Jiao Lizhi, 25 tahun, seorang agen profesional di abad ke-21, tewas tragis saat menjalankan misi rahasia. Yatim piatu sejak kecil, hidupnya dihabiskan untuk bekerja tanpa pernah merasakan kebahagiaan.
Namun tak disangka, ia terbangun di dunia asing Dinasti Lanyue, sebagai putri Perdana Menteri yang kaya raya namun dianggap “tidak waras.” Bersama sebuah sistem gosip aneh yang menjanjikan hadiah. Lizhi justru ingin hidup santai dan bermalas-malasan.
Sayangnya, suara hatinya bersama sistem, dapat didengar semua orang! Dari keluhan kecil hingga komentar polosnya, semua menjadi kebenaran istana. Tanpa sadar, gadis yang hanya ingin makan melon dan tidur siang itu berubah menjadi pejabat istana paling berpengaruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pendosa
Beberapa saat kemudian, Jiao Wenqing teringat tentang sesuatu. “Oh, ya. Beruntung kalian membatalkan rencana untuk menjodohkan Fei’er dengan putri dari Akademi itu. Tuan Xue ternyata terlibat suap yang berhubungan dengan keluarga Menteri He.”
Nyonya Zhao kaget dan langsung berkata, “Oh? Ada yang seperti itu?”
“Ya.” Tuan Jiao mengangguk, wajahnya agak cemberut. “Jadi… keputusan kita waktu itu sungguh tepat.”
Jiao Fei langsung bersandar ke belakang, lega bukan main. “Syukurlah, keluarga kita jadi tidak ikut terlibat. Ini juga karna A Zhi yang memberitahu ku.”
“Mm”, ucap mereka bertiga sambil menganggukkan kepalanya bersamaan.
Nyonya Zhao kemudian menatap suaminya lagi. “Lalu… apa yang harus kita lakukan, Suamiku? Apakah keluarga kita juga akan dihukum karena ucapan yang A Zhi?”
Tuan Jiao memijat dahinya, tampak sangat letih. “Aku tidak tahu, Aku sungguh tidak tahu. Semoga saja Yang Mulia tidak memasukkan dalam hati ucapan-ucapan buruk A Zhi itu.”
“Semoga saja,” gumam Nyonya Zhao.
Suasananya kembali tegang… sampai Jiao Wenqing menepuk pahanya pelan, seolah mengingat sesuatu yang jauh lebih buruk.
“Aduh… aku lupa. A Zhi tadi bilang… ia mungkin akan merampok rumah Tuan He malam ini.”
“BOOOOGH!”
Jiao Fei langsung memukul meja tanpa sengaja saking terkejutnya. “APA?!”
Tuan Jiao mengangguk putus asa. “Ya. Kita harus memastikannya. Jangan sampai dia benar-benar keluar rumah nanti malam untuk melakukan aksi kejahatan itu.”
Nyonya Zhao langsung memegang dadanya. “Aku semakin khawatir… setelah A Zhi sembuh dari sakitnya waktu itu… aku merasa, A Zhi semakin sulit dikendalikan.”
Tuan Jiao menghembuskan napas panjang. “Sama,” ujarnya lirih.
“Sama,” timpal Jiao Fei, mengangguk cepat.
Ketiganya hanya bisa duduk dalam keputusasaan, memikirkan satu hal yang sama.
Sementara itu, di dalam kamar Jiao Lizhi, gadis itu baru saja selesai mandi dan makan. Setelah melepas penatnya, kini tiba waktunya untuk beristirahat. Namun sebelum tidur, ia berbaring santai di atas ranjang dan mulai berbincang dengan sistemnya.
“Gu Gu, kamu punya ruang seperti di novel-novel transmigrasi yang pernah ku baca tidak?” tanya Jiao Lizhi penuh harapan.
[Tidak ada, Aku hanya sistem gosip. Untuk hadiah dari poin gosip saja, aku harus meminta izin pada Tuan di atasku. Untuk apa, Tuan Rumah bertanya?]
“Yah, jika ada ruang, bukankah lebih enak mengumpulkan barang berharga atau tidak perlu berat-berat membawa sesuatu ketika berbelanja? cukup menjentikkan jari, semua sudah masuk ruang!”
[Em, coba nanti aku tanyakan pada tuan ku diatas.]
“Yah, coba kau tanyakan!” ucap Jiao Lizhi.
[Walaupun aku sistem gosip, bukankah gosip ini bisa menguak kejahatan dan rahasia para pejabat? Itu bisa mendatangkan banyak keuntungan untukmu, seperti hari ini. Yah kejahatan dan kekayaan Mentri Luar Negeri itu.]
Mata Jiao Lizhi berbinar. “Itu benar juga!”
Ia langsung duduk, kedua tangan terangkat seolah memegang tumpukan emas. “Kalau begitu, malam ini… emas dan barang berharga milik Tuan He akan menjadi milikku!”
Ia sudah membayangkan kantong besar berisi emas, batu giok, dan harta-harta yang membuat mata siapapun membelalak. Wajahnya penuh senyum, bahkan mendekati tawa jahat kecil.
Jiao Lizhi kembali berbaring dan sudah memejamkan mata, tenggelam dalam imajinasi manis tentang emas, kejayaan dan bersenang-senang.
Dalam bahagia itu, ia tertidur pulas.
Sementara itu, Putra Mahkota bersama barisan prajurit kerajaan melaju cepat menuju kediaman mantan Menteri Luar Negeri, Tuan He. Suara derap kaki dan dentingan baju besi menggema di sepanjang jalan, membuat warga sekitar mengintip bahkan saling berbisik ada apa? Kenapa banyak prajurit keluar? Hendak kemana? Dan lainnya.
Begitu mereka tiba, seluruh kediaman Tuan He langsung geger.
Para pelayan, Nyonya Lu, para selir tuan He, serta anak perempuan dan laki-laki nya, berhamburan keluar rumah. Bahkan pelayan dan penjaga gudang turut berlari ke halaman. Dalam hitungan menit, hampir seratus orang berkumpul, menatap kedatangan Putra Mahkota dengan wajah pucat dan bingung.
Prajurit segera menyebar sesuai perintah. Putra Mahkota mengangkat tangannya dan berseru lantang,
“Segel seluruh kediaman! Sita semua harta benda milik Tuan He! Tidak ada yang tertinggal.”
Para prajurit langsung beraksi. Ada yang masuk ke kamar-kamar, ada yang menurunkan lukisan, membongkar peti penyimpanan, bahkan ada yang mengangkat ranjang besar milik Tuan He yang katanya penuh harta dan dokumen rahasia. Suara barang dipindah, peti dijatuhkan, dan teriakan panik pelayan bercampur menjadi satu.
Nyonya Lu, wajahnya pucat pasi, memegang lengan jubahnya yang bergetar. “Yang Mulia… ada apa ini? Mengapa kediaman kami disita?” suaranya bergetar, penuh kebingungan tapi juga ketakutan.
Adiknya, Lu Qing, buru-buru memeluk bahu sang kakak sambil mencoba menenangkannya. “Kak, tenang dulu. Biarkan aku bertanya pada Yang Mulia,” ujarnya, meski dirinya sendiri pun terlihat tegang.
Lu Qing lalu melangkah maju, menunduk hormat pada Putra Mahkota. “Yang Mulia… mohon maaf jika saya lancang, tetapi bolehkah kami tahu apa kesalahan keluarga kami? Kakak saya...” ia melirik Nyonya Lu, yang juga merupakan kekasih gelapnya, “sangat ketakutan.”
Putra Mahkota menatap mereka berdua dengan tatapan dingin yang membuat udara terasa membeku.
“Kediaman ini disita karena Tuan He telah melakukan suap, pengkhianat kerajaan serta kejahatan berat lainnya,” jawab Putra Mahkota, suaranya tajam dan tegas dan mencondongkan tubuh sedikit ke arah Lu Qing dan Nyonya Lu.
Nyonya Lu mundur selangkah, wajahnya memucat drastis.
Lu Qing juga terkejut, tetapi cepat menunduk, menyembunyikan ekspresi paniknya.
Putra Mahkota memberi isyarat pada prajurit. “Lanjutkan! Tidak ada seorang pun yang boleh meninggalkan tempat sebelum semua selesai!”
Sisa prajurit yang masih di halaman, mereka membawa buntalan kain abu-abu kusam, pakaian tahanan. Satu per satu, orang dikediaman He diberikan satu persatu pakaian tahanan itu.
“Semua barang ber harga mu lepaskan!” teriak seorang prajurit yang bertugas mengawasi. “Perhiasan, ikat pinggang emas, giwang, cincin, SEMUA!”
Prajurit lain berjalan menyusuri barisan sambil membawa keranjang besar tempat menampung perhiasan dan barang berharga. Teriakan, tangisan, dan gumaman panik terdengar di mana-mana.
“Tidak! Ini cincin pemberian ibuku!”
“Biarkan aku menyembunyikan gelang ini, Kumohon, ”
“Diam! Atau aku potong tanganmu!”
Suasana kacau.
Nyonya Lu, dengan rambut kusut dan pakaian mewah yang mulai berantakan, berteriak histeris ketika prajurit mencoba melepas kalung emasnya.
“Jangan sentuh aku! Aku ingin bertemu suamiku! Di mana suamiku?! Suami ku tidak mungkin bersalah! Aku harus bertemu dengannya sekarang juga!”
Putra Mahkota hanya menatapnya dengan wajah datar, tidak tersentuh sedikit pun oleh jeritan dramatis itu. Sorot matanya dingin.
Namun seorang prajurit di belakangnya mendengus keras dan meludah ke tanah, jelas tidak hormat.
“Penjahat seperti kalian masih berani minta penjelasan pada Yang Mulia?” ejek prajurit itu.
“TI.... TIDAK! Itu tidak mungkin!”
Nyonya Lu menjerit sambil mencoba menerobos garis prajurit, namun dua prajurit langsung menahannya dengan kasar.
“Aku mau bertemu suamiku! Dia tidak bersalah! KAU DENGAR?! Tidak bersalah!”
Prajurit itu mendengus lebih keras. “Kau akan bertemu suamimu, di penjara. Tenang saja.”
Wajah Nyonya Lu tercekat, ia bahkan masih menggelengkan kepala tak percaya dengan apa yang terjadi di keluarga nya saat ini.
ngakak guling2 Q