Arsyi seorang wanita sederhana, menjalani pernikahan penuh hinaan dari suami dan keluarga suaminya. Puncak penderitaannya terjadi ketika anaknya meninggal dunia, dan ia disalahkan sepenuhnya. Kehilangan itu memicu keberaniannya untuk meninggalkan rumah, meski statusnya masih sebagai istri sah.
Hidup di tengah kesulitan membuatnya tak sengaja menjadi ibu susu bagi Aidan, bayi seorang miliarder dingin bernama Rendra. Hubungan mereka perlahan terjalin lewat kasih sayang untuk Aidan, namun status pernikahan masing-masing menjadi tembok besar di antara mereka. Saat rahasia pernikahan Rendra terungkap, semuanya berubah... membuka peluang untuk cinta yang sebelumnya mustahil.
Apakah akhirnya Arsyi bisa bercerai dan membalas perbuatan suami serta kejahatan keluarga suaminya, lalu hidup bahagia dengan lelaki baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 21.
Di keluarga Jerry, hari itu udara terasa sesak. Ruangan yang dipenuhi sanak saudara mendadak bergetar oleh histeris seorang perempuan. Istri Jerry yang baru saja pulang dari luar negeri menjerit seolah kehilangan kewarasan.
“Ini pasti perbuatan si gila itu! Raisa! Bunuh dia!” teriaknya, matanya merah menyala penuh amarah.
Tangis Mita pecah, tersedu-sedu hingga suaranya parau. Sejak Rio membawa Raisa ke dalam keluarga ini, Mita selalu merasa terkalahkan. Kecantikan Raisa bagai racun yang menggerogoti dirinya perlahan. Suaminya, tak pernah mampu menahan tatapan liar setiap kali Raisa melintas.
Nafsu itu jelas terbaca dan ketika akhirnya Jerry menodai Raisa, Mita menutupinya dengan dusta. Dengan penuh kepuasan ia memutarbalikkan fakta, seolah-olah Raisa lah yang menggoda Jerry. Padahal ia tahu betul, lelaki bejat itulah yang terus mengincar tubuh wanita malang itu.
Kebencian Mita semakin menajam. Lima tahun menikah dengan Jerry, rahimnya tetap kosong tak kunjung memberikan pewaris. Namun Raisa, wanita yang disiksa baik fisik dan mentalnya justru mengandung setelah dinodai oleh Jerry. Hati Mita hancur, apalagi desas-desus menyebut bayi itu adalah darah daging Jerry.
“Anak itu… anak Raisa… satu-satunya penerus keluarga ini! Kita harus mendapatkannya!” seru Ibu Jerry dengan wajah dingin namun penuh keserakahan.
Mita mengepalkan tangannya, kini ibu mertuanya berani-beraninya menuntut bayi itu menjadi milik keluarga mereka. Hati Mita semakin menghitam oleh bara kebencian, amarahnya mengalir seperti racun yang menggerogoti nadi. Andai takdir mempertemukan mereka, Mita bersumpah akan merenggut nyawa Raisa dengan tangannya sendiri.
Wajah Tuan Erlan mengeras. Sorot matanya tajam, membekukan seluruh ruangan. Ia sudah kehilangan dua putra laki-lakinya hanya karena seorang perempuan bernama Raisa. Rasa malu dan dendam menjalari nadinya. Demi nama besar keluarga, ia bersumpah tak akan pernah melepaskan wanita itu hidup bebas.
“Rizal!” suaranya menggema, menusuk keheningan.
Tangan kanan yang selalu setia maju dengan sikap hormat. “Ya, Tuan.”
“Selidiki lebih dalam kehidupan Rendra! Sebelum tanah menelan tubuh putraku, aku ingin semua informasi ada di tanganku. Jangan kembali tanpa hasil!”
“Siap, Tuan!” Rizal membungkuk dalam.
Pemakaman Jerry dilakukan cepat dan tertutup, hanya dihadiri kerabat dekat. Sama seperti Rio dulu, kematian ini diselimuti rahasia. Dua kali darah tumpah di keluarga mereka, dua kali pula dunia luar tidak tahu. Tapi, tak semua saudara menitikkan air mata untuk kematian Jerry. Beberapa justru menatap dingin, seolah menganggap kematian Jerry sebagai keadilan yang tak terelakkan.
Nyawa dibayar nyawa, Jerry pantas mati.
Menjelang malam, rumah besar itu kembali sunyi. Namun dendam belum padam, justru semakin membara.
Tuan Erlan duduk di kursi tinggi, wajahnya temaram diterpa cahaya lampu gantung. Suara langkah Rizal terdengar mantap saat memasuki ruangan.
“Bagaimana?” tanya Tuan Erlan, nadanya dingin.
Rizal menunduk. “Rumah Tuan Rendra dijaga ketat, tak ada celah bagi kami untuk menyusup. Namun, anak buah saya menemukan sesuatu. Ada seseorang yang kerap mengamati rumah itu, seorang wanita yang dipecat baru-baru ini dari sana. Namanya Maya... dia mantan pegawai yang telah lama bekerja. Tapi dia dipecat secara tidak adil, setelah seorang ibu susu baru datang untuk merawat cucu Anda."
Tatapan Erlan menyipit. “Ibu susu?”
“Ya, Tuan. Menurut Maya, Rendra memperlakukan wanita itu berbeda. Ia dibela habis-habisan, bahkan Maya diusir karena keberadaan ibu susu ini. Hal itu membuat Maya yakin, ibu susu itu punya arti khusus bagi Rendra.”
Sunyi sejenak.
Tuan Erlan mengetukkan jarinya ke sandaran kursi. “Berarti wanita itu lebih dari sekadar pengasuh, menurutmu?”
“Saya yakin... ada sesuatu yang disembunyikan. Maya bersedia membantu kita, Tuan. Katanya, dengan uang yang cukup... semua informasi bisa kita dapatkan.”
Senyum tipis melintas di bibir Tuan Erlan, menyerupai garis kebencian. “Lakukan! Berapa pun yang dia minta, berikan! Aku ingin semua yang tersembunyi terbongkar. Tidak ada rahasia yang boleh melindungi Raisa… atau siapa pun yang mencoba menyembunyikannya.”
“Baik, Tuan.”
Suasana ruang itu menegang, di balik dinding kokoh dendam yang disulut malam ini telah memulai babak baru. Mungkin akan lebih kejam, dipenuhi darah.
Malam itu setelah meninggalkan rumah keluarga besar itu, Rizal mendatangi sebuah rumah sederhana. Lampu gantung kusam menerangi ruang tamu sempit, dan di sana seorang wanita duduk dengan wajah penuh kebencian.
Wajah Maya cantik namun tampak letih, dihiasi bekas amarah yang belum padam.
Begitu Rizal masuk, senyum penuh kepahitan tersungging di bibirnya.
“Kau tahu kenapa aku di sini, kan?” Rizal menatap Maya tajam.
“Tentu aku tau, akhirnya aku bisa membalaskan sakit hatiku ini sejak aku diusir dari rumah Tuan Rendra. Lima tahun aku mengabdi, tapi satu wanita asing yang tak jelas asal-usulnya berhasil menghapus seluruh jasaku. Hanya karena Tuan Rendra membelanya… wanita hina itu!"
“Kau bicara tentang ibu susu cucu Tuan Erlan?” Rizal mendekat, duduk di kursi berderit.
Maya menunduk, namun sorot matanya berkilat. “Namanya Arsyi, wanita itu berpura-pura polos. Tuan Rendra tak pernah sekeras itu membela seorang pekerja rendahan. Ada yang lebih dalam… ada rahasia besar yang dia sembunyikan bersamanya.”
Rizal menyipitkan mata. “Rahasia apa?”
“Aku belum tahu,” Maya mengangkat dagunya angkuh. “Tapi aku punya orang dalam, temanku yang masih bekerja di sana. Aku akan segera menemuinya, siapkan uangnya terlebih dahulu.“
"Oke, tapi aku ingin informasi sesegera mungkin!"
"Deal." Maya tersenyum menyeringai.
Esoknya mereka kembali bertemu, Maya terlihat bersemangat setelah mendapatkan informasi dari temannya yang masih bekerja di rumah Rendra.
"Bagaimana?" tanya Rizal.
"Ini adalah kabar yang sangat mengejutkan, ternyata Tuan Rendra sudah bercerai dengan Nyonya Raisa. Dia sudah mendengar bisikan-bisikan aneh, percakapan antara Tuan Rendra dengan pengacara pribadinya. Kabarnya juga... Tuan Rendra akan segera menikahi wanita itu, Arsyi. Nyonya Raisa bahkan sudah tak ada di rumah itu, tapi tak ada yang tahu dimana keberadaannya saat ini."
Rizal mencondongkan tubuhnya, suaranya rendah namun mengancam. “Jika benar yang kau katakan, maka nyawamu berharga! Tapi jika kau berbohong…”
Maya tertawa getir, kali ini penuh dendam. “Aku tidak bodoh, Tuan Rizal. Aku tidak akan mempertaruhkan nyawaku tanpa kepastian."
Rizal menatap Maya, menilai apakah kata-katanya bisa dipercaya. Tapi kebencian yang terpancar dari wanita itu nyata, terlalu dalam untuk dibuat-buat.
“Baik! Mulai malam ini, kau bekerja untuk Tuan Erlan. Segala informasi dari dalam rumah Tuan Rendra... harus sampai ke tanganku. Tidak ada kata gagal! Ingat, kami akan membayar mahal. Tapi, kami juga tak segan menutup mulut siapapun yang mencoba berkhianat!”
Maya menegakkan tubuhnya, bibirnya melengkung sinis. “Aku tidak akan gagal, karena aku sangat membenci Arsyi. Biarkan aku jadi mata dan telinga Tuan Erlan… dan lihat bagaimana aku akan menjatuhkan mereka.”
Rizal bangkit, memberi satu tatapan peringatan sebelum meninggalkan rumah itu.
Begitu pintu tertutup, Maya mendekap cangkirnya lebih erat. Matanya menajam, karena dendam yang teramat dalam. Ia ingat bagaimana Rendra mengusirnya tanpa belas kasihan dan dia tak bisa bekerja lagi dimanapun karena sudah di blacklist dari para agen penyaluran. Dan... bagaimana Arsyi masuk dengan wajah manis, merebut tempatnya.
Kini, ia punya jalan. Ia bukan lagi pelayan hina, ia adalah bidak yang siap mengguncang papan permainan.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya... Maya tersenyum dengan penuh kepuasan.