Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kelabu yang menyelimuti rumah tangga selama lima tahun?
Khalisah meminta suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan yang dipilih mertuanya.
Sosok ceria, lugu, dan bertingkah apa adanya adalah Hara yang merupakan teman masa kecil Abizar yang menjadi adik madu Khalisah, dapat mengkuningkan suasana serta merta hati yang mengikuti. Namun mengabu-abukan hati Khalisah yang biru.
Bagaimana dengan kombinasi ini? Apa akan menjadi masalah bila ditambahkan oranye ke dalamnya?
Instagram: @girl_rain67
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
E. 5~Menunggu
Sementara sang suami bekerja, kedua istri membereskan rumah.
Khalisah yang mengangkat semua bekasan alat makan ke wastafel, sedang Hara bergegas meraih semua untuk mencucinya.
Melihat pekerjaannya di rebut, Khalisah memilih kesibukan lain. Ia meraih lap untuk menyapu meja makan dan sekeliling dapur. Ia memejamkan matanya sebelah untuk menahan sesuatu yang hendak keluar.
Entah bagaimana hal kecil dari Hara membuatnya hampir menangis.
Khalisah membuka kulkas dan memperhatikan bahan-bahan masak yang tidak banyak lagi. "Bibi Hanin!"
"Ya, Nyonya!" Menyahuti penggilan sambil tergopoh-gopoh menghampiri majikannya yang terlihat sibuk dengan buku.
"Ada apa, Non?"
Khalisah hendak bersuara, namun didahului mertuanya.
"Kamu gimana 'sih, teriak-teriak gitu sama bibi. Meski suara kamu lembut, tetap saja kamu menaikkan suara sama orang yang lebih tua," papar mama Laili merebut buku di tangan Khalisah.
Segera Khalisah mendekati bibi Hanin. "Maafkan Khalisah, Bi."
"Nggak papa, Nyonya." Bibi Hanin tersenyum. Senyuman penuh rasa bangga untuk seseorang yang tak pernah ragu meminta maaf.
Mama mengambil pena dan menambah beberapa. Khalisah berkedip melihat jumlah kebutuhan yang ditambahkan.
"Oke." Mama Laili menyodorkan bukunya pada Khalisah. "Kamu yang belanja."
Kening Khalisah mengernyit. "Khalisah, Ma? Tapi Khalisah 'kan nggak pernah diizinin keluar kalau nggak sama mas Abi."
Mama Laili mengangkat tangan. "Alah, cuma belanja doang. Sesekali kamu yang keluar, jangan bibi melulu yang belanja kebutuhan mingguan. Mall-nya juga dekat."
Khalisah menerima bukunya. "Tapi, Ma--"
"Enggak ada tapi-tapi, pokoknya kali ini kamu yang belanja, dan bibi Hanin yang jaga rumah."
"Bagaimana dengan Mama, Mama ikut Khalisah 'kan?" tanya Khalisah antusias.
Mama Laili menunjuk dirinya sendiri. "Mama? Mama tentu saja mau healing sama menantu kesayangan Mama." Sedikit cepat menghampiri Hara hingga yang dituju pun terkejut.
"Hari ini kita jalan-jalan ya, Sayang."
"Tapi, Ma--" satu telunjuk di bibirnya menghalangi ucapan.
Mama Laili mencuci tangan Hara dan mematikan keran. Lalu menarik Hara untuk mengikutinya.
Khalisah menunduk. Dadanya sesak melihat adegan yang tak pernah dirasakannya semenjak menginjakkan kaki di rumah ini.
"Non...." lirih bibi Hanin.
Khalisah mengangkat wajahnya. "Nggak papa, Bi. Bibi istirahat aja hari ini. Lagian Khalisah juga udah lama nggak keluar."
Matanya menyipit seakan menunjukkan ukiran senyum dibalik cadarnya.
"Baiklah, hati-hati ya, Non."
Begitulah akhirnya, sehingga Khalisah kini terjebak dalam mobil bersama bodyguard yang ditugaskan Abizar untuk menjaganya.
Awalnya Khalisah berniat membawa motor, namun dihentikan sang bodyguard dengan kata-kata.
"Yang namanya belanja mingguan pasti banyak ya, sayang motornya harus nanggung ego pengemudinya."
Kata-katanya terdengar akrab, dan itu berhasil mengusik pikiran Khalisah. Sehingga Khalisah sangat memepet dirinya ke pintu dibelakang kursi pengemudi sebagai tanda ketidaknyamanannya.
Apa aku minta bawa mobilnya sendiri saja ya? Tes gitu.
Khalisah melirik sesaat ke depan, lalu menunduk. Ia mulai meluruhkan pegangannya pada pintu.
Sudahlah, aku juga bukannya merasa sesak.
Perjalanan yang terasa panjang bagi Khalisah. Entah karena ketidaknyamanannya atau ia yang sudah lama tak keluar rumah hingga matanya menjadi asing akan dunia luar.
Mall terbesar di Indonesia adalah tempat tujuan mereka.
Khalisah membiarkan pria yang mengawalnya melangkah di depan, sedang ia berjalan tiga meter di belakang. Dan pengunjung yang ramai hari ini jadi membelah fokus Khalisah antara menjaga jarak dengan sesama pengunjung pria, dan jangan sampai kehilangan jejak pria yang diikutinya.
Mendadak bodyguardnya berbalik sehingga Khalisah pun berhenti. Pandangannya langsung memutari sekeliling dan itu membuat merasa lega karena telah sampai dibagian bahan dapur.
Terlebih lagi ini adalah wilayah para perempuan yang kurang ramai pengunjungnya,jadi tidak perlu terlalu waspada. Khalisah ceria, tapi langsung berubah datar ketika bodyguardnya mendekat.
Khalisah mundur, jadi bodyguardnya juga berhenti.
Sang bodyguard menunjukkan ke belakang majikannya. "Biar aku saja yang mencari semua yang ada di daftar. Mending Nona duduk di sana, ini akan membutuhkan waktu yang lama."
Khalisah mengangkat sebelah alisnya.
"Aku tidak mau Nona kelelahan. Lagian tujuan Nyonya cuma mau Nona keluar rumah, bukannya untuk berbelanja sungguhan. Makanya Nona duduk manis saja."
Khalisah tersenyum lirih yang tentu tak terlihat bagi siapapun yang memandangnya. Namun apa itu berlalu bagi seseorang yang sadari tadi menatap intens Khalisah?
Entah maksud mama agar aku nggak terkurung bagaikan tahanan, atau karena mama tak suka melihatku di rumah.
Barulah Khalisah mau duduk di kursi.
Sang bodyguard memasukkan beberapa buah apel dan pir yang dekat dengannya ke dalam kertas kresek, kemudian memberikannya kepada nona-nya.
Khalisah menggeleng kuat kemudian mendelik.
"Nona nggak perlu khawatir, akan kuminta ganti uangnya sama pak Abi."
Ku, mintai? Namun tak ada yang berubah dari mimik Khalisah. Meski dirinya bertanya-tanya dengan cara bicara bodyguard-nya yang terlalu akrab pada dirinya yang berperan sebagai majikan.
Tak menerima tanggapan, sang bodyguard akhirnya meletakkan di atas kursi sebelah majikannya. "Makanlah sembari Nona menunggu."
Sang bodyguard berlari menjauh sehingga menciptakan kebingungan dalam diri Khalisah.
Khalisah berpaling pada buah kesukaannya dalam kertas kresek yang sudah lipat.
Sepertinya batasnya harus aku ukir lagi.
Meski begitu Khalisah tetap memakannya sembari melamunkan kehidupan-kehidupannya sekarang.
.
.
.
.
Hara sedikit membuka mulutnya akibat rasa kagum melihat sekeliling mall yang belum di injaknya.
Mama Laili tersenyum. Tangannya mengandeng lengan Hara untuk membawanya lebih dalam lagi dari bangunan megah ini.
"Hari ini kita beli semua keperluan kamu. Mulai dari baju, tas, sepatu dan masih banyak hal lagi," tutur mama Laili.
"Eh, apa nggak papa, Ma? Bagaimana kalau nanti uang Abi habis gara-gara belanjain Hara?" balas Hara.
Mama Laili tertawa, apalagi Hara menunjukkan mimik resah. "Nggak kok, untuk segini mah kecil. Kamu nggak tau aja seberapa banyak uangnya Abi."
"Banyak ya, Ma?"
"He'em." Mama Laili mengangguk.
"Terus, kenapa Mama nggak ngajak mbak Khalisah? Pasti seru kalau makin rame."
Sontak mimik muka mama Laili berubah datar. "Nggak."
Sempat terjadi keheningan sebelum akhirnya Hara memberanikan diri membuka suara. "Mama, kenapa kayak nggak suka gitu mbak Khalisah? Padahal mbak Khalisah baik banget menurut aku."
Benar, baik banget. Saking baiknya sampai aku merasa hina berdiri di sampingnya. Dan mama Laili hanya menjawab dalam hati sambil tetap memandang lurus.
Hara yang tidak mendapatkan jawabannya memilih tidak membahas lebih lanjut, dan menghela napas.
Mama Laili jadi memandangi lengannya yang bertaut dengan lengan Hara, baru setelahnya matanya bergulir pada Hara.
Benar, ini baru kehidupan yang sesuai.
☠️
☠️
☠️
️☠️
@tisaraalmuchtar