Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dion
Sindy tampak cemas, sedari tadi dia hanya mondar-mandir di kamarnya sendiri. Hari ini tepat tiga bulan suaminya pergi dan belum juga kembali ke negara Y. Padahal sebelum pergi, Ezra sudah berjanji padanya akan segera pulang.
"Aku tidak bisa terus begini. Daddy tidak mau membantuku dan justru memenjarakan aku di rumah ini. Aku harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan suamiku kembali", tekad Sindy.
Gadis itu segera mengambil gawainya, ia tampak sibuk mencari kontak seseorang dan tak lama, Sindy terlihat berbincang serius di telepon.
"Kabari aku secepatnya setelah kamu mendapatkan informasi tentang Ezra Hadinata. Aku pastikan semakin cepat kamu bekerja, semakin besar imbalan yang akan kamu dapat", ucap Sindy sebelum ia benar-benar mengakhiri telepon itu.
"Siap, jangan ragukan kinerjaku, Nona Sindy", jawab seorang lelaki di ujung telepon.
Sindy tersenyum licik setelah perbicangan mereka selesai.
Selama Ezra pergi ke negara X, sudah tak terhitung berapa kali Sindy mencoba menghubunginya, bahkan setiap jam lebih dari sepuluh kali gadis itu terus mencoba menghubungi Ezra. Tapi sayang, semua usahanya sia-sia. Ezra tidak pernah merespon panggilan maupun pesan dari Sindy, bahkan nomor lelaki itu tidak pernah aktif.
"Aku yakin ada yang tidak beres dengan Mas Ezra dan aku secepatnya harus mengetahui alasan dia menghindariku sampai seperti ini", ucap Sindy kesal.
Ada rasa marah dan kecewa yang semakin menjadi-jadi dalam dirinya. Tapi Sindy tidak bisa turun tangan langsung untuk mencari tahu segala sesuatu yang berkaitan dengan suaminya itu.
Sementara itu, semenjak kembali ke negara X, Ezra kembali disibukkan dengan aktivitas kantornya dan selama itu pula dia sama sekali tidak terpikir bahkan tidak berkeinginan untuk menghubungi Sindy meski sekedar menanyakan kabar istrinya di sana.
"Ck, gue bosan nih", keluh Dion.
Saat ini dirinya sedang berada di kantor Ezra. Ya, semenjak Bagas menikah dengan Nita dan pindah ke kota lain, Dion hanya bisa menghabiskan waktu dengan Ezra. Itupun jika Ezra sedang tidak sibuk atau jika sahabatnya itu memang berminat diajak kongkow.
"Dari tadi lo ngeluh terus. Kenapa sih?", tanya Ezra tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
Dion melirik malas ke arah sahabatnya itu, "Ya gimana gue gak ngeluh, Zra. Semenjak kedua sahabat gue nikah, gue tuh udah seperti duda tua tahu gak. Gue makan sendiri, masak sendiri, segala sendiri".
Ezra terkekeh, "Halah udah kek lagu dangdut aja, lo. Nikah aja belum, udah berasa jadi duda, gimana ceritanya? gak masuk akal", ejek Ezra.
Dion mengerucutkan mulutnya, kesal.
"Bodo amat kek lagu dangdut juga, emang kenyataannya begitu, kok. Kita keluar yuk, Zra. Makin stress gue lama-lama di sini, mana dari tadi lo cuek, cuma perhatian sama kerjaan lo doang", lagi, Dion mengeluh.
"Dih ngapain juga gue perhatian sama lo. Ya mending perhatian sama kerjaan gue lah, jelas menghasilkan cuan. Makanya, cari istri dong jangan cuma jago mainin cewek doang", Ezra masih saja mengejek Dion.
Dion membuang nafas kesal, "Lo pikir gue gak mau punya istri? ya gue juga mau lah, tapi gue belum nemu aja cewek yang tepat".
"Emang lo cari calon istri macam sih, Bro? sampai gak nemu-nemu", Ezra sejenak mengalihkan pandangannya ke arah Dion.
Dion terdiam, dia berpikir sejenak, "Ya gak beda jauhlah sama Raya".
"Heh, maksud lo apa? kok istri gue dibawa-bawa segala, sialan lo", Ezra tak terima dengan jawaban Dion. Dia bahkan sudah beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri sahabatnya yang sedari tadi duduk di sofa ditemani banyak cemilan.
"Eits, sabar, Bro. Kan gue cuma bilang yang gak beda jauh, bukan berarti gue minat sama istri lo", Dion meralat ucapannya karena dia bisa melihat kilatan kemarahan di mata Ezra saat ini.
Ezra menjatuhkan tubuhnya kasar di sofa, "Awas aja kalau sampai lo ada hati ke istri gue. Gue gak akan segan-segan hajar lo sampai babak belur kalau perlu sampai mati!", tegas Ezra masih tak terima.
"Wah, tega banget sih lo. Kita udah sahabatan dari dalam kandungan lho, Zra. Masa iya gue sejahat itu sama lo dan masa iya juga lo sesadis itu sama gue", Dion memasang ekspresi takut membayangkan tindakan Ezra kalau sampai benar terjadi. Dia sungguh bergidik ngeri.
"Gue gak akan segan-segan menghabisi siapapun yang mengusik istri gue. Gue gak peduli sahabat atau siapapun itu!", Ezra kembali menegaskan ucapannya.
"Iya iya, keep calm, Bro. Daripada lo marah-marah sama gue yang imut ini, gimana kalau lo temenin gue ke club? siapa tahu ada cewek yang nyantol buat gue jadiin istri", ucap Dion berusaha menenangkan Ezra.
Ezra menatap sahabatnya itu dengan sinis, "Sorry, kerjaan gue masih banyak. Gue belum bisa nemenin lo ke club", jawab Ezra.
Lagi-lagi Dion harus menelan kecewa karena sahabatnya itu masih bersikukuh untuk bekerja.
Tak lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Ezra dan Dion menatap arah pintu bersamaan dan Ezra mempersilahkan orang di luar untuk masuk.
"Maaf, Pak. Saya mau mengantarkan berkas kerja sama dari perusahaan A", seorang wanita cantik masuk ke dalam ruang kerja Ezra.
"Oh ya, bawa kemari", perintah Ezra.
Wanita itu melangkahkan kakinya mendekat ke arah Ezra.
"Duduk", perintah Ezra lagi.
Si wanita duduk di sofa yang kosong, "Berkas kerja samanya sudah ditanda tangani CEO mereka, tinggal Bapak yang harus menandatangani berkas ini sebelum saya kirimkan kembali salinannya".
Ezra menerima berkas tersebut, membukanya dan membaca lembar demi lembar isinya.
Disaat Ezra fokus, Dion justru mencuri-curi pandang. Sedari tadi dia memasang senyum manis ke arah sekretaris Ezra.
"Ehm ... boleh dong kenalan", Dion memulai percakapan.
"Jangan gatel, dia sekretaris gue", cegah Ezra tanpa mengalihkan kedua matanya dari isi berkas itu.
Dion tersenyum kecut, dia melirik Ezra sejenak, "Ya elah, Zra. Namanya juga usaha, cuma kenalan doang masa gak boleh sih. Boss kamu pelit dan jahat ya", Dion kembali melirik ke arah sekretaris Ezra yang kini terlihat menahan tawa.
"Ayo dong kenalan, namanya siapa?", kali ini Dion langsung berinisiatif dengan mengulurkan tangannya.
"Huss ... udah dibilang jangan kegatelan", Ezra menepis uluran tangan Dion ke arah sekretarisnya.
"Ck, lo tega amat sih, Zra. Lo mau gue menduda eh membujang seumur hidup? mau lo?", tegas Dion tak terima dengan larangan Ezra.
Ezra menghela nafas kasar, dia melirik Dion sebentar lalu melihat ke arah sekretarisnya yang sedari tadi duduk dengan anggun.
"Kamu mau kenalan sama sahabat saya yang kurang waras ini?", tanya Ezra pada Sang sekretaris.
"Idih, siapa yang kurang waras sih? fitnah itu", Dion protes tak terima.
Sang sekretaris tertawa kecil dengan menutup mulutnya. Sungguh sedari tadi dia merasa geli melihat tingkah atasan dan tamunya.
"Udah gak usah tunggu izin dari boss galak, pelit, dan jahat ini. Langsung aja kita kenalan", Dion segera berdiri dan membungkukkan badannya agar bisa menggapai tangan Sang sekretaris.
"Eh ... eh ... eh ...", Ezra gagal mencegah Dion karena sahabatnya itu sekarang sudah berhasil meraih tangan sekretarisnya.
"Kenalkan, Dion Ragawijaya. Pengusaha muda yang tak kalah sukses dari boss jahat di sebelah", ejek Dion merasa menang dari Ezra.
Sang sekretaris tersenyum simpul, "Saya, Aura, Pak. Sekretarisnya Pak Ezra", sekretaris itu akhirnya memperkenalkan diri.
"Wow, Aura, nama yang bagus seperti orangnya", puji Dion gombal.
Ezra hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat aksi Dion yang sudah tak aneh lagi baginya.
"Kamu udah punya pacar atau calon suami?", tanya Dion tanpa ragu.
"Be ... belum, Pak. Kenapa?", tanya Aura gugup.
"Aduh, jangan panggil Pak dong. Kesannya aku ini sudah tua. Padahal kamu lihat sendiri aku masih begitu muda, perjaka asli, ganteng lagi", Dion makin tak terkendali.
Ezra yang sedari tadi ada di tengah-tengah Dion dan Aura sudah tak berkutik lagi. Dia tahu betul watak Dion. Sekali sahabatnya itu tertarik dengan seorang wanita, dia akan mengejarnya sampai dapat. Sebetulnya Ezra pun merasa kasihan pada Dion yang masih setia bersolo karir sebagai perjaka diusianya yang hampir mendekati kepala tiga.
Jadi, kali ini Ezra tak ingin lagi melarang Dion beraksi. Lagi pula selama Ezra mengenal Aura, gadis itu adalah karyawan yang baik. Kinerjanya bagus dan pandai menjaga sikap juga perilaku meskipun dia seorang sekretaris, gadis itu tidak pernah bersikap macam-macam pada siapapun, termasuk pada Ezra, atasannya.
"Wah bagus kalau gitu. Siap nikah gak? kalau siap, yuk nikah sama aku", ajak Dion tanpa pikir panjang.
Aura terkejut mendengar ucapan tamu bossnya itu. Bisa-bisanya baru pertama kali bertemu, lelaki bernama Dion Ragawijaya itu mengutarakan hal yang sangat pribadi di tengah situasi yang tidak pernah dibayangkan seperti ini.
"Gimana? jangan kelamaan mikir dong. Aku jamin, aku lelaki setia, kaya, dan pasti membahagiakan kamu lahir dan batin, sepanjang hayat. Kalau perlu sampai tujuh turunan", lanjut Dion lagi sesumbar.
Ezra menahan tawanya. Ya, meski terkadang sikap dan tingkah sahabatnya itu absurb, tapi sebetulnya Dion adalah pribadi yang baik, dia selalu menepati janjinya, dan memenuhi apapun yang dia katakan.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban