Menjadi istri pengganti calon suami kakaknya yang meninggal dalam kecelakaan karena dirinya. Alena harus merasakan siksaan dari suaminya sebagai bentuk balas dendam.
Namun, apakah yang terjadi jika akhirnya kebenaran terungkap mengenai kecelakaan itu?
Season 2
Alea Prasetya adalah anak pertama dari Shaka dan Alena. Namun kepribadiannya yang introvert membuatnya dijauhi teman dan membuat orang tuanya menjodohkannya dengan anak rekan bisnis mereka. Bagaimana kisahnya?
COVER BY NOVELTOON
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenita wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drop
Sudah seminggu sejak kehadiran Alena dan Shaka dirumah itu. Shaka tetap bekerja namun Alena mengambil cuti untuk menjaga kakek. Selama mereka dirumah itu, kakek merasa bahagia. Apalagi Fredi juga mengunjunginya dua hari sekali.
Sore itu, Fredi, Shaka dan kakek sedang duduk ditaman belakang sambil melukis. Shaka yang memang tidak pandai melukis membuatnya berkali-kali mencoret kanvasnya.
"Ada apa Shaka?" tanya kakek.
"Aku tidak bisa melukis sebagus kakek." ucap Shaka.
"Kenapa kau tidak belajar dari Alena? Bukankah dia designer? Pasti dia bisa melukis dengan bakat menggambarnya." ucap kakek.
Shaka baru ingat bahwa Alena punya bakat menggambar. Dia kedalam dan memanggil Alena.
"Alena." Teriak Shaka.
"Iya, ada apa?" tanya Alena yang tengah memasak untuk makan malam.
"Apa kau sibuk?" tanya Shaka.
Alena yang mendapat pertanyaan seperti itu langsung berdecak kesal "Tidak, aku tidak sibuk. Aku sedang bersantai." ucap Alena.
"Bagus, kalau begitu ikut denganku." Shaka menarik tangannya dan membawanya ke taman belakang. Dia bahkan masih memakai celemek memasaknya. Pelayan yang lain melanjutkan masakan Alena.
Seampainya di taman belakang.
"Alena, lukislah sesuatu yang bagus disini." ucap Shaka.
"Aku tidak pandai melukis." ucap Alena sambil membuka celemeknya.
"Kau pasti bisa. Dan sebenarnya aku ingin kau melukis kami bertiga sebgai kenang-kenangan." ucap Shaka lirih.
Seketika hati Alena terenyuh mendengar kalimat Shaka. Dia menoleh menatap kakek dan Fredi yang sedang fokus melukis. "Baiklah, tapi aku tidak bisa menjanjikan lukisan yang bagus." ucap Alena.
Shaka menggangguk dan menghampiri kakek dan Fredi. Setelah mendapat anggukan dari keduanya, Shaka memanggil Alena.
"Lukislah kami." ucap Shaka.
Alena mengangguk. Dia langsung mengatur posisi duduk mereka. Dia memilih mereka duduk didepan kolam pancur sambil mengembangkan senyuman seperti sedang mengobrol. Alena membuat Shaka berpose dengan mulut yang terus tertawa. Sedangkan kakek dan Fredi hanya tersenyum saja.
"Kau yakin mulutku tidak akan kram setelah ini?" tanya Shaka.
"Kau pasti bisa." ucap Alena. Kau kan selalu menggunakan mulutmu untuk marah, mana mungkin bisa kram. Batin Alena
Setelah cukup dengan posenya, Alena mulai melukis mereka. Sepanjang melukis dia terus menahan tawa karena melihat wajah Shaka tampak sangat lucu karena terus membuka mulutnya.
Setelah cukup lama, akhirnya lukisan itu selesai. Shaka memegangi rahangnya yang terasa pegal. Mereka melihat hasil lukisan Alena. Ketiganya berdecak kagum karena lukisan itu sungguh indah.
Seketika air mata kakek jatuh membasahi pipinya. Baru kali ini dia melihat luksian yang mepunyai makna yang paling mendalam. Kakek memeluk Alena. "Terima kasih Alena, lukisan ini sangat indah sekali." ucap Kakek sambil terus mengelus kepala Alena.
Air mata Alena juga ikut menetes. Dia bahagia karena bisa membuat kakek bahagia. Shaka dan Fredi tersenyum melihat kakek yang sedang menangis bahagia. Sesekali Shaka menyesali kenapa tidak sejak dulu saja dia akrab dengan Fredi walau hanya pura-pura. Dengan begitu kakek akan senantiasa selalu bahagia.
Pada malam harinya, mereka makan bersama. sebagian menu malam ini adalah buatan Alena. Shaka dan Fredi makan dengan lahap sedangkan kakek tersenyum melihat mereka makan selahap itu dirumahnya.
"Alena, ini enak sekali. Aku selalu ingin mempunyai istri yang pintar masak sepertimu." Puji Fredi.
Seketika Shaka langsung melirik Fredi dengan tatapan yang begitu tajam. Dalam sorot matanya tampak kecemburuan yang sangat membara.
Fredi langsung memperbaiki ucapannya. "Maksudku, aku ingin mencari istri yang pintar masak. Mungkin dia harus seorang chef." ucap Fredi ditengah seyuman yang cukup dipaksakan.
Shaka kembali fokus ke makanannya. Kakek hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua cucunya. Namun tiba-tiba dia merasakan nyeri di dadanya. Rasanya begitu menyakitkan sampai kakek tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya yang kini sedang meringis kesakitan.
"Kakek, kenapa?" Shaka yang melihat seketika mendatangi kakek dan memegangi tubuh kakek. Kakek mulai batuk-batuk dan sekarang batuknya mengeluarkan darah yang memenuhi sapu tangannya dan akhirnya kakek pingsan. Alena berteriak sambil menangis. "Kakeek!!!." Ya Allah, apa harus sekarang?
Fredi menyuruh supir dan menyiapkan mobil. "Ayo kita bawa ke rumah sakit." ucap Fredi.
Mereka menggotong tubuh kakek ke mobil dan membawanya ke rumah sakit. Sepanjang jalan Alena terus menangis. Sedangkan Shaka dan Fredi terus memasang raut wajah sedih.
Sesampainya di rumah sakit, kakek langsung ditangani oleh dokternya. Alena terus saja menangis. Fredi dan Fredi menelpon ibu mereka.
Satu jam kemudian, Dokter keluar. Raut wajahnya begitu suram. Dia adalah Dokter yang menangani kakek selama ini.
"Dokter, katakan. Kakek baik-baik saja kan?" Alena mengusap air matanya. Dia menahan tangisannya demi mendengar jawaban sang Dokter yang bernama Dr. Dani.
"Apa kalian keluarga Tuan Arjuna?" tanya Dr. Dani. Mereka semua mengangguk.
Dr. Dani diam. Dia melihat raut wajah mereka yanh terlihat sangat takut menantikan jawabannya. "Maaf saya harus mengatakan ini. Tapi kalian semua harus masuk dan mendengarkan apa katanya." ucap Dr. Dani.
Wajah mereka bertiga seketika pucat dan tegang. "Tidaaaak, Kakek." Alena menangis dan Shaka berusaha menenangkannya.
Bersamaan dengan itu, ibu Fredi dan Shaka datang. Mereka terlihat menangis dan masing-masing memeluk anaknya.
Mereka semua masuk kedalam. Mereka melihat kakek sedang dipasangi selang oksigen. Wajahnya terlihat begitu pucat dan tampak berbeda. Mereka berdiri mengelilingi ranjang kakek. Dr. Dani berdiri dibelakang mereka untuk memantai kondisi kakek.
Kakek membuka mata. Perlahan dia melihat samar-samar dan akhirnya dia melihat dengan jelas siapa yang sedang berdiri disampingnya.
"Sha-ka, Fre-di. Cu-cuku." ucap Kakek dengan terbata-bata.
"Kakek, bertahanlah. Kakek pasti kuat. Kakek harus sembuh agar bisa memarahiku lagi." ucap Shaka yang kali ini tidak bisa membendung air matanya. Kini air matanya jatuh bercucuran. Alena bisa melihat dengan jelas kesedihan yang dirasakan Shaka.
"Da-sar a-nak na-kal." Kakek berusaha tertawa namun rasa sakitnya tidak mengizinkannya.
"Kakek, aku tau kakek orang yang sangat kuat. Kakek akan tetap bersama kami." Fredi juga berderai air mata.
"Ayaaaah." Felly, ibu Fredi menangis memeluk ayah mertuanya. Sedangkan Rika yang sedang menangis dalam pelukan Shaka terkejut melihat ayah mertuanya tersenyum sambil mengusap rambutnya. Felly terlihat begitu dekat dengan ayah mertuanya.
"Ri-ka, sudah saatnya Ayah mengatakan yang sebenarnya kepadamu." ucap Kakek.
Rika menghentikan tangisannya. "Ayah apa maksud Ayah? Mengatakan apa? Tidak ada yang Ayah sembunyikan padaku selama ini kan?"
"Duduklah." ucap kakek. Rika duduk disamping ayah mertuanya untuk mendengarkan apa yang akan dikatakannya.
"Felly, duduklah." ucap kakek. Felly pun juga duduk disamping ayah mertuanya.
"Rika, maafkan Ayah. Selama ini Ayah menyembunyikan sesuatu kepadamu. Ayah telah menyembunyikan sebuah kebenaran tentang siapa Felly sebenarnya." ucap kakek.
Rika dan Shaka terlihat bingung. Mereka saling memandang. "Kebenaran apa Ayah? Siapa Felly sebenarnya?" tanya Rika semakin bingung.
"Sebenarnya adalah istri pertama Hamid." ucap Kakek.
Jderrrrrrr.....Serasa disambar petir saat Rika mendengar pernyataan kakek. Shaka langsung terdiam. Dia mulai mencerna semua ini.