Reno, adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Papanya memiliki jabatan yang tinggi di suatu instansi pemerintah dan mamanya seorang pengacara terkenal, kakanya jebolan sekolah kedinasan yang melahirkan Intel negara. Sementara dia anak tengah yang selalu dibanding-bandingkan dengan kesuksesan sang Kaka, berprofesi sebagai TNI berpangkat Bintara. Tapi Reno adalah anak yang penurut dan paling berbakti pada kedua orangtuanya.
Keinginannya menjadi seorang TNI karena kejadian luar biasa yang mempertemukan dirinya dengan sosok yang sangat dia kagumi, sosok idola yang merubah hidup dan cara pandangnya.
Hingga pada suatu hari takdir mempertemukan Reno dengan Kanaya yang membantu cita-citanya menjadi seorang TNI terwujud.
Kanaya menemani Reno dari nol karena Reno tidak mendapatkan dukungan dari kedua orangtuanya.
Apakah cinta kasih Reno dan Kanaya akan berlanjut ke pelaminan, atau Kanaya hanya dimanfaatkan Reno saja untuk mencapai cita-citanya?
Yuks ikuti kisah Reno di Cinta Bintara Rema
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Backstreet yuk, Nay!
Plaak !!
Kanaya memukul punggung Reno, saat menyadari kejadian tanpa disengaja barusan.
"Aww ... Kenapa Nay?" Reno menghentikan langkah, dan merenggangkan genggaman tangannya.
"Kamu tadi sengaja cium aku ya?!" tuduh Kanaya
"Kamu duluan ya yang nyentuh bibir aku!" bantah Reno, walaupun hatinya saat ini bagai kembang api yang menyala. Dar der dor ...
"Ihh ... Engga! Kamu yang nyodorin wajah dekat wajah aku! Hayo ngaku, kamu sengaja, kan?!" cecar Kanaya sambil mendorong dada Reno
"Engga Naya, aku gak tahu kalau kamu akan nengok ke arah aku." dustanya
"Reno ... Itu, my first kiss!" Kanaya merajuk, bibirnya mengerucut dan kakinya menghentak ke tanah.
Reno mengulum senyuman dengan mengigit bibir ke dalam mulut hingga bibirnya memutih, dia menyembunyikan kemenangannya dengan wajah datar. "Naya, aku gak sengaja. Ya ... maaf kalau kamu merasa rugi." dalihnya sambil menggaruk pelipisnya.
"Kamu kok gitu sih, Ren!" protesnya
"Lah, terus aku harus gimana? harus aku ulang biar kamu puas nyalahin aku yang mengambil first kiss kamu, iya?"
"Iihh ... Reno!! Dasar buaya!" Kanaya mencebik kesal.
"Diih, buaya? Kanaya, lihat baik-baik pemuda tampan di depanmu ini. Apa aku punya moncong dan gigi bagai jeruji?" ledek Reno dengan wajah datar.
Reno mulai menikmati cara Kanaya merajuk yang menurutnya, imut!
"Owh, kalian di sini!" sinis Dumas. Tangannya dilipat di depan dada. Tatapan matanya sinis dan mengunci tatapan ke mata sahabatnya.
"Gue rasa, lo harus kasih gue penjelasan kali ini." cecar Dumas.
"Apa sih, Dum! Udah gak usah dibahas lagi yang kemarin. Gue anggap udah clear!" protes Reno, dan kembali menggenggam tangan Kanaya
"Ren! Stop!" perintahnya
"Naya, bodyguard lo udah nunggu di gerbang sekolah. Gue rasa lo gak mau kan kalau Reno dijadiin samsak tinju Eyang lo yang terhormat itu ... " sinis Dumas.
Reno melepas genggaman tangannya, dan mundur dua langkah, menjaga jarak. Pemuda itu menegakkan tubuhnya, seakan rela melepaskan Kanaya pergi.
Dumas memperhatikan respon tubuh sahabatnya, dia semakin yakin kalau sahabatnya terluka karena Kanaya dan Eyangnya.
Dengan wajah kikuk dan ragu, Kanaya melangkahkan kaki menjauhi Reno, Dumas dan Dealova.
"Gue butuh penjelasan, Reno!" cecar Dumas lagi
Reno mengusap tengkuknya dan matanya mencari posisi dan tempat yang nyaman untuk bicara. Dia melangkah ke kursi taman yang berada di dekat lapangan basket.
"Gue ... " lirih Reno. Dumas dan Dea berdiri di depan Reno dengan melipat tangan di dada.
"Iya, prediksi lo betul. Gue terluka setelah dari rumah Kanaya. Gue—disuruh jauhin Naya ... " terangnya
"See ... ?! dan, apa yang lo lakuin hari ini? Lo, 'si lemah' membuka hati lagi ke cewe itu?!" tegas Dumas dengan tatapan mata yang menusuk wajah galau Reno.
"Dum! Lo tau kan rasanya jatuh cinta?" Reno melirik Dea lalu melirik Dumas lagi.
"Kenapa jadi ngelirik gue?" protes Dealova.
"Dum, Dea ... Bagaimana perasaan lo kalau setiap hari, setiap saat orang yang kita cintai selalu ada di hati, perasaan dan penglihatan lo, tapi lo gak bisa membuktikan kalau kalian saling cinta? Kalian pernah kan ngerasain apa yang gue rasa?" tanya Reno meminta persetujuan kedua sahabatnya.
Dumas dan Dea saling menatap. Mereka tidak pernah merasakan itu, karena perasaan mereka seakan direstui semesta, kedua orangtua. Mereka tinggal menjalani perjodohan kedua keluarganya dengan hubungan baik.
"Itu gak Apple to Apple, bro! Perasaan kami direstui keluarga, kami menjalin hubungan cinta tanpa hambatan. Nah elo, udah tau disuruh jauhin, malah nekad! Umur lo masih muda. Kalau kepala lo di 'door' Eyang Kanaya gimana?" Dumas mencoba mengutarakan persepsinya.
"Dumas, ini masalah gue. Gue yang jalanin, biar gue yang tanggung segala resikonya." tegas Reno
"Gue gak bisa! kita sahabatan dari masih orok. Gue gak mau lo terpuruk lagi, bahkan hal yang membahayakan aja udah lo jalani. Come on ... perempuan masih banyak, jangan Kanaya, please!" pinta Dumas.
"Saat ini gue gak bisa berenti, Dum. Gue tersiksa, saat airmatanya jatuh waktu lo bentak tadi. Waktu gue cuekin, wajah dia murung. Gue gak bisa, Dumas"
"Makanya gue bilang Lo tuh lemah!" Dumas menunjuk-nunjuk dada Reno
"Terserah! Terserah lo mau sebut gue apa. Perasaan gue ke Kanaya gak main-main, gue selalu nyaman dekat Naya, sama saat gue dekat papanya Naya. Perasaan nyaman itu gak bisa gue abaikan, Dum! Gue butuh dia!" Reno menatap sahabatnya dengan perasaan sejujurnya.
"Kalau lo merasa dia segitu hebatnya, kenapa tadi kaki lo mundur? Kenapa lo gak nganter Naya sampai pintu gerbang dan lo dihajar para bodyguard Eyangnya, kenapa?" sanggah Dumas.
Reno memejamkan matanya dan hembuskan napas dengan kasar.
"Iya! Gue belum siap, gue pengecut." sindir Reno pada dirinya sendiri.
"So ... ?" Dea menguji perasaan Reno.
"Saat ini gue gak tahu harus bagaimana. Tapi, gue gak bisa berenti mencintai Naya. Gue gak tahan jika saling memberi jarak. Minimal di sekolah gue bisa menunjukan perasaan gue ke dia itu tulus." Reno mengusap wajahnya dengan kasar.
"Terus, apa dia mau lo ajak backstreet ... ?" Dumas menaikan sebelah alisnya
"Gue harus mastiin dulu. Kalau dia gak mau, ya ... gue harus puas hanya temanan sama dia."
"Hati-hati kejebak friendzone. Lo nya ngarep banget, dia mah engga ... " ledek Dea.
"Itu sih tergantung lo berdua." jawab Reno
"lho kok, gue?!" jawab Dumas dan Dea serempak.
"Kalian kan Mak comblang gue, kalian harus mikirin cara gimana Kanaya mau gue ajak backstreet!" dengan entengnya Reno menjawab kekesalan dua sahabatnya.
"Muke gileee ... lo!" Dumas melayangkan tinju di lengan sahabatnya.
"Udah yuk ah kita pulang, si Duma perlu asupan telor campur dedek." ajak Reno
"Kasih makan yang banyak, Ren. Perpisahan kelas kita sembeleh Duma buat bikin ayam bekakak." canda Dumas
"Dasar temen dak—jal, kalau dibolehin duma tidur di kamar gue, gue kasih selimut sutra itu anak gue!" jawab Reno
"Anak? Lahiran lewat mana lo?!" seloroh Dumas
Mereka pun terbahak sambil merangkul bahu ke arah parkiran.
*
*
Si Duma baru saja berkokok saat Reno menuruni anak tangga rumahnya. Seperti biasa dia menyiapkan sarapan sehat untuk adik dan mamanya. Membersihkan perabotan dapur setelah memasaknya selesai, menyapu dan mengepel area lantai atas. Karena area lantai bawah kini ditugaskan Davin yang bertanggung jawab untuk kebersihannya.
"Hai Duma! Hari ini aku mau nembak Naya. Doain Tuanmu ini, supaya Kanaya mau aku ajak backstreet." Reno mengisi botol pakan ayam jagonya dengan racikan khusus.
"Kasian dia Ren kalau kamu bebani dengan doa, kakinya aja cuma dua, kalau dia angkat tangan bisa jatoh duduk dia." gurau Davin yang baru aja memarkirkan mobilnya.
Bukannya menimpali candaan Davin, Reno malah bertanya hal lain. "Mas! Kok pulang pagi? Ada target kah?"
Davin mengangguk, "Lidia ... " jawab Davin
"Maksudnya?" Reno penasaran
"Kamu puas dia gak kena hukuman karena menerima aliran hasil korupsi? Aku gak puas dek! Dia harus merasakan kehilangan rumah dan apartemen yang dihibahkan papa ke dia. Hidupnya terlalu enak kalau cuma disuruh membesarkan anak hasil zina nya dengan harta ratusan milyar. Sementara kita yang anak sah harus melihat mama banting tulang buat sekolahin kita." Wajah pemuda itu tegang dan serius jika membahas hasil kebejatan papanya.
"Jangan terlalu keras sama diri sendiri, mas. Dendam itu gak baik. Gara-gara papa tertangkap kasus korupsi, aku dicap anak koruptor. Rasanya sakit banget, mas!" jawab Reno sambil mengikuti Davin duduk di kursi meja makan.
"Kamu buktikan, bahwa kamu tidak sebejat papa!" Davin mengaduk kopi yang baru saja dia siram dengan air panas.
"Mana ada orang yang akan sabar menunggu kita membuktikan, kebanyakan manusia hanya menilai dari cerita awal dan judul yang bombastis. Anak koruptor!" sanggah Reno
"Hidupmu; —cerita tentang kamu, kemas ceritamu dengan baik dan menarik, maka orang lain akan melihat dirimu yang sesungguhnya." Yulan yang baru selesai sholat subuh menimpali obrolan kedua anak bujangnya.
"Ma, —mama gimana kabarnya?" tanya Davin memeluk mamanya
"Mama sehat, ada jagoan mama di sini yang selalu jagain mama sama Lita." Yulan melirik Reno yang sedang asik mengoles roti
"Kamu kenapa jarang pulang, sesibuk itu ya jadi Intel?" protes Yulan
"Namanya udah tugas mam, sebelum aku terjun ke profesi itu, gak ada yang jujur-jujuran kasih tau kalau jadi intelijen harus siap jadi saksi pihak lawan di saat mamanya membela korban, gak ada yang kasih tahu kalau mengintai orang itu harus terjun ke gorong-gorong yang airnya udah item dan bau." keluh Davin.
"Sabar ya, nak. Tetap jalani profesi kamu dengan dedikasi tinggi." jawab Yulan.
*
*
"Hay ... Naya" Reno menyapa Naya di gerbang sekolah saat gadis itu baru turun dari mobil pengantarnya.
Kanaya diam, dia ingin menjawab. Tapi di dalam mobil para pengawalnya sudah siap melayangkan pukulan pada Reno jika pemuda itu mendekat.
"Jangan deket-deket. Di mobil ada Eyang?" desis Kanaya
Reno menegakkan tubuhnya, dia berjalan melewati Kanaya.
Didalam kelas, Reno mendekati Kanaya dengan tersenyum. Gadis yang ia dekati itu masih menunduk dan bermain-main dengan gawainya.
"Nay, pulang sekolah nanti ada yang mau omongin sama kamu."
"Mau ngomongin apa? Aku gak bisa. Gara-gara kemarin aku pulang telat, aku dimarahi Eyang." gerutu Kanaya
Reno menarik napas dengan begitu dalam, jika menyangkut Eyangnya Kanaya, Reno juga masih khawatir.
"Oke, sekarang aja aku omongin ke kamu ... Nay, kita backstreet aja yuks!" pinta Reno
"Maksud kamu apa, Ren?" tanya polos Kanaya
"Hubungan kita ... Perasaan kita saat ini hanya bisa rayakan dengan cara backstreet dulu, Naya." jelas Reno
"Memangnya hubungan kita apa, Ren? Aku gak ingin hubungan apapun dari kamu, kita masih sekolah. Fokus aja belajar."
Kanaya mengigit bibir bagian dalamnya dengan kuat, sejatinya hatinya perih saat mengatakan itu. Tapi dia harus memutus hubungan apapun dengan Reno, kalau tidak mau Reno kembali diberi pelajaran oleh Eyangnya, seperti ancamannya semalam.
Reno melebarkan matanya mendengar pernyataan Kanaya, jadi ... selama ini, dia hanya bertepuk sebelah tangan? Reno menggigit bibir bawahnya dengan ketat, hatinya terasa mencelos dengan pernyataan Kanaya.
Senyuman itu memudar, berganti ketegangan di wajahnya. Tangannya kini mengepal dengan kencang hingga buku-buku jarinya memutih. Dengan perasaan yang gamang, Reno harus memutuskan segera agar dirinya tidak kehilangan harga diri di depan gadis bermata indah itu.
"Oh! Aku pikir perasaanku sama denganmu, sorry deh kalau aku terlalu Pede menyukai kamu. Ah! Iya, aku lupa. Aku hanya anak koruptor, kan. Naya ... Thanks ya untuk jawabannya!" Reno berlalu dari kursi yang Kanaya duduki. Dengan lunglai dia hempaskan tubuhnya di kursi paling belakang kelas itu.
...☘️☘️☘️☘️☘️...
B e r s a m b u n g ...
Jangan lupa like, komen dan votenya ya gaes ... 🩷