Sinopsis:
Cerita ini hanyalah sebuah cerita ringan, minim akan konflik. Mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari Bulbul. Gadis kecil berusia 4 tahun yang bernama lengkap Bulan Aneksa Anindira. Gadis ceria dengan segala tingkahnya yang selalu menggemaskan dan bisa membuat orang di sekitar geleng-geleng kepala akibat tingkahnya. Bulbul adalah anak kesayangan kedua orangtua dan juga Abangnya yang bernama Kenzo. Di kisah ini tidak hanya kisah seorang Bulbul saja, tentunya akan ada sepenggal-sepenggal kisah dari Kenzo yang ikut serta dalam cerita ini.
Walaupun hanya sebuah kisah ringan, di dominan dengan kisah akan tawa kebahagian di dalamnya. Akan tetapi, itu hanya awal, tetapi akhir? Belum tentu di akhir akan ada canda tawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuliani fadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Bulbul ngadu
"Abang?" panggil Bulbul, sesekali anak itu melirik pada Kenzo yang tengah asik dengan handphponenya. Sambil terus melangkah bersama.
"Naon?" sahut remaja itu, tanpa melihat si lawan bicara. Dengan tangan kirinya yang setia menuntun tangan Bulbul.
"Abang!" ulang Bulbul lagi, dengan bibir maju beberapa senti.
"Naon!" Kenzo melirik sekilas Bulbul dan kembali pada apa yang tengah dimainkannya.
"Iihh! Abang!" kesalnya menghentakan kakinya pada aspal dan mengayunkan tangannya yang dituntun oleh Kenzo.
Kenzo berdecak dan menaruh benda pipih itu pada kantong celananya. "Ck! Apaan sih, Bul!"
Bulbul menampilkan deretan gigi susunya. "Ental, Abang malahin ci Lepan, yah!"
Kenzo menyernyit, "Lepan, sapa?"
"Itu loh, Abang, ci Lepan temen Bulbul!" jawab gadis itu mengadahkan wajahnya menatap Kenzo yang tinggi badannya sangat jauh dengannya.
"Enggak! Ngapain marah-marahin anak orang, entar Abang yang malah dimarahin Emaknya lagih!"
Bulbul berdecak pelan, "Iihh! Abang, dia cuka nakalin Bulbul tau. Jadi, ental Abang malahin dia aja!" tuturnya dengan bibir mengerucut kesal, sembari mengayun-ngayunkan tangannya yang tengah dituntun oleh Kenzo.
Kenzo menatap Bulbul dengan mengendikan kedua alisnya. "Nakal kek gimana sih, Bul!"
"Ci Lepan cuka gaguin Bulbul, Abang! Kemalin, kemalin, kemalin, adah dia cuka talik-talik lambut Bulbul, kan atit Abang!" adu anak itu dengan memasang wajah sebalnya.
"Telus ci Lepan duga cuka colek-colek tagan Bulbul! Bulbul endak cuka tau, Abang!" sambungnya dan bersedekap dada dengan bibir yang kembali dikerucutkan dan wajah ditekuk.
Kenzo terkekeh kecil mendengar penuturan itu. "Iye, entar Abang marahin!"
Bulbul kembali mendongak, menatap wajah Kenzo dengan menampilkan senyuman dua jarinya. "Cekalian Abang, cama ci endut. Dia cama-cama nakal! Telus pukul duga Abang pelutna, dangan cuma di malahin!" ucap Bulbul dengan menggebu-gebu.
Kenzo terkekeh kembali. "Iye, entar Abang ajak baku hantam sekalian!" sahutnya sambil mengepalkan tangannya dan menonjokan ke udara.
Tiba-tiba dari sisi sebelah kiri Bulbul, orang yang tengah dibicarakannya sama-sama tengah berjalan.
Revan memiringkan kepalanya menatap wajah orang yang berjalan di sebelahnya. "Eh ... Embul!" sapa Revan dan kembali menarik kuncir kuda rambut Bulbul.
"Aww! Atit!" pekik Bulbul mengerucutkan bibirnya sebal, sambil memegang kuncirannya, menatap ke arah Revan, galak.
"Abang, ayo malahin, telus pukul ci Lepan!" pinta Bulbul merengek dan menarik tangan Kenzo agar mendekat.
Kenzo bersedekap dada meneliti bocil yang disebut-sebut Lepan namanya oleh Bulbul itu, dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Kenzo mengendikan dagunya songong. "Nama lu sapa?"
Revan mengadahkan tangannya mengajak berkenalan dengan tangan satu yang berkacak pingganh. "Levan!"
"Caelah, gaya lu cil, ngajak kenalan pake selam-salaman segala!" sahut Kenzo menepis pelan tangan Revan.
Revan tak mengubris apa yang dikatakan kenzo, anak itu sedari tadi hanya melirik-lirik pada Bulbul yang tengah memasang wajah songongnya.
"Oh, jadi bener nama lu Levan, ye?" ucap Kenzo sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
Revan menatap kesal Kenzo. "Bukan! Tapi Llllrrevan!" Revan berusaha membenarkan, dengan menggetarkan lidah dalam mulutnya supaya bisa mengatakan huruf r.
"Ayo malahin ci Lepan, Abang!" celetuk Bulbul yang ada di sebelah Kenzo. "Wlekk!" sambungnya dan menjulurkan lidahnya mengejek pada Revan yang sedari dari meliriknya.
"Mangkannya kalo ngomong yang bener, kek!" ujar Kenzo menyahuti ucapan Revan.
"Bialin!" ketus Revan.
"Songong banget, ni anak!" Kenzo menyentil jidat Revan sampai-sampai ringisan terdengar dari bibir anak itu.
Revan merengut, mengusap jidatnya. "Sakit, anyil!"
"Telus Abang hajal, dagan cuma dihajal jidatna!" heboh Bulbul bertepuk tangan girang.
Kenzo tertawa mendengar apa yang dikatakan Revan. "Anyil, anyil, apaan dah, anyil? Yang bener kalo ngomong, panjangin lidah lu dulu sonoh!"
Revan menatap kesal Kenzo.
"Awas lu kalo gangguin nih bocil!" perintah Kenzo sambil menunjukan Bulbul yang berdiri disebelahnya. "Gue tonjok lu!" sambungnya diiringi kedua tangan yang dikepalkan seperti halnya orang yang menagajak bertengkar.
"Hajal dong, Abang! Hajal pelutna!" heboh Bulbul mengikuti gerakan Kenzo yang mengepalkan kedua tangannya seperti orang ngajak berantem.
"Bialin suka-suka aku! Ayok Bul, kita masuk!" Revan hendak menarik tangan Bulbul untuk masuk ke dalam. Namun, Kenzo terlebih dahulu menghentikannya.
"Eh, eh, eh, polontong lu, jadi bocil!" Kenzo menarik tas Revan. Lalu tangannya terulur menjitak kepala Revan. "Jangan genit lu, jadi cowok, sono masuk sendiri!"
Revan kembali meringis, mengusap-ngusap kepalanya yang terasa sakit. Dan berjalan sambil menatap tidak suka pada Kenzo.
"Abang, tuh, ci endut duga! Malahin dia, Abang!" ucap Bulbul saat Edo yang hendak melewati keduanya untuk memasuki kelas itu.
"Apa sih, Endut!" celetuk Edo yang merasa ucapan Bulbul tertuju padanya.
"Sini lu--" suruh Kenzo pada Edo, seperti biasa anak itu tengah menengemili kripik kentang ditangannya.
Edo mendekati Kenzo dengan ragu. "K--kenapa?"
Kenzo mengangkat dagu Edo, dan membulak-balikan ke kanan dan ke kiri, dengan pandangan meneliti.
"Badan lu subur bet, cil!" ujar Kenzo mengelengkan kepalanya, so iya.
"Lu suka bandelin si Bulbul, ye?" lanjut Kenzo bertanya, dengan memincingkan matanya menatap Edo.
Edo seketika mengerjapkan matanya lambat. "E--endak kok, Edo enggak bandelin si Bulbul!"
"Awas lu kalo bandelin ni bocah," peringat Kenzo sambil menunjukan Bulbul yang tersenyum mengejak pada Edo.
Edo mengelengkan kepalanya. "E-ndak, kok."
"Bagus! Sono lu masuk!" suruh Kenzo mendorong pelan tubuh Edo.
"Eh, eh, tunggu, tunggu--" Kenzo kembali menarik tas yang digendong oleh Edo.
"Badan lu udah segede gentong ginih ... kagak boleh kebanyak ngemil. Ini buat gue aje!" tutur Kenzo dan merebut kripik kentang yang ada ditangan Edo.
"Tapi--"
"Udah sono, lu masuk!" suruh Kenzo kembali mendorong tubuh Edo agak segera masuk, seraya memasukan satu buah kripik pada mulutnya.
"Sono kamu juga masuk, Bul!"
"Ciap!" sahut Bulbul memberi hormat pada Kenzo.
Sebelum pergi, Kenzo membungkukan badannya terlebih dahulu. "Cium dulu!" pintanya sambil menunjukan sebelah pipinya.
Tanpa basa-basi Bulbul melakukan apa yang dipinta oleh Kenzo. Dan setelahnya Bulbul memasuki kelasnya. Sementara Kenzo melenggang pergi sambil menikmati kripik kentang milik Edo tadi.
••
Hari minggu, seharusnya hari itu, hari dimana seluruh kegiatan baik sekolah ataupun orang-orang yang bekerja dikantor sejenak berhenti. Dan sebagian besar orang-orang biasanya menggunakan untuk menghabiskan waktu weekend tersebut dengan berkumpul bersama keluarga ataupun teman-teman.
Minggu ini, Aldan yang seharusnya berada dirumah, bersantai menikmati hari weekend itu bersama keluarga kecilnya. Terpaksa harus pergi ke kantor akibat ada sedikit pekerjaan yang tidak bisa di tunda-tunda dan harus diselesaikan dalam waktu itu juga.
"Jadi pergi ke kantor, Pah?" tanya Winda melihat Aldan sudah turun dari lantai atas dengan mengenakan jas dan hanya kaos putih polos didalamnya.
"Iya," jawab Aldan sembil merapikan sedikit tataan rambutnya.
Winda mendekat menghampiri Aldan. "Kenapa gak di rumah aja?"
"Gak bisa, aku lupa kemarin gak bawa berkas-berkasnya pulang."
Bulbul yang baru saja turun dari lantai atas dan melihat Aldan sudah rapi menceletuk. "Papa, mau kemana?" tanya Bulbul tiba-tiba, kaki pendeknya tengah menuruni setiap undakan tangga.
Aldan dan Winda memutar pandangannya menatap ke arah Bulbul. "Papa mau ke kantor sayang." sahut Aldan.
Bulbul mencebikan bibirnya, tidak suka. Padahal ia ingin main bersama Aldan. "Bulbul mau ikut! Bolehkan, Papa?"
Aldan melirik jam dipergelangan tangannya. Dan mengganggukan kepalanya. "Em ... boleh. Yuk."
"Eh ... enggak-enggak nanti Bulbul buat ulah!" sanggah Winda, mengelengkan kepalanya tidak boleh.
"Gak papa, ini hari minggu, dikantor gak akan banyak orang. Lagian gak akan lama kok," jelas Aldan yang membuat Winda menghela napasnya pelan dan membolehkan.
"Oke. Bulbul, kamu boleh ikut, tapi jangan bandel, ya?" pesan Winda dan merapihkan terlebih dahulu rambut Bulbul serta pakaian kodok yang dikenakan anak itu.
Kemudian setelahnya Aldan menggendong Bulbul, dan berpamitan sebelum benar-benar pergi. "Aku berangkat, assalamualaikum." ucap Aldan dan mengecup singkat pelipis Winda.
"Wa'alaikumsalam."
••
Aldan turun terlebih dahulu dari mobilnya, dan mengelilingi mobil itu untuk membukakan pintu mobil itu dan membantu Bulbul turun dan membukkan pintu mobil itu.
"Ayok." ajak Aldan menuntun tangan Bulbul dan melenggang berjalan masuk bersama.
Bulbul tak berhenti memperhatikan setiap penjuru kantor itu. Pasalnya ia sudah lama sekali tidak ikut Aldan ke kantor Papanya itu.
"Bul, mau digendong gak?" tawar Aldan, siapa tahu anaknya itu capek.
Bulbul mendongkak menatap Aldan, lalu menggelengkan kepalanya tidak mau. "Endak, Bulbul mau jalan ajah!"
Aldan mengangguk mengerti.
"Pak," sapa seorang pemuda, atau lebih tepatnya salah satu kariawan di kantor Aldan, pemuda itu sambil mengendikan sedikit kepalanya sopan.
Aldan tersenyum kecil. "Hari ini kamu masih ada kerjaan, Saka?"
"Iya Pak, sedikit. Tapi sekarang udah selesai," sahut Saka ramah, pemuda itu sama-sama menganakan setelan jas. Namun, hanya berbeda warna.
"Setelah dari sini kamu masih ada urusan?" tanya Aldan kembali.
"Enggak sih, Pak. Ada apa emang? Ada yang bisa saya bantu?"
"Kebetulan kalo begitu, saya boleh minta tolong ...." kata Aldan menjeda ucapannya, melihat Bulbul yang tengah asik bermain sendiri dengan pintu yang otomatis terbuka jika ada orang yang akan masuk. Gadis itu sesekali tertawa sendiri saat pintu itu terbuka dan tertutup dengan sendirinya.
"Tolong jagain anak saya sebentar, bisa tidak?" pinta Aldan sambil menunjukan dimana Bulbul berada.
Saka mengikuti arah tunjuk Aldan, dan menagguk mengiyakan. "Baik, Pak."
"Bul! Sini sayang!" panggil Aldan setengah berteriak memerintah pada Bulbul.
Bulbul menatap Aldan yang berada cukup jauh dari dirinya. Dan berlari kecil segera menghampiri Aldan. "Ada apa cih, Papa!"
Aldan berjongkok mengsejajarkan tinggi badannya dengan tinggi badan Bulbul. "Kamu main sama Om Saka dulu ya? Papa ada urusan dulu sebentar."
Bulbul memiringkan kepalanya menatap Saka yang terhalang oleh tubuh Aldan. Dan menampilkan deretan giginya setelah melihat Saka. "Alo, Om Caka!" sapa Bulbul melambaikan tangannya ke arah Saka.
Saka hanya membalas dengan lambaian serta senyuman, dan mengajak Bulbul untuk mendekat ke arahnya.
Aldan berdiri kembali. "Tolong jagain Bulbul yah Saka. Ini ...." Aldan memberika sebuah kartu pada Saka. "Kalo Bulbul mau jajan atau mau apa-apa pake itu aja, saya gak bawa uang cesh soalnya."
Saka menerima kartu itu. "Baik, Pak!"
"Maaf kalo ngerepotin, anak saya agak bandel!" akhir Aldan menepuk pundak pemuda itu, dan berjalan menuju ruangannya.
••