NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Belum sempat ia memutuskan akan turun atau tidak, ponselnya bergetar di dashboard. Nama Rafa – Asisten Kantor muncul di layar.

Darrel menarik napas panjang sebelum menjawab.

"Ya, ada apa, Rafa?"

"Tuan, maaf, rapat dengan klien dari Tokyo dimajukan jadi pagi ini. Mereka sudah sampai di kantor," jelas asistennya cepat.

Dahi Darrel mengernyit. Ia menatap sekali lagi ke arah Fio yang kini berjalan masuk ke area kampus sambil tertawa kecil.

"Baik, saya ke sana sekarang."

Suaranya datar, tapi nada rendahnya menyimpan sesuatu yang belum bisa ia jelaskan bahkan kepada dirinya sendiri.

Ia menyalakan mesin mobil lagi, melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang.

Namun, dalam bayangan kaca spionnya, senyum Fio tadi seperti masih menempel di matanya—mengusik, dan entah kenapa, menyakitkan.

***

Rapat pagi ini berlangsung di ruang meeting lantai delapan, dinding kacanya menghadap langsung ke pemandangan kota yang sibuk. Tapi bagi Darrel, semua yang terlihat hanya kabur. Fokusnya buyar.

"Tuan Darrel, bagaimana dengan keputusan final untuk kontrak cabang Surabaya?" suara salah satu direktur memecah keheningan.

Darrel yang sedari tadi menatap layar laptop tanpa membaca satu pun slide, mendongak perlahan.

"Oh, ya... untuk cabang itu—" ia berhenti sejenak, matanya menatap kosong. "—lanjutkan sesuai draft semula."

Beberapa orang saling pandang. Biasanya, Darrel adalah tipe pemimpin yang tegas dan penuh detail. Hari ini, bahkan nada suaranya terdengar datar dan kehilangan arah.

Rafa yang duduk di sebelahnya sedikit berdehem.

"Tuan, kontrak yang Tuan maksud itu yang revisi kedua, bukan?" tanya Rafa pelan, mencoba menyelamatkan suasana.

Darrel menatap Rafa, lalu menutup laptopnya.

"Ya, revisi kedua," jawabnya cepat.

Setelah itu, ia mencondongkan badan, menyandarkan punggungnya di kursi sambil mengusap pelipis. Sementara para peserta rapat melanjutkan diskusi, pikirannya berkelana kembali pada pemandangan pagi tadi — Fio dan laki-laki itu.

Ia teringat bagaimana Fio tersenyum, bagaimana matanya menatap dengan cara yang sama seperti ketika mengg0da dirinya di rumah.

Tapi kenapa kali ini senyum itu terasa... berbeda?

Kenapa aku peduli? Bukankah aku sendiri yang bilang jangan berharap cinta? batinnya bergemuruh.

"Tuan Darrel?"

Suara Rafa lagi-lagi menyadarkannya.

"Apakah Tuan ingin memberikan catatan tambahan sebelum rapat ditutup?"

Darrel menarik napas panjang. “Tidak. Kalian bisa teruskan. Aku ada urusan lain,” ucapnya pendek, lalu berdiri sambil merapikan jasnya.

Ia berjalan keluar ruang rapat tanpa menoleh sedikit pun, meninggalkan keheningan yang membeku di ruangan itu.

Begitu pintu lift tertutup, Darrel menunduk, membuka ponselnya, dan tanpa sadar mengetik pesan:

[Kamu sudah selesai kuliah?]

Jarinya berhenti di atas tombol kirim. Ia menatap layar itu lama, lalu akhirnya menghapus pesan itu sebelum sempat terkirim.

Ia mendengus pelan dan berkata pada dirinya sendiri, “Apa yang aku lakukan, sih…”

***

Darrel duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop yang sudah terbuka sejak satu jam lalu—tapi halaman yang seharusnya berisi laporan penting masih kosong. Pikirannya melayang entah ke mana. Lebih tepatnya, ke seseorang.

Fio.

Entah kenapa, bayangan gadis itu terus muncul. Senyumnya, celotehnya yang selalu kocak, dan caranya memanggil dia Tuan Duda dengan nada seenaknya.

Darrel menghela napas panjang, meraih ponselnya.

Sudah sepuluh kali dia membuka kolom chat bernama “Fio (istri KUA)”. Kalau saja Fio tahu dirinya diberi nama begitu, sudah dipastikan menjadi bahan ledekan Fio

Sepuluh kali juga dia mengetik sesuatu… dan menghapusnya lagi.

[Kamu udah selesai belum?]

hapus.

[Ada yang sulit nggak?]

hapus.

[Kamu jangan kebanyakan bercanda di kampus.]

hapus lagi.

Ia memijat pelipisnya, sedikit kesal dengan dirinya sendiri.

“Kenapa susah banget cuma mau nanya kabar,” gumamnya pelan, nada suaranya berat tapi ada sesuatu yang aneh—seperti gugup yang terselip dalam nada datar.

Beberapa menit kemudian, jarinya kembali bergerak di atas layar.

[Jangan lupa makan siang.]

Ia menatap pesan itu.

Lama.

Sangat lama.

Lalu… hapus lagi.

“Apaan sih, Darrel. Dia bukan anak kecil,” desisnya sambil bersandar.

Namun rasa tak tenang itu tak juga hilang. Setiap kali ia mencoba kembali ke pekerjaannya, wajah Fio muncul lagi di pikirannya—dengan tawa khasnya dan cara nyentil alis kalau sedang meledek.

Akhirnya, setelah entah keberapa kalinya, Darrel mengetik pelan:

[Fio. Pulang jam berapa?]

Ia tertegun menatap pesan itu. Tidak panjang. Tidak berlebihan. Tapi entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat.

Kirim.

Pesan terkirim.

Dan setelah itu… hening.

Darrel menatap layar ponsel tanpa kedip, menunggu tanda “dibaca” berubah warna abu-abu menjadi biru.

Namun menit demi menit berlalu, tak ada balasan.

Ia mendesah berat, mencoba menenangkan diri. “Mungkin dia lagi ada kelas,” katanya datar, tapi jarinya malah mengetuk meja pelan, gelisah.

Beberapa menit kemudian — ting!

Pesan masuk.

[Siang hari tapi aku ada kerja kelompok dulu.]

Darrel menatapnya.

Jarinya kembali bergerak cepat.

[Aku jemput.]

Namun sebelum ia sempat kirim, ia berhenti, menatap tulisan itu lama… dan akhirnya menghapus lagi.

Ia menatap layar kosong, termenung sesaat, lalu mengembuskan napas pelan.

Dalam hati ia bergumam lirih,

“Kenapa sih aku jadi begini cuma gara-gara perempuan itu…”

***

Matahari siang menyorot tajam di atas kampus. Udara panas membuat Darrel menurunkan kaca mobilnya sedikit, membiarkan angin masuk. Ia memarkir di pinggir jalan, tepat di seberang gerbang kampus.

Dari dalam mobil, ia menatap ramai mahasiswa yang keluar-masuk. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Entah alasan apa yang membuatnya ke sini—katanya hanya ingin memastikan Fio sudah makan, tapi bahkan dirinya sendiri tahu itu alasan yang dibuat-buat.

Ia menyandarkan tangan di kemudi, menatap layar ponselnya. Chat terakhir dari Fio masih terbuka:

[Gak usah. Kan aku bawa motor.]

Sudut bibirnya terangkat miris. “Bawa motor, ya...” gumamnya pelan.

Tapi beberapa detik kemudian, matanya terpaku pada sosok yang baru keluar dari area parkir kampus. Fio. Tawa gadis itu terdengar samar meski jarak mereka cukup jauh. Rambutnya dibiarkan terurai, wajahnya cerah di bawah sinar matahari. Namun bukan itu yang membuat dada Darrel menegang—melainkan fakta bahwa Fio sedang dibonceng oleh seorang laki-laki.

Laki-laki yang sama seperti pagi tadi.

Darrel refleks menggenggam kemudi lebih erat. Napasnya sedikit tertahan, pandangannya tak lepas dari keduanya. Laki-laki itu tampak nyaman bercanda dengan Fio, sementara Fio tertawa ringan, seolah tidak sadar ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan campuran perasaan aneh—antara kecewa, bingung, dan tidak berhak marah.

Mobil Darrel tetap diam di tempat.

Beberapa detik kemudian motor itu melintas di depannya. Angin yang lewat membawa aroma parfum Fio yang samar. Hanya sesaat, tapi cukup membuat dadanya terasa sesak.

Darrel menatap kaca depan kosong. “Kerja kelompok,” katanya pelan, mengulang kalimat yang tadi dikirim Fio. Ia tertawa kecil, tapi suara itu terdengar lebih seperti getir yang ditahan.

Ia menyalakan mesin mobil, tapi tidak langsung pergi. Hanya duduk di sana, memandangi jalan yang mulai sepi sambil bergumam,

“Kenapa ya, Fi… setiap kali aku mau percaya, selalu ada hal yang bikin aku ragu?”

Mobil Darrel melaju cepat menuju gedung kantornya. Matanya menatap lurus ke jalan, tapi pikirannya sama sekali tidak di sana. Bayangan Fio yang tertawa di atas motor bersama laki-laki itu terus terputar di kepalanya seperti potongan film yang tak mau berhenti.

Begitu sampai di parkiran, langkahnya tegas, nyaris menghentak. Beberapa karyawan yang sedang lewat langsung menunduk, memberi salam dengan gugup. Aura dingin khas Darrel kini terasa lebih tajam dari biasanya.

Begitu masuk ke ruangannya, ia langsung membuka map laporan yang baru diserahkan sekretarisnya.

“Ini data revisi proyek kemarin, Tuan,” ucap sang sekretaris dengan suara pelan.

Baru dua lembar dibuka, alis Darrel langsung berkerut. “Angka ini gak sinkron. Kenapa laporan bulan lalu gak cocok sama realisasi minggu ini?” suaranya rendah tapi tegas.

“Ma—maaf, Pak. Mungkin bagian administrasi belum memperbarui—”

“Jangan kasih kemungkinan.” Suaranya meninggi, membuat sang sekretaris refleks menunduk lebih dalam. “Saya mau kepastian. Kalau saya harus ulang lagi baca laporan kayak gini, buat apa saya punya tim?”

Beberapa staf yang mendengar di luar saling pandang. Mereka terbiasa dengan Darrel yang dingin tapi selalu tenang, bukan yang seperti sekarang—keras, emosional, dan tampak… kehilangan kendali.

Tak lama kemudian, Rafa masuk dengan membawa berkas lain. “Tuan, tenang dulu. Saya baru dapat data terbaru—”

“Tenang?” Darrel menatapnya tajam. “Bagaimana aku bisa tenang kalau semua kerjaan gak beres kayak gini?”

Rafa mematung. Ia menatap Darrel lama, menyadari sesuatu yang berbeda dari nada suaranya—bukan sekadar marah karena pekerjaan.

“Lo kenapa, Rel?” tanyanya pelan setelah semua staf keluar. Ia berbicara sebagai sahabat bukan atasan.

Darrel menarik napas panjang, mengusap wajahnya dengan kasar. “Gak apa-apa.”

“Gak apa-apa tapi bisa ngamuk kayak tadi? Lo jarang banget meledak kayak gini. Biasanya juga cuma kasih tatapan udah cukup bikin orang nunduk.” Rafa menatap curiga. “Lo abis ribut sama Fio, ya?”

Darrel diam. Rahangnya mengeras, tangan kirinya mengetuk meja berulang-ulang.

Rafa menghela napas, menyandarkan diri ke kursi depan meja kerja itu. “Gue tebak, bukan ribut, tapi... lo liat sesuatu yang bikin kepala lo panas.”

Darrel menatapnya tajam, tapi tetap tak menjawab.

Hanya terdengar dengusan napas berat sebelum ia berkata pelan, “Balik kerja, Raf. Jangan ikut campur.”

Namun, bahkan setelah Rafa keluar, Darrel masih menatap kosong ke layar laptopnya. Lembar presentasi terbuka, tapi pikirannya tidak fokus.

Yang terbayang hanyalah tawa Fio, angin yang meniup rambut gadis itu, dan laki-laki asing yang duduk di depannya di atas motor.

Ia mengepalkan tangan.

"Kenapa sih gue kayak orang beg0 kayak gini..."

***

"Siapa laki-laki tadi?"

Glek!

Bersambung

1
Ilfa Yarni
romantisnya udah td malam emang km ngelakuin apa tadi malam km mencuri ya mencuri cium dan peluk maksudmya
Dar Pin
adu duh tuan duda marah deh asli Thor hiburan banget bacanya 😄
Ijah Khadijah: Terima kasih
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh tuan duda kulkas knp sih orang lg belajar kelompok malah di suruh pulang katanya ga cemburu trus knp marah2 ga jelas dasar bilang aja cemburu pake gengsi sgala aduh duh duh tuan duda
Ijah Khadijah: Keduluan gengsi kak🤭
total 2 replies
Dar Pin
bacanya ngakak terus deh lucu lucu gemes 🙏💪
Ilfa Yarni
jiaah darrel blingsatan ga karuan cemburu ya fio jln sama laki2 lain sampe ga fokus ngantor dan marah2 ga jelas wah seperti kemakan omongan sendiri nih ngomong ke fio jgn mengharap cinta dariku eee ternyata km yg mengharapkan cinta fio mang enak kena panah asmara
Ilfa Yarni
wah perkembangan darrel cepat ya udah ada aja tuh getar2 cinta fi hatinya buat fio buktinya dia merasa ga suka fio deket2 laki2 lain
Ilfa Yarni
hahahaha trus aja ngocehfio biar tuan duda kulkas kesel tp lama2 suka
Ilfa Yarni
hahahaha kata2nya fio ada gerakan yg mencurigakan di sudut bibirmu dikirain td dimana ga taunya di sudut bibir kata2nya itu loh yg bikin ketawa fio bukan cerewet tuan duda tp, bar bar kan asyik duniamu jd berwarna ga dingin dan kaku lg
Ilfa Yarni
aku klo baca celotehan fio ini ketawa sendiri ada aja yg keluar dr mulutnya itu fio sangat cocok sama tuan duda yg dingin dgn judul pria kutub dan gadis bar bar
Ijah Khadijah: Semoga terhibur kakak🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh bener2 kasian fio klo kyk gini cepat darrel hapus berita2 itu sebelum fio membacanya to tmnnya udah kasih tau aduh gmn ini
Ilfa Yarni
fio km trus terang aja sama sahabat2mu biar mereka ga salah paham km sudah menikah dgn duda kulkas
Ilfa Yarni
tuan duda es batu lama2 akan mencari jgn tingkah dan sifat fio yg ceria dan bar bar malah nanti dia bakal bikin aku deh eh eh eh temen2nya fio kepo nih fio turun dr mobil mewah temenya pasti syok klo tau fio udah nikah sama tuan duda
Ilfa Yarni
hahahaha aku suka karakter fio SD aja jawabannya yg bikin aku ketawa lama2tuan duda jatuh hati jg sama fio tunggu aja
Ilfa Yarni
walinya diwakilkan saja krna ayahnya fio ga mau tau dgn anknya fio krn dia punya istri baru ank kandung ditelantarkan dan ga diacuhkan lg
Ilfa Yarni
mereka sama2 memendam rasa tp mereka blom menyadarinya aplg dikulkas 12 pintu itu alias darrel blom sadar dia hatinya udah kecantol fio krn luka lama dia menyangkal apa yg dia rasakan
Ilfa Yarni
dasar ayah tak bertanggung jwb mentang2 ada istri baru ank kandung dilupakan semoga kdpnnya hidup pak tua sengsara
Ilfa Yarni
dicoba ya fio jgn nolak siapa tau darrel memang jodoh km
Ilfa Yarni
hahahaha cewek seperti fio yg ceria cocok sama darrel sipria kulkas 12 pintu agar hidupnya mencair dan berwarna segitu aja sudut bibirnya udah mulai terangkat lama2 jg bucin aku yakin banget deh
Ilfa Yarni
bu rajia lg gencar2nya mendekatkan fio dgn darrel semoga sukses ya bu
Ijah Khadijah: Aamiin🤲🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
darrel msh ga mau km sama fio yg polos dan lucu itu rugi km
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!