saja tiba. Wajah mereka pun tak kalah cemas
"Masih diperiksa dokter, Ma"
Tak lama, Papa Brama dan Teo juga datang. Teo langsung memeluk Lia, menenangkan istrinya yang terlihat cukup terpukul.
"Aku takut, Teo. Raya pendarahan"
"Kita berdoa semoga Raya baik - baik saja"
Mereka menunggu dengan cemas. Waktu terasa begitu lambat sekarang. Axel mondar - mandir tak jelas. Dalam hati, ia terus memanjatkan doa.
"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Axel langsung bertanya saat dokter keluar dari ruangan
"Pasien mengalami keguguran. Usia kehamilan yang masih muda dan kondisi yang terjadi pada ibu membuat janinnya tidak bisa di selamatkan. Dan kami terpaksa melakukan tindakan kuretase"
Deg
Jantung Axel berdetak tak karuan. Hatinya serasa dihantam batu besar yang menghancurkan semua perasaannya. Kaget dan sedih bercampur jadi satu
"Maksud dokter, istri saya hamil dan sekarang keguguran?"
"Benar. Maaf sebelumnya, apa Anda tidak tahu jika istri Anda hamil?", Axel menggeleng lemah
"Mohon maaf atas hal ini, Tuan. Saya harap Anda kuat"
"Raya hamil dan sekarang dia keguguran!" Mama Raisa dan Lia langsung menangis dipelukan suami mereka. Kesedihan terlihat jelas diwajah mereka. Kabar ini jelas membuat semua keluarga hancur dan terpukul.
Selepas kepergian dokter, Axel luruh ke lantai. Rasanya ia tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Pria itu mengepalkan tangan kuat. Ia hanya menyesal, bagaimana bisa ia tak tahu akan kehamilan istrinya.
Papa Brama menghampiri putranya, menguatkan Axel dengan mengusap bahu putranya. Papa Brama merasa sedih dengan kabar ini. Ia juga terpukul, namun melihat putranya Papa Brama merasa iba, Axel terlihat begitu kacau dan hancur.
"Bagaimana bisa aku tidak tahu jika Raya hamil? Aku sungguh suami yang buruk kan, Pa?"
Papa Brama menghela nafas. Jujur dia juga sedih. Kehamilan Raya belum terdeteksi dan sekarang menantunya itu malah keguguran.
"Jangan menyalahkan diri sendiri. Kita semua tidak ada yang tahu perihal kehamilan Raya. Kamu harus kuat. Allah pasti merencanakan sesuatu yang lebih baik setelah ini. Kamu harus tegar, Nak. Sebagai suami kamulah orang yang paling Raya butuhkan untuk memberinya semangat"
Axel mengusap sudut matanya, "Setiap malam kami berdoa. Meminta agar kami segera diberi kepercayaan. Dan disaat Allah telah mengabulkannya, kami malah tidak menyadari kehadiran anak kami. Mungkin ini teguran dari Allah, makanya Dia mengambilnya kembali"
Papa Brama merengkuh Axel dalam pelukannya, "Papa tahu, kehilangan calon buah hati adalah pukulan terbesar bagi orang tua. Tapi percayalah, Allah memilih kamu dan Raya karena Dia yakin, kalian mampu melewati semua ini. Pasti ada hikmah di balik semua kejadian. Kamu harus kuat. Kamu dan Raya masih muda, kalian bisa memiliki anak lagi di lain waktu"
"Bagaimana aku harus mengatakan ini pada Raya, Pa? Dia pasti hancur saat tahu hal ini nanti. Dia ingin segera hamil. Tapi sekarang calon bayinya malah pergi"
"Disinilah peran kamu sebagai suami di uji. Temani istrimu melewati masa - masa sulit ini. Pasti tidak mudah, tapi Papa yakin kamu bisa"
Axel langsung berdiri dan menghampiri suster yang membawa brangkar Raya. Istrinya akan dipindahkan ke ruang perawatan. Semua orang mengikuti di belakang. Axel menggenggam tangan Raya dengan erat. Jujur, dia nelangsa melihat wajah cantik yang biasanya selalu tersenyum itu kini tampak begitu pucat.
"Saat ini pasien masih dalam pengaruh obat. Satu atau dua jam lagi, pasien akan sadar"
"Terima kasih, sus"
"Kalau ada apa - apa, silahkan pencet tombol darurat"
"Tentu"
Mama Raisa kembali menangis, "Kasihan anak kita, Pa"
"Yang sabar, Ma. Semua ini ujian untuk keluarga kita. Kita semua sedih tapi jangan tunjukkan kesedihan Mama didepan Raya. Nanti dia semakin sedih. Kita sebagai keluarga harus menguatkannya"
Mama Raisa mengangguk, dia mengusap air matanya.
"Axel minta maaf, Ma, Pa. Axel gagal menjaga Raya"
Papa Danu menggeleng, "Kamu sudah menjadi suami yang baik. Ini musibah. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Tidak ada yang menginginkan ini terjadi"
"I-ini semua salahku. Aku yang mengajak Raya pergi! Semua salahku!", Lia sesegukan di pelukan Teo. Ia merasa bersalah atas semua yang menimpa Raya
"Semua ini musibah, Lia. Tidak ada yang salah disini. Semua sudah takdir" ucap Papa Brama
Lia mengangguk, "Aku sungguh minta maaf. Aku benar - benar minta maaf"
Semua orang memaklumi, yang terjadi ini adalah musibah. Tidak ada yang tahu kapan musibah akan datang, termasuk kejadian ini.
"Teo, sebaiknya kamu bawa istrimu pulang. Dia juga butuh istirahat"
"Iya, Om. Kalau begitu, kami pamit dulu. Besok kami akan datang lagi"
Axel masih memegang erat tangan sang istri. Tidak sedetik pun dia alihkan pandangannya dari Raya. Dengan setia, Axel menunggu Raya hingga membuka mata. Mama Raisa, Papa Danu dan Papa Brama juga masih setia menunggu Raya sadar.
"Sayang, kamu sudah bangun?"
Raya menatap suaminya, "Aku dirumah sakit?"
"Iya, Nak. Kamu ada dirumah sakit", Mama Raisa duduk disamping putrinya, "Apa yang kamu rasakan sekarang?"
"Perutku agak nyeri"
Semua orang saling menatap, tapi tidak ada yang berani menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka semua belum siap melihat reaksi Raya nanti
"Sayang, kamu mau makan?", Axel mengalihkan pembicaraan.
Raya menggeleng, "Kenapa wajah kalian terlihat sedih?", Raya mengamati wajah keluarganya. Dan yang paling kentara adalah wajah suaminya, "Wajah kamu sembab, Mas. Kamu habis menangis?"
"Mana ada! Tadi macet, ada mobil mogok yang mengeluarkan banyak asap, makanya mata Mas agak perih", Jawab Axel sekenanya. Tentu saja semua hanya alasan
"Mama dan Papa sebaiknya makan dulu di kantin. Kalian belum makan sejak tadi. Atau mau Axel pesankan makanan?"
"Tidak usah, kami makan dikantin saja", Papa Danu paham jika Axel dan Raya perlu bicara berdua.
"Kamu mau Papa bawakan makanan?"
"Tidak usah, Pa. Nanti aku makan sendiri saja"
Setelah kepergian orang tuanya, Axel kembali duduk disamping Raya. Di tatapnya wajah sang istri dengan lekat
Raya tersenyum pada Axel, "Aku tadi bermimpi, ada anak kecil tersenyum padaku. Tapi saat aku ingin menggendongnya, perlahan dia menghilang"
Deg
Jantung Axel kembali berdetak cepat. "Anak kita bahkan berpamitan padamu, Sayang"
"Mas, aku baik - baik saja kan?"
Pertanyaan Raya membuat Axel menegang, "Kenapa kamu bertanya seperti itu? Tentu saja kamu baik - baik saja", Raya tidak bertanya lagi
"Kamu ingat, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Axel dengan nada pelan
"Aku bertemu Sintia di toilet. Dia marah padaku karena Haidar terus saja mengirimiku bunga. Sintia juga mengatakan, Haidar terus membandingkan aku dengannya. Dia terlihat putus asa. Dan yang membuatku terkejut, dia nyaris memotong nadinya sendiri. Karena kaget, aku mencegahnya tapi dia malah mendorongku hingga terjatuh"
"Jadi Sintia yang membuatmu keguguran?"
Deg
Semua orang menatap Mama Raisa, khususnya Raya.
"M-mama bilang apa? A-aku keguguran?"
raya keburu ngambil keputusan Nerima lamaran harusnya meminta penjelasan dulu..
Wkwkwkwkw Seram memang ada mak mak yg begini
Hiiiiiiiii
Orang tua egoissss
Kampreeet
Enakan di axel
klw dandan selalu ditanyak adek mau kemana dandan cantik",, maksud hati mau nyenengin suami tapi kata suami gk usah, nanti klw ada yg naksir gimana?? 😜😜😜😜
suamiku lebai amat yah 😄😄😄😄😄
jgn2 ...nnti kmu mati d tgn sintia pas ngrlindungi raya.gpp kl gitu.biar mamamu nyadar bahwa sintia yg dia elu2kan malah bunuh anaknya