Kontrak kerja Tya di pabrik garmen akan segera berakhir. Di tengah kalut karna pemasukan tak boleh surut, ia mendapat penawaran jalur pintas dari temannya sesama pegawai. Di hari yang sama pula, Tya bertemu seorang wanita paruh baya yang tampak depresi, seperti akan bunuh diri. Ia lakukan pendekatan hingga berhasil diajak bicara dan saling berkenalan. Siapa sangka itu menjadi awal pilihan perubahan nasib. Di hari yang sama mendapat dua tawaran di luar kewarasan yang menguji iman.
"Tya, maukah kau jadi mantu Ibu?" tanya Ibu Suri membuyarkan lamunan Tya.
"HAH?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Siap-siap Rabu
"Ibu di mana?" Diaz menempelkan ponsel di telinga kiri. Baru kembali ke kafe setelah hampir satu jam di rumah Tya. Merebahkan punggung di sofa ruang pribadi lantai tiga. Sambungan singkat berakhir setelah ibunya mengatakan ada di VIP room dengan teman-temannya.
Diaz meluruskan kaki hingga sepatunya menjuntai di ujung sofa. Menjadikan lipatan tangan sebagai bantalan kepala. Pikiran mengembara mengingat lagi aktingnya dari sejak warung Mpok Iyam sampai di rumah Tya. Mendesah kasar. Kalau bukan karena Ayah punya istri kedua dengan dua orang anak yang serakah ingin menguasai harta, malas rasanya menjalani peran ini. Dikhianati mantan pacar membuatnya nanti dulu untuk memulai hubungan baru.
Lagian ini cuma settingan, Diaz. Kalau lo ogah-ogahan, si Boby dan Leony bakal ugal-ugalan ngabisin harta warisan.
Bisikan hati itu menyudahi lamunan. Terdengar pintu didorong dari luar. Diaz bangun karena ibunya datang dan duduk satu sofa dengannya.
"Gimana-gimana?" Suri antusias ingin mendengarkan laporan dari anaknya.
"Udah aku lakuin sesuai perintah Ibu pokoknya. Mpok Iyam heboh. Bisma kakaknya Tya, untuk sementara welcome tapi masih menggantung restu. Dia nunggu kapan aku mau bawa orang tua ke rumah. Katanya pengen mastiin dulu apakah orang tuaku benar-benar mau menerima Tya yang orang biasa."
Suri tersenyum puas. Menepuk-nepuk bahu Diaz penuh bangga. "Good job. Ibu suka sama karakternya Bisma. Dia hati-hati. Nggak silau lihat kamu datang pakai Rubicon. Terlihat sangat menyayangi Tya ya."
"Terus tugasku selanjutnya apa?"
"Udah tukeran kontak belum?"
"Belum."
"Astaghfirullah. Diaz, aktingmu belum total berarti. Jangan serba disuruh dong. Kau juga harus inisiatif. Gimana nanti kalian mau koordinasi." Sambil geleng-geleng kepala, Suri mengirimkan kontak Tya ke nomer Diaz. "Besok ayahmu datang. Kita bicarakan soal melamar Tya. Ayo sekarang pulang!"
Semburat jingga di ufuk barat mulai memudar tertutup asap hitam. Senja telah undur berganti malam yang mulai merayap. Mobil Diaz perlahan memasuki gerbang tinggi yang dibukakan oleh sekuriti.
"Bu, itu mobil Ayah."
Suri mendongak dari fokusnya membalas pesan. Keningnya mengkerut dan tampak berpikir. Untuk memastikan tak salah waktu, ia yakinkan lagi dengan membuka kalender di ponsel. Betul sekarang hari Minggu. Harusnya suaminya datang besok. Pun dirinya tak mendapat chat konfirmasi.
"Bang, kenapa nggak bilang dulu mau datang hari ini?" Suri mencium tangan sang suami. Duduk di sisi kirinya dengan memasang wajah ceria dan senyum manis seolah senang suaminya datang. Jika istri kedua mengambil hati suaminya dengan penampilan seksi, ia mengambil hati dengan sikap manis dan elegan. Terbukti, madunya selalu kalah. Ini bukan kali pertama sang suami pulang ke rumahnya sebelum waktunya.
"Sengaja surprise. Eh, malah yang disurprise-in nggak ada. Kau sama Diaz dari mana?"
"Dari Bekasi, Yah. Aku diajak Diaz bertemu calon istrinya di Geranium. Aku sih kesan pertama langsung suka. Anak ini beda sama perempuan yang pernah Diaz bawa ke rumah."
"Calon istri?" Hilman Kavian, ayahnya Diaz mengulang dengan nada tidak percaya. Menatap putra sulungnya yang duduk di hadapannya terhalang meja.
"Iya, Yah. Aku udah mantap pengen nikahin dia. Namanya Tya. Orangnya cantik, baik, positif vibes. Dari keluarga sederhana. Aku harap Ayah mau merestui. Jangan pandang materi."
"Asal perempuannya baik. Dan kau hidup bahagia menikah dengannya, selebihnya nggak jadi masalah buat Ayah."
"Pokoknya Ayah kalau ketemu dia bakal langsung suka deh. Aku jamin. Kapan nih kita datang ke rumahnya sekalian tentukan tanggal nikah aja. Aku udah nggak sabar pengen punya mantu." Suri memijat bahu Hilman. Cara halus agar keinginannya dikabulkan.
"Aku pengen nikah bulan depan, Yah, Bu. Ngapain pacaran lama-lama malah nabung dosa."
"Wow, Diaz. Ibu suka sama prinsipmu. Bangga sekali Ibu, Nak." Suri beralih menatap Hilman. "Yah, kapan bisa luangkan waktu ke rumah calonnya Diaz?"
***
...Jangan ulangi kesalahan yang sama, masih banyak kesalahan lain yang perlu dicoba...
...(Cantya Lova, S.T. RONG)...
Semangat Senin menggebu bersama unggahan baru di akun media sosialnya dan juga di story WhatsApp nya. Tya turun dari motor Bisma yang mengantarnya hingga depan gerbang pabrik. Berjalan berbaur dengan ratusan karyawan lainnya memasuki gerbang.
"Tya...tunggu!" Yuni mengejar setengah berlari. Ia melihat Tya turun dari motor saat dirinya sedang memasukkan motornya di area parkiran. Akhirnya bisa mensejajarkan langkahnya. "Tya...itu Mpok Iyam beneran atau gosip doang?"
"Hah? Mpok Iyam nge-share apa emang?" Tya terkejut sekaligus ingn memastikan dulu yang dibahas Yuni tentang apa. Ia dan Yuni tinggal di beda RW. Mungkinkah si pemilik warung itu memviralkan dirinya di luar grup Mak Asbun?
Kemarin sore Mpok Iyam mengirimkan dua kali foto selfie dengan Diaz ke grup Mak Asbun. Beberapa orang menanggapi dengan heboh dan pujian, sebagian menjadi silent reader. Tya hanya bisa pasrah membaca sambil nyengir kuda. Di rumah, kakak iparnya juga jadi sering mesem-mesem menggodanya.
"Bukan dari Mpok Iyam langsung tapi dari Tante Eni nge-share ke aku. Katanya lagi heboh di grup. Awalnya Mpok Iyam ngirim CCTV katanya ketemu calon mertua Tya, terus kemarin foto caption-nya 'selfie sama pacarnya Tya'. Kan....selama ini si mpok tukang gosip kan ya. Jadi aku pengen mastiin tanya kau langsung."
"Valid, Yun," sahut Tya dengan santai.
"Iya kah? Nggak nyangka ih, diam-diam punya punya pacar. Ngakunya jomlo." Yuni menoyor bahu Tya yang baru saja mengangguk menguatkan jawaban.
Obrolan berakhir karena memasuki antrian absensi. Tapi dugaan Tya meleset. Yuni kembali memepetnya saat sama-sama memasuki ruang QC.
"Tya, kenalannya di mana sih?"
"Dilarang kepo. Karena kepo bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental dan hati. Bye." Tya mengacungkan dua jarinya sambil menyeringai, lalu berlari mendahului masuk ruangan.
Jam istirahat berbunyi. Meja Tya didatangi Yuni yang mengajak makan bareng.
"Aku bawa bekal, Yun."
"Aku juga. Lagi males pulang jadinya bawa bekal. Ayo kita makannya dimana."
Tya dan Yuni berbaur dengan karyawan lainnya di ruang istirahat tetapi memilih tempat dipojokan yang lebih terbuka demi menghindari asap rokok. Menjadi kebiasaan sebelum membuka kotak makan, membuka dulu ponsel yang mode silent selama jam kerja.
"Miscall dari siapa ini banyak amat," Tya menatap heran 4 panggilan tak terjawab jam sebelas dengan jarak 5 menit dari nomor yang tidak dikenal.
"Spam kali. Awas modus penipuan." Yuni mendengar jelas meski Tya bicaranya pelan. Ia mulai mengunyah sambil scroll media sosial.
Tetapi Tya penasaran. Membuka aplikasi pesan dan ternyata ada chat dari nomer yang sama.
[Ini aku, Diaz. Kabarin kalau bisa dihubungi]
***
Tya menjauh saat ponsel berdering menampilkan nama 'Mas Diaz' setelah di-save terlebih dahulu nomornya. Padahal baru juga mengetik dua kata chat balasan, panggilan masuk terdengar.
"Halo, Mas Diaz."
"Kenapa ditelepon nggak diangkat sih."
"Aku kerja, Mas. Selama kerja gak boleh buka hp."
"Kerja di mana?"
"Pabrik garmen. Ibu Suri tahu kok, tanya aja kalau gak percaya."
"Orang tuaku mau datang ke rumahmu hari Rabu."
"Oh. Rabu kapan?"
"Lusa. Mau sekalian bahas tanggal nikah kita."
"HAH!"
"Nggak usah kaget gitu kali. Ingat...ini settingan. Kita harus bermain natural."
"Iya aku nggak lupa. Cuma kaget aja secepat itu." Tya menoleh ke arah tempat duduknya tadi. Tampak Yuni sedang menatap ke arahnya. Wajah tegangnya segera diubah menjadi ceria dan penuh senyum. Membangun sugesti seolah yang menelepon pacar beneran yang dicintainya.
"Ayahku orang sibuk. Nggak ada waktu luang lagi. Kau harus siap."
"Rabu jam berapa?"
"Sekitar jam 10 sampai rumahmu."
"Aduh. Nggak bisa sore, Mas. Aku kan kerja dulu."
"Sudah kubilang ayahku orang sibuk. Kau libur aja."
"Nggak semudah itu, Mas Ardiaz. Ini pabrik bukan punya keluargaku. Mana lagi sibuk-sibuknya QC kejar deadline mau ekspor. Pasti seminggu ini bakal lembur." Tya memijat pelipisnya yang mendadak pening.
"Nama pabriknya apa?"
"PT. Primatex."
"Aku kenal manajernya. Biar aku yang minta izin."
"Serius, Mas?"
Tut. Panggilan telepon terputus. Tya menggeram dalam hati.
Ish, seenaknya aja ini orang. Kayak gini calon suami? NGGAK BANGET kalau nyata.
tidur bareng itu maunya ibu suri kaaan.... sabar ya ibu. 🤭
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣