NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:291.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kau harus di hukum

Basten tertegun sejenak ketika mendapati sosok kecil yang berjongkok di bawah meja itu. Rambut acak-acakan Edel menyembul keluar, wajahnya pucat dan penuh rasa bersalah seperti anak kecil yang ketahuan mencuri kue.

Mata mereka bertemu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara Basten rendah, tapi cukup jelas untuk terdengar di tengah riuh pesta.

Edel buru-buru mengangkat telunjuknya ke bibir, memberi isyarat agar Basten tidak bersuara keras-keras.

"Ssst… jangan bilang siapa-siapa, tuan muda!" bisiknya panik.

Alih-alih marah, sudut bibir Basten justru terangkat. Ia jongkok, menyibakkan kain meja sedikit lebih lebar. Dari posisi itu, ia bisa melihat tubuh mungil Edel yang berusaha meringkuk serapat mungkin.

"Kau kira tidak ada yang akan sadar kalau kau bersembunyi di sini? Dengan perutmu yang berisik begitu?" katanya dengan nada mengejek ringan.

Edel makin kalut.

"Aku ..." ia tidak melanjutkan ucapannya. Gadis itu malah menunduk, memegangi perutnya yang kembali meronta.

Basten menatapnya lama, lalu berdiri lagi. Ia mengambil beberapa kue di atas meja, kemudian menyodorkannya ke bawah meja. Matanya menatap kiri kanan muka belakang, sangat berhati-hati agar tidak ada orang lain yang melihat ada orang di bawah kolong meja. Untungnya tidak ada orang lain yang berdiri di sini.

"Makan." pria itu menunduk lagi, membuka sedikit kain meja itu.

Edel menatap Basten dan kue itu bergantian. Wajah polosnya benar-benar minta di gigit.

"Hah?"

"Makan, sebelum perutmu membuat seluruh aula tahu ada orang yang sembunyi di sini," desis Basten, nadanya penuh perintah.

Tanpa pikir panjang, Edel meraih kue-kue kecil itu. Ia menggigit dengan lahap, bahkan lupa menjaga wibawa. Manis lembutnya kue segera memenuhi mulutnya, membuat matanya sedikit berkaca-kaca.

"Enak sekali…" gumamnya tanpa sadar.

Basten menyandarkan dagunya di telapak tangan, memperhatikan gadis itu yang makan seperti belum pernah melihat makanan mewah seumur hidup. Ada sesuatu yang aneh di matanya, campuran geli, kasihan, sekaligus tertarik. Tentu dia tertarik. Semua yang menyangkut gadis ini, sangat menarik hatinya.

"Tidak kusangka, seorang tikus kecil bisa tersesat di bawah meja." ujarnya.

Edel berhenti mengunyah, ingin protes karena di bilang tikus kecil tapi tidak jadi. Tuan muda yang ini sifat berbahayanya minta ampun. Kalau tiba-tiba dia nekat memberi hukuman di sini kan bahaya.

Edel menunduk makin dalam, pipinya merona, entah karena malu atau karena takut dengan cara Basten menatapnya. Tangannya masih memegangi kue yang tinggal separuh, seolah benda itu adalah satu-satunya tameng dari tatapan tajam sang tuan muda.

"Aku… aku hanya ingin mencicipi sedikit," bisiknya lirih, nyaris tak terdengar di tengah gemuruh musik pesta.

Basten mengangkat satu alis, seolah jawaban itu membuatnya lebih terhibur daripada marah. Ia berjongkok sekali lagi, kini jarak wajahnya hanya sejengkal dari Edel. Aroma parfum maskulin yang halus langsung memenuhi ruang kecil di bawah meja itu, membuat Edel tanpa sadar menahan napas.

"Mencicipi?" ulangnya, nada suaranya rendah, serak, tapi ada nuansa menggoda.

"Jadi itu alasanmu bersembunyi di sini? Atau ..." wajah Basten makin dekat.

"Kau sengaja ingin bersembunyi dariku?"

Edel menelan kue-kue itu dengan susah payah. Haruskah dia bilang dia sedang sembunyi dari si wanita jahat yang mau membunuhnya? Tidak, tidak. Wanita itu terlihat sangat dekat dengan Lady Corris. Kalau dia bilang wanita mau bunuh dia, mana mungkin mereka akan percaya dia. Apalagi dia tidak ada bukti apapun.

"Kau benar-benar ingin bersembunyi dariku?" Basten bertanya lagi. Tatapannya menusuk. Edel hanya bisa tersenyum bodoh. Tidak menjawab, tetapi seakan membenarkan.

Basten tersenyum miring.

"Kalau begitu kau harus di hukum. Aku pasti akan menghukummu malam ini." gumam Basten penuh dengan nada berbahaya. Bibirnya menekuk setengah, seakan tengah menikmati ketakutan kecil yang terpancar dari mata Edel.

"H-hukuman?" suara Edel pecah, pelan sekali. Tangannya refleks meremas kain gaun pembantunya, jantungnya berdebar tak karuan.

Basten tidak langsung menjawab. Ia justru meraih dagu Edel, mengangkat wajah mungil itu agar menatapnya langsung. Sekejap, dunia seolah menyempit. Riuh pesta di luar meja terasa jauh, sementara ruang kecil di kolong meja itu hanya berisi detak jantung yang tak sinkron.

"Ya," bisik Basten, suaranya rendah tapi tegas.

"Kau sengaja menghindar dan bersembunyi dariku, kau harus di hukum."

Edel menggigit bibirnya, tubuhnya gemetar. Namun, alih-alih ketakutan semata, ada sesuatu lain yang mengalir, perasaan aneh yang membuat pipinya kian panas.

"Apa … apa hukumannya?" tanyanya terbata, lebih karena tidak tahan dengan ketegangan.

Basten mendekatkan wajahnya sedikit lagi, nyaris menyentuh. Tatapannya menelusuri setiap detail wajah Edel.

"Kau sudah tahu," jawabnya singkat, senyumnya makin melebar.

Edel tercekat. Tangannya hampir menjatuhkan kue terakhir. Pria itu akan menyentuhnya lagi, seperti terakhir kali? Hanya di cium atau ...?

"Apa yang kau lakukan di sana brother? Kau menjatuhkan sesuatu?"

Suara itu membuat Edel di dalam kolong meja mendadak panik. Itu suara tuan muda Pierre. Astaga, jangan sampai dia ketahuan ada di bawah kolong meja. Memalukan sekali.

Basten mendengus pelan, seolah keberadaan Pierre adalah gangguan paling menyebalkan saat ini. Wajahnya kembali datar, hanya senyum tipis yang tersisa. Dengan tenang ia menurunkan kain meja, menutup kembali Edel dari pandangan luar. Tangan besarnya sempat menyentuh kepala Edel, memberi isyarat agar diam dan tetap meringkuk.

"Aku tidak menjatuhkan apa pun," jawab Basten dengan suara tenang, berbalik sedikit sehingga wajahnya bisa menatap Pierre yang kini berdiri beberapa langkah dari meja itu.

Pierre mengangkat alis, matanya menyipit curiga.

"Lalu kenapa kau jongkok begitu? Dari jauh terlihat aneh."

Basten terkekeh ringan, menegakkan tubuhnya sepenuhnya.

"Kau ini, terlalu sibuk memperhatikan gerak-gerikku.

Pierre tertawa,

"Bukan aku, tapi wanita cantik yang ingin berkenalan denganmu."

Pandangan Basten berpindah ke sosok perempuan cantik yang berdiri di sebelah Pierre. Kalau adiknya tidak bilang, ia tidak akan sadar ada orang lain yang berdiri di samping pria itu. Wajah Basten yang dingin, berubah jadi lebih dingin.

"Hai tuan Basten, kau ingat aku?"

Basten tidak menjawab. Wanita itu tersenyum malu. Tapi tetap lanjut bicara.

"Namaku Anne, putri dari duke ..."

"Maaf, aku sedang tidak ingin bicara dengan siapa pun sekarang. Pierre, kau bawa wanita ini pergi dari hadapanku."

Anne terdiam. Malu bukan main. Basten memperlakukannya dengan sangat dingin.

Pierre melotot kecil, tapi segera tersenyum menutupi suasana canggung. Ia menepuk lembut lengan Anne, mengajaknya menjauh.

"Kau dengar sendiri, kakakku memang seperti itu. Jangan diambil hati."

Anne menunduk, wajahnya merah padam, lalu mengikuti Pierre dengan langkah kikuk.

Begitu mereka menjauh, Basten kembali melirik ke arah meja. Senyum samar muncul di bibirnya. Ia menunduk sedikit, suaranya hampir tak terdengar di tengah riuh pesta.

"Keluarlah setelah aku pergi, tikus kecil. Malam ini, kau tidak akan bisa sembunyi dariku lagi."

Edel yang masih meringkuk menutup mulutnya rapat-rapat. Tuhan, dia benar-benar terjebak.

1
Ita rahmawati
ayolah edek,,jgn diem aja,,lebih baik kamu cerita ke basten dn dianpasti akn membantumu
Setetes Embun💝
Jangan samakan edel sama ruby ya kak othor gak sat set menyimpan ketakutan sendirian😉
Sani Srimulyani
harusnya kamu jujur tentang wanita itu, siapa tau dia bisa memecahkan kasusmu. dia kan jaksa yang cerdas
phity
edel cerita sj ke basten klo wanita itu mau membunuhmu biar basten selidiki untukmu ya...spy kmu aman
nyaks 💜
-----
Sleepyhead
Memang Pak Jaksa ini kuar biasa yah, auranya memancarkan aura singin
Sleepyhead
Dan Basten kucing garongnya wkwkkk
Syavira Vira
lanjuy
Syavira Vira
lanjut
Mutia
Ayo Edel ngaku siapa yg ingin membunuhmu
Anonim
Edel percaya tidak percaya kamu mesti cerita sama Basten kalau mau di bunuh sama si penculik Lucinda apa ya namanya
Rita
maju kena mundur kena
Rita
good Basten jgn ksh cela tegas
Rita
😅😅😅😅😅
lestari saja💕
jujur donk....jgn suudzon sulu
lestari saja💕
tikus kone....ragane kucing garong...
nonoyy
kalian cocok tau ansel dan edel
Rina Triningtyas
sangat sangat bagus thor, lanjut
Miss Typo
berharap Edel jujur dgn Basten knpa dia sembunyi, apa blm waktunya semua terbongkar ya, apa msh lama? kasian Edel
Rita
pengen nya sih kmu cerita ke Basten biar dia cari tau
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!