NovelToon NovelToon
Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh / Menikah Karena Anak / Ibu susu
Popularitas:638.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Dua minggu yang lalu, Rumi Nayara baru saja kehilangan bayi laki-lakinya setelah melahirkan. Lalu, seminggu kemudian suaminya meninggal karena kecelakaan. Musibah itu menjadi pukulan berat bagi Rumi. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan bayi laki-laki yang alergi susu botol di rumah sakit, dan butuh ASI. Rumi pun menawarkan diri, dan entah mengapa ia langsung jatuh cinta dengan bayi itu, begitu juga dengan bayi yang bernama Kenzo itu, terlihat nyaman dengan ibu susunya.

Tapi, sayangnya, Rumi harus menghadapi Julian Aryasatya, Papa-nya baby Kenzo, yang begitu banyak aturan padanya dalam mengurus baby Kenzo. Apalagi rupanya Julian adalah CEO tempat almarhum suaminya bekerja. Dan ternyata selama ini almarhum suaminya telah korupsi, akhirnya Rumi kena dampaknya. Belum lagi, ketika Tisya— istri Julian siuman dari koma. Hari-hari Rumi semakin penuh masalah.

“Berani kamu keluar dari mansion, jangan salahkan aku mengurungmu! Ingat! Kenzo itu adalah anak—?”

Siapakah baby Kenzo?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Julian Semakin Menjadi

Julian menatapnya lama, lalu tanpa ekspresi menyerahkan gelas itu sepenuhnya. Ia kemudian menyesuaikan posisi Kenzo di pelukan Rumi, memastikan bayi itu nyaman bersandar pada tubuh ibu susunya.

Tangisan baby Kenzo perlahan mereda begitu mulut mungilnya mendapatkan apa yang ia cari. Ruangan kembali hening, hanya menyisakan suara lirih bayi yang menyusu dengan lahap.

Julian berdiri di sisi ranjang, kedua tangannya terlipat di dada. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, tapi matanya tak lepas dari Rumi dan bayi itu. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan dari sorot tatapan itu—campuran tanggung jawab, kewaspadaan, sekaligus kerumitan emosi yang tak diucapkan.

Rumi, dengan suara pelan, akhirnya bicara. “Pak Julian … Bapak tidak perlu sampai begini. Saya hanya ibu susu Kenzo. Anak ini … bukan anak saya. Jadi, jangan terlalu merepotkan diri sendiri.”

Julian menjawab singkat. “Kamu salah. Anak ini memang bukan anakmu. Tapi dia adalah anak saya. Dan kamu sekarang terikat dengan tugas itu—menyusui, merawat. Jadi kesehatanmu penting. Kalau kamu jatuh sakit, siapa yang akan menolong Kenzo?”

Rumi menunduk, hatinya perih. Kata-kata itu benar, tapi caranya terlalu menusuk. Ia ingin sekali berkata bahwa perannya lebih dari sekadar tugas, bahwa ia benar-benar menyayangi bayi ini. Namun, ia menahan diri. Baginya, semua batas harus jelas. Ia hanyalah seorang ibu susu, tidak lebih.

Beberapa menit kemudian, baby Kenzo tertidur lagi dalam pelukan Rumi. Nafas kecilnya teratur, wajah mungilnya begitu damai. Rumi menatapnya dengan penuh kasih, lalu perlahan menyerahkannya kembali pada Julian.

Dengan hati-hati, Julian membaringkan bayinya kembali ke boks. Tangannya begitu teliti, menyelimuti tubuh mungil itu agar tidak kedinginan, lalu menepuk lembut dadanya sampai benar-benar terlelap.

Rumi memperhatikan semua itu diam-diam. Ada sisi lain dari Julian yang tidak banyak orang lihat—lelaki dingin itu ternyata bisa begitu teliti dan penuh tanggung jawab. Tapi Rumi cepat-cepat mengusir pikiran itu. Ia tidak boleh terjebak.

Setelah memastikan Kenzo tenang, Julian kembali ke bed tambahan. Ia merebahkan tubuh, menatap langit-langit, tanpa sepatah kata pun.

Rumi menarik selimut, memejamkan mata. Namun hatinya gelisah. Sentuhan singkat tadi, tatapan Julian yang sulit ditebak, semua berputar di kepalanya.

Ia tahu satu hal pasti: semakin lama, semakin sulit baginya menjaga jarak.

Dan itu menakutkan.

***

Pagi itu, cahaya matahari menerobos masuk melalui celah tirai jendela kamar VIP, menimpa dinding putih yang dingin dan bersih. Mesin infus masih berdengung lembut di sisi ranjang Rumi, sementara aroma antiseptik bercampur samar dengan sisa wangi sabun dari kamar mandi.

Tangisan kecil tiba-tiba memecah keheningan.

Nia, yang tidur di kamar kecil sebelah, segera terbangun. Ia merapikan bajunya terburu-buru, lalu keluar dan langsung menghampiri boks bayi. Baby Kenzo meringis, wajah mungilnya memerah, kaki-kakinya menendang-nendang kecil.

Rumi sebenarnya sudah lebih dulu terjaga. Ia mendengar tangisan itu, hatinya otomatis tergerak. Namun sebelum ia sempat turun dari ranjang, Nia sudah lebih dulu mengangkat Kenzo ke pelukan.

“Dede … shhh … tenang, Nak. Ibu sebentar lagi bangun,” bisik Nia lembut sambil menimang.

Di saat yang hampir bersamaan, pintu kamar mandi terbuka.

Julian keluar dengan rambut yang masih basah, beberapa helai menempel di dahinya. Aroma sabun pria yang segar terbawa keluar bersamanya, kontras dengan bau obat-obatan rumah sakit. Handuk kecil tersampir di lehernya, kemeja biru muda yang dikenakannya terlihat masih agak lembap di bagian kerah.

Tatapannya langsung jatuh pada Rumi—yang tengah duduk di ranjang dengan selimut tersampir di pangkuannya. Sejenak mata mereka bertemu. Ada kilasan sesuatu di sana: janggal, singkat, lalu menguap.

Rumi buru-buru memalingkan wajah, menatap ke arah Nia yang masih menggendong bayi. “Mbak Nia … kasih ke saya saja. Dia butuh menyusu.”

Nia segera mengangguk dan dengan hati-hati menyerahkan baby Kenzo ke pelukan Rumi.

Julian hanya berdiri diam, tatapannya dingin namun penuh perhitungan, seolah memastikan setiap gerakan aman. Ia lalu berjalan ke meja, merapikan beberapa gelas bekas semalam, tanpa berkata apa pun.

Rumi menyusui baby Kenzo dengan tenang. Suara isapan kecil bayi itu terdengar jelas, membuat ruangan kembali hangat oleh kehidupan yang polos.

Tak lama kemudian, pintu kamar diketuk.

“Permisi, Tuan.” Suara berat itu terdengar dari balik pintu.

Julian menoleh. “Masuk.”

Pintu terbuka. Seorang pria tinggi dengan setelan jas rapi masuk sambil membawa beberapa kantong kertas berlogo restoran mewah dan map tebal berisi dokumen. Dialah Derry, asisten pribadi Julian.

“Ini makanan yang Tuan pesan, dan juga file yang kemarin diminta,” ucap Derry, menaruh bungkusan di meja. Aroma harum kopi dan roti panggang langsung memenuhi ruangan, sedikit menutupi bau antiseptik.

Julian mengangguk singkat. “Taruh di sana. Nanti saya lihat.”

Derry mengangguk, lalu berdiri dengan posisi siap menunggu perintah lebih lanjut. Namun matanya sempat melirik ke arah ranjang, di mana Rumi tengah menyusui dengan wajah sedikit lelah.

Usai Kenzo kenyang, Rumi menyerahkan bayinya kepada Nia. “Mbak Nia, tolong basuhkan dia dengan air hangat, ya. Airnya sudah Mbak siapkan?”

Nia tersenyum kecil. “Sudah, Rum. Saya siapkan sejak tadi.”

Dengan cekatan, Nia membawa Kenzo ke meja kecil yang sudah dilapisi handuk lembut. Ia menyiapkan baskom berisi air hangat, sabun bayi, dan perlengkapan lainnya. Tangisan kecil sesekali terdengar, bercampur dengan suara gemericik air.

Sementara itu, Rumi perlahan turun dari ranjang. Kantung infus di tangannya ia tarik pelan, menyesuaikan langkah menuju kamar mandi. Namun begitu ia berdiri penuh, wajahnya sedikit menegang. Ada rasa nyeri menusuk di perut bagian bawah, sisa dari proses melahirkan.

Ia mencoba menahan, menggigit bibirnya sambil melangkah perlahan.

Julian, yang berdiri di sisi meja sambil membuka map, sempat melirik sekilas. Matanya tajam memperhatikan Rumi yang jelas berusaha keras menutupi kesakitannya.

Tanpa banyak bicara, Julian menutup map, lalu berjalan pelan mendekat.

Rumi baru sempat melangkah beberapa meter ketika tiba-tiba tubuhnya terangkat.

“Aaah!” Rumi spontan menjerit, kedua tangannya refleks meraih lengan Julian yang kini menggendongnya tanpa permisi. Wajahnya memerah, antara kaget dan kesal. “Apa-apaan ini?!”

Bersambung ... ✍️

Alhamdulillah retensi bab 20 sudah keluar, terima kasih atas dukungan Kakak semuanya. Semoga di bab 40 tidak turun drastis. Temani terus ya kisahnya Rumi, Julian, dan Baby Kenzo.

1
Yam Mato
👍👍
ayudya
Terima kasih mom, jd terharu aku nya semangat ya.
Herman Lim
hanya sementara aja Julian bukti kan kma mank pantas buat Rumi hanya kamu yg BS bahagia dia
nyaks 💜
Amin buk...
nyaks 💜
🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️ jdi gedek sama kamu deh Rum....
nyaks 💜
ihhh mendadak bodoh sih ini...
Kusii Yaati
yang sabar Julian Rumi masih syok dan butuh waktu untuk menenangkan hati... semoga Rumi tidak egois bagaimana pun Julian juga korban di sini 🥺
nyaks 💜
iya Kenzo anak kandung kamu... dan kau lupa siapa ayah kandung Kenzo rum...
Kusii Yaati
terimakasih Thor karena sudah berbaik hati meneruskan cerita mu ini sampai nanti cerita ini tamat...semoga Allah memberi author rezeki lewat jalan lain 🙏🤗... semangat mommy Ghina 💪💪💪😘😘😘
Farani Masykur
Memang memberi waktu itu yg terbaik sama2 merenung dn menurunkan ego masing2 kalau jodoh pasti akan menemukan jalannya
hasatsk
biarlah Rumi diberikan kesempatan untuk menata hatinya kembali setelah mendengar semua kebenaran yang membuat dia syok .. Julian bisa mengunjungi Rumi ke rumah orangtuanya sambil perlahan" menjelaskan kebenaran yang belum semua di ketahui Rumi 🤣🤣🤣
Siti Nur Hasanah
seru
Eni Istiarsi
kami aminkan berjamaah,Mama Liora
Sheila Ahmad
kok rumi jadi egois itu jg anaknya Julian, Julian jg korban disini kok merasa paling tersakiti 😑
MunaRizka
Aamiin
Nurul Hilmi
lanjut Thor
Nurul Hilmi
tenang mama liora,, nanti pasti kenzo kangen bapaknya nangis terus
Bunda Aish
ujian kesabaran buat Julian ya.... sabarr karena selama ini Rumi yang selalu bersabar
Ari Yulianti Ziat
aku patah hati mommy kalo sampe mereka pisah😭😭💔
nonoyy
sabar pak julian...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!