NovelToon NovelToon
Menjemput Cahaya

Menjemput Cahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

SPESIAL RAMADHAN

Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.

Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.

Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.



**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17_Dua tempat berbeda

Pukul 10 malam, di Pesantren Darussalam sudah begitu hening. Angin berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan di halaman asrama santriwati. Langit dipenuhi bintang, berkelip seperti butiran permata di hamparan hitam. Dari kejauhan, suara jangkrik bersahutan, menciptakan irama alami yang menemani kesunyian malam.

Di dalam kamar sederhana, Santi duduk di sudut ruangan, memeluk lututnya sendiri. Semua santri lain sudah tertidur lelap setelah seharian penuh belajar dan beribadah. Hanya ia yang masih terjaga, matanya menatap kosong ke lantai.

Hatinya terasa sesak.

Entah sejak kapan, ia mulai mengagumi Fahri. Lelaki itu begitu baik, bukan hanya kepadanya, tetapi juga kepada adik-adiknya. Fahri adalah orang yang tidak hanya membantu dengan materi, tetapi juga dengan perhatian dan ketulusan. Setiap kali ia mengingat bagaimana Fahri selalu peduli terhadapnya, hatinya menghangat. Tapi di saat yang sama, ada rasa bersalah yang begitu dalam menghujam dadanya.

"Apa aku pantas mengaguminya?"

Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.

Masa lalunya…

Ia selalu berusaha menutupinya, berusaha menjalani hidup baru di pesantren ini. Tapi bayang-bayang itu tidak pernah benar-benar hilang. Seperti malam ini, saat semua orang terlelap, masa lalunya kembali menghantuinya.

Kilasan-kilasan dosa yang pernah ia lakukan berputar di pikirannya. Suara-suara dari masa lalu bergema di telinganya. Wajah-wajah orang yang pernah ia kecewakan muncul satu per satu dalam ingatannya.

"Ya Allah…," bisiknya lirih, suaranya bergetar.

Ia meremas ujung jilbabnya dengan tangan gemetar. Air mata perlahan menggenang di sudut matanya.

Bagaimana mungkin ia, yang penuh dengan dosa di masa lalu, bisa memiliki perasaan terhadap seseorang seperti Fahri?

Lelaki itu terlalu baik. Terlalu suci. Terlalu jauh dari bayang-bayang hitam yang selalu mengikutinya.

"Aku tidak pantas…"

Ia menunduk semakin dalam, tubuhnya bergetar.

Santi menggigit bibirnya, berusaha meredam tangis yang ingin pecah. Ia takut jika mengeluarkan suara, teman-temannya akan terbangun.

Lalu ia ingat sesuatu.

Setiap kali perasaan ini menghampiri, hanya ada satu cara yang bisa membuatnya merasa lebih tenang.

Ia bangkit perlahan, lalu meraih mukena yang tergantung di sisi ranjang. Dengan langkah hati-hati, ia keluar dari kamar menuju musala kecil yang terletak di sudut asrama.

Lampu musala masih menyala redup. Seperti biasa, tempat itu kosong di tengah malam seperti ini.

Santi menggelar sajadah, lalu berdiri tegak, mengangkat takbir dengan suara yang bergetar.

"Allahu Akbar…"

Ia mulai salat, meluruhkan segala kegelisahan dalam sujudnya. Air matanya jatuh, membasahi sajadah di bawahnya. Dalam setiap doa yang ia panjatkan, ia memohon agar Allah menghapus perasaan ini.

"Bukan untukku, ya Allah… Jangan biarkan aku berharap kepada sesuatu yang bukan untukku…"

Hatinya bergetar saat membaca doa itu. Ia tahu, tidak ada gunanya berharap pada manusia. Tidak ada gunanya mengagumi seseorang jika itu hanya akan membuatnya semakin merasa berdosa.

Malam semakin larut, tapi Santi masih bersujud lama, membiarkan air matanya jatuh tanpa suara.

Ia hanya ingin Allah mengampuni dosa-dosanya.

Dan ia hanya ingin terbebas dari perasaan ini… perasaan yang semakin membuatnya merasa tidak pantas.

Sementara itu, diwaktu yang bersamaan, di tempat lain. Di negeri nun jauh di mata, Mesir. Matahari masih bersinar lembut di ufuk barat, menghamparkan sinarnya yang keemasan di atas bangunan-bangunan tua yang penuh sejarah. Jalanan di sekitar kampus masih ramai oleh mahasiswa yang baru saja menyelesaikan jam kuliah mereka.

Aliya melangkah santai di trotoar, melewati deretan toko kecil yang mulai menyalakan lampu-lampunya. Hari ini cukup melelahkan, tapi ia bersyukur semua kelasnya berjalan lancar. Ia berniat langsung pulang ke asrama, membayangkan bisa merebahkan diri setelah seharian penuh aktivitas.

Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara familiar memanggil namanya.

"Aliya!"

Ia menoleh cepat. Di seberang jalan, berdiri seorang pemuda dengan jaket hitam dan tas selempang yang disampirkan santai di bahunya. Raka.

Aliya mengerjap, sedikit terkejut, tapi kemudian tersenyum. Ia sudah cukup akrab dengan pemuda itu sejak pertemuan pertama mereka di tepian Sungai Nil beberapa waktu lalu.

Raka melangkah mendekat, ekspresinya santai namun jelas ada ketertarikan dalam matanya, "kebetulan banget, ya. Nggak nyangka bisa ketemu di sini."

Aliya tersenyum tipis, "iya, ngomong-ngomong kamu baru selesai kelas juga?"

Raka mengangguk, "saya sudah tidak ada kelas lagi, saya tadi ke kampus hanya untuk bertemu dengan dosen untuk membahas tesis saya.

Aliya mengangguk paham, sambil berjalan kecil.

"Oh ya, mau pulang?" tanya Raka.

"Iya, ini saya mau pulang, tapi mau mampir beli makan dulu," jawab Aliya.

"Wahh, kalau begitu kita barengan ya, saya juga mau beli makanan, sekalian saya tunjukin, di mana warung yang sering dikunjungi sama anak kos di sini," ujar Raka sambil tertawa kecil.

Aliya ikut tertawa, "boleh," ucapnya tertarik, ia penasaran di mana warung yang sering dikunjungi oleh anak kos di sini.

Mereka berjalan kecil berdampingan, dengan jarak sekitar satu meter.

Raka menyelipkan tangannya ke dalam saku jaketnya, menatap Aliya dengan senyum tenang, "eh, ngomong-ngomong, kamu sudah gabung organisasi mahasiswa Indonesia di sini belum?"

Aliya mengerutkan kening, mencoba mengingat, "Organisasi? Maksudnya PPMI?"

Raka menggeleng pelan, "bukan. Ada organisasi lain yang lebih spesifik, tempat kumpulnya mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kuliah di Mesir. Kita sering ngadain acara kajian, diskusi ilmiah, juga kegiatan sosial buat bantu mahasiswa baru biar lebih mudah beradaptasi di sini. Kita juga sering ngadail festival budaya, dan kuliner khas Indonesia. Sehingga selain untuk mengobati rasa rindu kepada Indonesia, kita juga tetep melestarikan budaya dan semakin cinta tanah air."

Aliya menatapnya dengan minat, "serius? Aku belum pernah dengar. Namanya apa?"

Raka tersenyum, "namanya IKMI—Ikatan Keluarga Mahasiswa Indonesia. Kita sering ngadain pertemuan buat bahas banyak hal, mulai dari akademik, budaya, sampai kehidupan sehari-hari di Mesir. Kebetulan besok ada pertemuan kecil, kamu mau ikut?"

Aliya berpikir sejenak. Sejujurnya, sejak tiba di Mesir, ia lebih sering sibuk dengan kuliah dan belum banyak berinteraksi dengan komunitas mahasiswa Indonesia. Bahkan sampai detik ini ia belum punya kenalan dari Indonesia selain Raka. Bergabung dengan organisasi seperti ini terdengar menarik, kumpul kumpul teman dalam organisasi bisa mengurangi rasa penat selepas kuliah.

"Kayaknya seru," katanya akhirnya, "besok acaranya di mana?"

"Di sekretariat IKMI, nggak jauh dari kampus. Besok aku tunggu kamu di depan Biro kampus, kita berangkat bareng dari sana," tawar Raka santai.

Aliya tersenyum kecil, "oke aku ikut."

Raka mengangguk puas, "sip! Aku yakin kamu bakal suka. Organisasi ini bukan cuma tempat buat diskusi, tapi juga kayak keluarga kedua buat mahasiswa Indonesia di sini."

Aliya tersenyum, setelah berjalan cukup jauh akhirnya Raka berhenti di sebuah warung.

1
Susi Akbarini
kalao suka halalin aja..
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
sayang di pesantren gak ada cctv..

myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalo suka ama santi..
halalin aja.

😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
adam terciduk..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
bakal ketahuan ga ya.....
Lianali
cerita yang penuh makna.
Susi Akbarini
Adam ..
dingin..
menghanyutkan..

❤❤❤❤❤❤😉
Susi Akbarini
sebagai mantan penikmat wanita.

pasti Adam.paham Santi punya daya tarik pemikat..

mudah2an..
Adam.mau halalin Santi lebih dulu...
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
oalah..
mudah2an karena sama2 pendosa..
jadi sama2 mau neryonat dan menyayangi..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
tatapan Adam seperti menginginkan Santi..
Santi jadi gak kuat..
😀😀😀❤😉❤
Susi Akbarini
mungkin Adam ada rasa ama Santi.

atau jgn2 Dam pernah tau Santi sblm mereka ktmu di bus.

mungkinkah hanya Adam yg tulus mau nikahi Santi..
mengingat ibu Adam kan udah meninggal.. .
jadi gak ada yg ngelarang seperti ibu Fahri..
❤❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
ada yang panas nih.....
Diana Dwiari
ah.....jangan2 Ros adalah gadis yg diinginkan fahri
0v¥
kenapa klo fahri ama santi, kenapa umi nya fahri tidak setuju, jgn karena masa lalunya santi kelam, semua dimata Allah sama klo benar 2 mau tobat di jalan Allah,
Susi Akbarini
duuhhhhh....
jadi penasarannn...
siapa akhirnya jodoh Santi..
❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
waduuuhhhh..
saingan terberat Santi datang..
😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
berasa nonton film ayat2 cinta..
😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
Adam
Susi Akbarini
mungkinkah mereka berjodoh???
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
bukan orang baik yg bagaimna?
jadi penasarannn..
❤❤❤❤❤❤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!