Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Kegalauan Arsylla
Arsylla baru saja sampai di apartemennya. Dia segera menuju unit tempat tinggalnya dan alangkah terkejutnya saat mendapati dua koper miliknya berada di depan pintu. Wanita itu mengepalkan kedua tangannya, sudah bisa membaca apa yang tengah terjadi. Arsylla pun mencoba untuk membuka pintu apartemen dengan kartu akses yang dia miliki. Namun, ternyata kartu itu sudah tidak berfungsi karena memang sengaja diganti oleh pemilik aslinya.
Adisti tidak ingin ada orang lain lagi yang menempati apartemen itu, baik sahabat, saudara atau siapa pun. Dia tidak percaya lagi dengan sebuah ikatan. Lebih baik menjadikan orang lain seperti keluarga yang bisa dia percayai, bukan orang yang tidak tahu terima kasih macam Arsylla.
"Si*l! Aku sudah terlambat, seharusnya sejak awal aku sudah memikirkan hal ini. Seandainya dulu aku menerima tawaran Adisti untuk ditawari hadiah apartemen. Meskipun tempatnya sedikit jauh dari kantor, lumayanlah daripada tidak seperti sekarang. Aku sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi, entah aku harus pergi ke mana sekarang," gumam Arsylla pelan.
Gadis itu pun mencoba untuk menghubungi sahabatnya, mudah-mudahan saja Adisti luluh dan mau menolongnya. Dia sangat mengenal Adisti yang bukan orang jahat, pasti sahabatnya itu mau membantu. Namun, sayang hingga beberapa kali panggilan tidak diangkatnya juga. Arsylla pun terpaksa pergi dari apartemen dengan membawa dua koper miliknya.
Sepertinya dia harus menemui Adisti secara langsung, gadis itu akan pergi ke butik pasti sahabatnya itu ada di sana. Apalagi saat ini sedang mengerjakan proyek baru. Sekarang kemampuan aktingnya kembali harus diasah lagi sepertinya.
Begitu sampai di butik milik Adisti, satpam melarang untuk masuk ke dalam. Tentu saja itu atas perintah sang pemilik karena tidak ingin tempat usahanya diganggu oleh para pengkhianat. Sudah cukup mereka memanfaatkannya selama ini.
"Pak, Anda kenal saya, kan? Saya ini temannya Adisti, kenapa Anda melarang saya? Anda bersikap tidak ada sopannya kepada saya. Saya bisa melaporkan Anda pada Adisti, tentu Anda tahu 'kan konsekuensinya? Anda akan kehilangan pekerjaan," berang Arsylla. Sikapnya sungguh membuat orang muak, seolah tempat ini miliknya padahal dia bukanlah siapa-siapa.
"Terserah Ibu saja. Saya di sini lebih menghormati atasan saya daripada Anda, terserah apa yang Anda katakan. Saya hanya menjalankan tugas dari Bu Adisti agar tidak mengizinkan Anda masuk."
Arsylla tidak menyangka jika sahabatnya berani mengusirnya, hingga tidak berapa lama Adisti keluar dari restoran. Dia ingin pergi mencari kain yang masih kurang, mudah-mudahan saja ada di toko biasa dirinya membeli kain.
"Adisti, tunggu!" teriak Arsylla begitu melihat sahabatnya keluar. "Adisti, kenapa kamu mengusirku dari apartemen? Bukankah kita ini sahabat? Aku ini sahabatmu dan kamu juga sudah mempercayakan apartemen itu padaku, kenapa sekarang kamu malah mengusirku dari sana?"
"Dengar, ya, Arsylla. Aku memang mempercayakan apartemen itu untukmu, tapi hanya untuk sementara saja tidak selamanya. Sekarang sudah saatnya aku memintamu untuk pergi dari apartemenku jadi, kamu tidak bisa selamanya tinggal di sana. Kita punya kehidupan masing-masing, tidak selamanya kamu harus hidup nyaman."
"Maksud kamu apa, Adisti? Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu menganggap aku seperti saudaramu sendiri?"
"Iya, itu benar, tapi itu dulu sebelum penghianatanmu terbongkar. Aku nggak nyangka kalau orang yang aku percayai selama ini tega menusukku dari belakang. Aku sudah sangat percaya padamu, tapi kamu malah menghianatiku seperti ini," cibir Adisti dengan menatap sinis ke arah Arsylla.
"Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti tanya hasil yang pura-pura b*doh membuat Adisti tertawa sumbang.
Sungguh wanita itu muak dengan orang yang tidak tahu diri seperti Arsylla. Dia sudah banyak berbuat baik selama ini, bahkan tidak pernah mencurigai sedikit pun gerak-gerik sahabatnya itu selama ini, tetapi ternyata kepercayaannya disalahgunakan. Apalagi itu semua didasari atas rasa iri. Padahal selama ini sebisa mungkin Adisti bersikap baik kepada Arsylla agar temannya itu, tidak merasa rendah diri karena bersahabat dengan dirinya yang anak seorang pengusaha.
Akan tetapi, justru perlakuannya malah membuat sahabatnya melonjak dan ingin menguasai apa yang dia miliki. Padahal dulu mamanya pernah berkata, bahwa Adisti tidak boleh terlalu percaya pada orang lain, takutnya nanti orang itu akan memanfaatkan dirinya. Sekarang terbukti apa yang dikatakan mamanya benar.
"Sudah, nggak usah berpura-pura, aku sudah tahu semuanya mengenai kamu yang menjodohkan sepupumu itu dengan suamiku. Sungguh di luar dugaan, aku heran kenapa tidak kamu sendiri saja yang menikah dengan Bryan? Malah menyodorkan orang lain, apakah kamu nggak percaya diri karena harus bersaing denganku ? Yang jelas-jelas kelas kita sangat jauh berbeda."
Arsylla mengepalkan tangannya, dia merasa terhina dengan kata-kata yang diucapkan Adisti. Gadis itu tidak menyangka jika mantan sahabatnya itu akan berkata seperti itu karena selama ini, Adisti selalu berkata lembut pada siapa pun bahkan pada orang yang tidak dikenal sekalipun.
"Oh, jadi kamu sudah tahu semuanya? Mulai sekarang aku tidak perlu lagi berpura-pura baik padamu, sungguh hal yang sia-sia. Kamu memang benar, aku yang memang sengaja menjebak suamimu agar menikahi sepupuku. Aku ingin lihat kamu yang hancur dan tidak memiliki apa pun. Aku sudah muak dengan semua tingkah lakumu, seolah apa yang ada di dunia ini bisa kamu miliki."
Adisti tertawa sambil menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan jalan pikiran gadis yang ada di depannya. "Akhirnya Kamu mengaku juga. Aku tidak menyangka kalau kamu dan Bryan bisa bersekongkol seperti ini. Apa kamu bilang tadi? Aku akan hancur ditinggal suamiku? Kamu jangan bercanda. Bryan tidak sehebat itu hingga membuatku hancur dan tidak berdaya. Justru dialah yang akan hancur bersama dengan para penghianat yang sudah menghianatiku. Kamu tidak perlu repot-repot memikirkan bagaimana nasibku, pikirkan saja dirimu sendiri harus bagaimana nanti menjalani kehidupan yang akan datang."
Tanpa banyak perkata lagi, Adisti pergi dari sana dengan menyeringai sinis, sementara Arsylla masih berdiri di tempatnya sambil memandangi punggung Adisti yang menghilang setelah memasuki mobil. Jujur dia merasa takut dengan apa yang dikatakan mantan sahabatnya, bagaimanapun juga selama ini gadis itu hidup atas belas kasihan dari sahabatnya. Jika tidak ada Adisti, keluarganya pun tidak akan bisa makan, bahkan saat dirinya belum bekerja pun sahabatnya yang memberi uang, untuk diberikan pada keluarganya agar keluarganya masih bisa memakan nasi.
Dalam hati, Arsylla merasa takut dengan apa yang dikatakan oleh Adisti. Entah bagaimana dia nanti harus kehidupan selanjutnya jika belum mendapatkan pekerjaan. Yang sebelumnya saja itu atas rekomendasi dan koneksi Adisti, bagaimana tanpa bantuan siapa pun.