Jennixia terpaksa menikahi Chester, mafia yang terkenal kejam di Negara X itu. Dia tidak diberikan pilihan lain oleh Chester.
Setelah menikahi Chester, sifat Chester sangat bertolak belakang dengan julukan yang diberikan kepadanya. Jennixia sempat merasa bingung. Chester melakukan apapun untuk meraih cinta Jennixia.
Bagaimana Chester bisa mengenal keluarga Jennixia ?
Apakah Jennixia bisa mencintai Chester setulusnya?
Masih banyak pertanyaan yang masih misteri mari kupas tuntas dengan mengikuti alurnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gabby_Rsyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Kondisi Jennixia
Anak buah yang Alex kirim bekerja bersama Arviy telah mengirimkan laoran padanya juga tentang kondisi kesehatan Jennixia.
Alex yang sedang berada di dalam ruang kerjanya menatap laporan yang diberikan. Hatinya mulai terasa perih dan sedih.
Dia merasa marah pada dirinya, karena telah mengejar harta dunia dia meninggalkan Jennixia yang begitu penting baginya juga.
Air mata membasahi wajahnya. Selama ini dia tidak pernah mencari tahu tentang Jennixia sekali pun, yang penting hanyalah uang dan uang.
Alex mengepalkan tangannya dan melepaskan beberapa pukulan di atas meja kerjanya.
"Maafkan aku." Teriaknya.
Bunyi kecoh di ruangan itu membuat istrinya bergegas masuk ke ruang kerja Alex dengan wajah yang khawatir.
....
Di tempat Arviy.
Dia merasa tenang karena Jennixia sudah membaik dan tidak terjadi sesuatu yang mencemaskannya. Hanya saja keberadaan Chester seperti dalam laporan itu membuatnya jengkel dan marah.
Arviy kembali memikirkan cara untuk menyingkirkan Chester secepatnya. Dia baru teringat tentang Anderson ayah tiri Jennixia.
Dia menyuruh asistennya menyeret ayah tiri Jennixia ke hadapannya hari ini agar dia bisa secepatnya menyingkirkan Chester.
"Cepat bawa Anderson sia*** tu ke sini!" Perintahnya pada asistennya itu.
"Baik Tuan."
Arviy begitu tidak sabar untuk memilik Jennixia, dia akan menjadikan Jennixia satu-satunya wanita untuk dirinya.
Tanpa dia tahu, Alex akan berusaha menjauhkan Jennixia darinya dan Chester dan tidak mengizinkan mereka untuk memiliki Jennixia.
....
Hari ini dokter memberitahu kepada Jennixia bahwa dia sudah bisa pulang tapi masih harus meminum beberapa obat.
Jennixia dengan wajah sumringgah mendengarnya dan saat ini Mei sedang mengemasi sedikit barang-barang Jennnixia.
Chester mengambilkan kursi roda untuk Jennixia agar dia tidak perlu kelelahan berjalan. Tapi Jennixia segera menolak.
"Aku bukan sakit parah." Ketus Jennixia apabila Chester memaksa untuk dia hanya perlu duduk di kursi roda.
"Aku tau tapi aku tidak mau hal sama yang terjadi padamu apalagi kita berada di lantai 4 sayang." Sahut Chester tidak mau mengalah.
"Tidak! Kalau begitu kau harus menjagaku dan terus bersamaku biar kejadian itu tidak berlaku lagi." Ungkap Jennixia.
"Makanya aku memperkatatkan penjagaan terhadapmu sekarang dan kesehatanmu, ayolah." Pujuk Chester lagi.
"Ck, kau bisa sajakan mengendongku, aku tidak mau duduk dikursi roda, mereka akan mengira aku sakit parah." Suara Jennixia mulai sendu.
Perdebatan akhirnya selesai dengan permintaan Jennixia yang minta digendong oleh Chester. Chester dengan bersemangatnya mengendong istri kecilnya itu.
Chester mengendong Jennixia ala bride style sehingga sampai ke mobil mereka. Dengan perlahan Chester membawa Jennixia masuk ke dalam mobil yang akan menghantar mereka pulang.
Baru saja hendak melepaskan tangannya dari Jennixia, tiba-tiba Jennixia menarik tangannya.
Tangan Jennixia terasa dingin dan basah, wajahnya mulai memucat dan tubuhnya sedikit gementar.
Chester yang merasa cemas dia teringat kata dokter sewaktu hari pertama Jennixia di rawat. Chester langsung saja membawa Jennixia masuk ke dalam dekapannya.
Flashback On...
Dokter memanggil Chester untuk masuk ke dalam ruangannya dan Jennixia dijaga oleh Nera dan Mei saat ini karena keadaan yang belum sadarkan diri.
"Silakan duduk Tuan." Ucap dokter itu.
Chester mengangguk lalu duduk di kursi hadapan dokter itu."
"Jadi bagaimana?"
"Begini Tuan, ini kejadian yang bisa membuat seseorang merasa syok berat dan trauma dalam pikirannya begitulah yang Nona lalui saat ini." Ucap dokter itu.
"Tuan harus memberi perhatian yang lebih kepadanya, kita bersyukur saja kalau setelah Nona sadar, Nona bisa melawan rasa trauma tapi itu mungkin hanya berlaku di tempat selain di dalam mobil." Lanjutnya lagi dengan lebih menerangkannya.
"Maksudnya dia akan mengalami rasa trauma ketika berada didalam mobil?" tanya.Chester yang ingin kepastian.
"Benar sekali Tuan, dia akan kembali merasa takut dan traumanya akan muncul lalu bisa saja Nona kembali pingsan." Ujar dokter itu lagi.
"Apa tidak ada cara untuk menghilangkan rasa ketakutannya itu dok?" Chester kembali melemas setelah mendengar kenyataan itu.
"Tergantung pendiriannya, atau Tuan bisa cari solusi seperti tidak mengajaknya menaiki mobil atau memakan obat tidur agar dia bisa tertidur dan tidak sadar saat menaiki mobil."
Flashback End..
Chester baru teringat dia sudah membeli obat tidur untuk Jennixia, dia merogoh sakunya lalu mencapaj botol minuman yang terletak di bagian saku belakang kursi depan mobil itu.
"Jen, minum obat ini dulu." Chester membantu Jennixia meminum obat tidur itu.
Selang beberapa menit Jennixia sudah tertidur dengan pulasnya di dalam dekapan Chester.
Chester menghela nafas lega setelah merasa Jennixia telah benar-benar tertidur. Telapak tangan Jennixia kembali hangat dan wajahnya mulai menunjukkan raut yang tenang.
"Maafkan aku, sepatutnya aku menyuruh mereka mengirim helikopter untuk menjemput kita." Gumamnya Chester sambil mengusap puncak kepala Jennixia.
"Mujur obat ini ada."
Perjalanan pulang ke mansion sungguh lancar karena mobil mereka di ikuti dengan mobil lain yang merupakan anak-anak buah dari Chester, tidak lupa juga orang bayangannya yang telah bersiap di posisi masing-masing.
Setelah mobil parkir di depan mansion, Chester dengan perlahan bergerak sambil mendekap Jennixia yang masih tertidur, dia mengendong Jennixia seperti koala.
Biarpun Nera telah menawarkan bantuan tetap saja Chester menolak, baginya istrinya adalah tanggungjawab besarnya.
Chester membawa Jennixia ke dalam kamarnya, dan dengan perlahan membaringkannya di atas ranjangnya.
Chester juga ikut merebahkan tubuhnya lalu menghadap ke arah Jennixia yang sedang tertidur pulas.
Dilihatnya dari samping, bentuk wajah Jennixia yang terlihat tirus dengan hidung yang mancung, dan bibir yang tipis membuatnya menelan salivanya.
Entah sudah berapa minggu dia tidak menci** bibir Jennixia, dan saat ini membuat dia ingin sekali melum** bibir Jennixia.
Kalau saja Jennixia dalam keadaan sadar pasti sudah dia eksekusinya sehingga puas, tapi dijuga tidak mau memaksa saat-saat seperti ini.
"Ahh mungkin harus tunggu berapa hari lagi." Ucapnya sambil mengusap bibir Jennixia menggunakan ibu jari tangannya.
Chester kembali menelan salivanya karena tengkorokannya tiba-tiba mengering setelah kembali mengingat adegan pembesaran gunung berkembar Jennixia.
"Hah aku harus membawamu ke kamarmu saja daripada juniorku merana." Baru saja Chester hendak mengangkat Jennixia tetapi hatinya menjadi tidak tega, dia keluar dari kamar dan memanggil Mei untuk menemani Jennixia.
Chester beristirehat di dalam ruang kerjanya, dia sedang duduk di kursi kebesarannya dan menatap lelangit ruangnya.
Pikirannya menerawang, dia membayang bagaimana Jennixia yang polos hendak melalukan hal tersebut, mungkin dia membutuhkan 2 tahun lagi baru hasrat biologisnya terpenuhi.
"2 tahun hem." Gumamnya.
....
Di tempat Alex.
Alex dikabarkan oleh anak buahnya bahwa Jennixia sudah kembali ke mansion bersama Chester, dia sedikit lega mendengarnya.
Sekurang-kurangnya Jennixia tidak dalam pantauan Arviy, karena dia tahu Arviy merupakan pemuda yang licik dan berotak mesum.
Istrinya kembali membawa nampan berisi kopi hitam yang panas.
"Bagaimana keadaannya?" tanya istrinya itu.
"Dia sudah kembali ke mansion Chester berarti dia sudah sehat." Sahutnya lalu menyeruput kopi hitam yang menjadi kesukaannya itu.
Bersambung...