Sebuah tragedi memilukan menghancurkan hidup gadis ini. Pernikahan impiannya hancur dalam waktu yang teramat singkat. Ia dicerai di malam pertama karena sudah tidak suci lagi.
Tidak hanya sampai di situ, Keluarga mantan suaminya pun dengan tega menyebarkan aibnya ke seluruh warga desa. Puncak dari tragedi itu, ia hamil kemudian diusir oleh kakak iparnya.
Bagaimana kisah hidup gadis itu selanjutnya?
Ikuti terus ceritanya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Dea hanya bisa menangis tersedu di ruangan itu tanpa berkeinginan pergi dari Julian. Karena Dea tak kunjung pergi, Julian pun akhirnya melampiaskan kemarahannya dengan menghancurkan rumah impian mereka, yang ia bangun dengan susah payah tersebut.
Seluruh kaca jendela yang menghiasi di rumah berukuran sedang tersebut, dihancurkan dengan menggunakan palu yang masih ia genggam. Bukan hanya itu, pintu-pintu di segenap ruangan di tendang dengan sangat keras hingga hancur tak bersisa.
Melihat hal itu, Dea pun berteriak histeris. Rumah impian yang selama ini ia harap bisa melindunginya dari cengkraman sang kakak ipar, dihancurkan dalam hitungan beberapa detik saja oleh Julian.
Prank!
Prank!
Prank!
"Sudah, Mas! Jangan lakukan itu, aku mohon!" lirih Dea
Namun, usaha Dea untuk menyelamatkan rumah itu ternyata hanya sia-sia saja. Julian bahkan tidak mau mendengarkan kata-katanya.
Setelah beberapa saat kemudian, Julian pun tersenyum puas. Rumah impiannya bersama Dea hancur. Pintu dan jendela yang menghiasi rumah itu sudah tidak berupa lagi. Beberapa sekat ruangan yang hanya terbuat dari papan tipis tersebut juga menjadi sasaran amukan lelaki itu.
Setelah puas meluapkan amarahnya, Julian kembali menghampiri Dea yang masih sangat syok. Lelaki itu menyeringai kemudian melemparkan palu besi tersebut ke lantai dengan sangat keras. Beruntung palu tersebut tidak mengenai kaki Dea.
"Pulang lah, Jal*ng! Kembali lah kepada kakak-kakakmu yang menjijikkan itu!" bisik Julian dengan penuh penekanan.
Setelah mengucapkan hal itu, Julian pun bergegas pergi dan meninggalkan Dea di rumah itu sendirian. Tubuh Dea luruh. Ia jatuh ke lantai kemudian meringkuk di sana.
"Aku bukan jal*ng, Mas! Aku bukan Jal*ng!" gumam Dea sambil terisak.
Hanya kata-kata itu yang keluar dari bibir Dea. Hingga akhirnya, ia pun tertidur karena kelelahan. Tanpa cahaya, hanya diterangi oleh cahaya bulan remang-remang yang masuk dari jendela yang sudah hancur tersebut.
Sementara Dea tertidur di rumah impian yang sudah hancur tersebut, Julian malah menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Lelaki yang tidak pernah menyentuh minuman keras itu, akhirnya memutuskan untuk melampiaskan kekecewaannya dengan menenggak minuman haram tersebut.
Julian mabuk dan mulutnya pun terus meracau dengan kata-kata yang tidak jelas. Beberapa temannya yang masih memiliki rasa empati kepada Julian, mencoba membujuk lelaki itu untuk kembali ke rumahnya.
"Sudah lah, Julian. Sebaiknya kamu pulang. Ibu dan istrimu pasti sudah menunggu dan mencemaskanmu," ucap salah seorang temannya.
"Tidak! Kalian salah!" Julian yang berada dalam pengaruh minuman memabukkan tersebut menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak ada sesiapa pun yang menunggu kepulanganku. Apa kalian tahu, ha? Aku sudah menceraikan istriku karena dia sudah tidak suci lagi!"
Julian tergelak setelah mengucapkan hal itu. Ia kembali menenggak minuman memabukkan tersebut dengan lahapnya. Sementara beberapa sahabatnya yang masih dalam keadaan sadar, tampak kebingungan mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Julian saat itu.
"Julian, apa kamu serius dengan ucapanmu barusan?" tanya salah satu dari mereka yang mulai penasaran.
Julian kembali tergelak dan menganggukan kepalanya. "Ya, iyalah! Mana pernah aku bohong sama kalian? Selama ini aku terlalu bodoh dengan mempercayai wajah polos gadis sialan itu. Di balik wajah polosnya, ternyata dia tidak lebih dari seorang jal*ng!" sahutnya kemudian.
"Ta-tapi rasanya sangat tidak mungkin jika Dea bersikap seperti itu, Julian. Setahu Kita-kita, Dea adalah gadis yang baik dan tidak pernah berlaku aneh-aneh," sahut mereka lagi.
"Ya. Sama seperti kalian, aku pun sempat berpikiran seperti itu. Namun, malam ini Dea membuktikan bahwa dirinya tidak lebih dari seorang ******* yang tidak bisa menjaga kehormatannya."
Para sahabat Julian tidak berani membahasnya lagi. Mereka pun diam dan membiarkan Julian meluapkan kekesalannya di sana dengan minuman memabukkan tersebut.
Keesokan paginya.
Julian yang sudah mabuk berat, di antar oleh beberapa sahabatnya pulang ke rumah orang tua lelaki itu. Ibunda Julian kaget, ini pertama kalinya ia mendapati anak lelaki itu mabuk-mabukan. Wanita paruh baya itu panik kemudian menghampiri Julian yang sedang digotong oleh beberapa temannya.
"Ya, ampun, Julian! Kamu kenapa, Nak?"
"Dia mabuk, Bu," jawab salah satu sahabatnya.
"Tapi, bagaimana bisa? Selama ini Julian tidak pernah sekali pun menyentuh minuman itu. Apa jangan-jangan kalian yang mengajak dan memaksanya minum?" lanjut Ibunda Julian sambil menatap tajam ke arah para pemuda tersebut.
Mereka pun menggelengkan kepala secara serempak. "Tidak, Bu! Lihatlah, kami saja tidak minum. Hanya Julian saja yang minum minuman itu," elak salah satu dari mereka.
...***...