Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK21
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Max menghantam wajah Ethan berkali-kali dengan kepalan tinjunya. Wajah Anna yang ceria terbayang-bayang di pelupuk mata nya yang basah. Pria itu tak sanggup lagi menahan ledakan amarah ketika Ethan mengakui, dia lah yang membunuh Anna.
"Lo ... jangan coba-coba bohongin gue, Ethan!" jerit Max. Ia masih tak percaya.
Max merasa dipermainkan. Henry datang meminta tolong untuk mencari keberadaan Ethan, tetapi, Ethan justru muncul sebagai tersangka. Permainan seperti apa ini?
BUGH!
Sekali lagi, Max menghantam Ethan. Darah segar mengucur dari hidung pemuda itu.
"Stop, Max. Kendalikan dirimu, pria itu bisa mati." Leo yang bersandar di jeruji besi sambil menghembuskan asap rokok, memperingati bawahannya.
Ucapan Leo membuat kepalan tangan Max berhenti di udara hampa. Matanya yang basah, menatap nanar Ethan. Ia melepaskan cengkraman nya di kerah kemeja sang hacker kepercayaannya.
"Di mana Jessie?" tanya Max dengan suara tertahan. Namun, Ethan memilih diam, membuat Max semakin geram, "DI MANA JESSIE?! KAU JUGA MEMBUNUHNYA?!"
Ethan meringis, tubuhnya seakan rontok saat Max mendorong nya hingga terhantam tembok. Namun, lagi dan lagi, Ethan memilih mengunci rapat bibirnya. Matanya melirik ke arah Clara yang baru saja tiba.
"Max," panggil Clara.
Max menoleh, ia keluar dari jeruji ketika melihat Clara membawa sebuah ponsel. Ponsel milik Ethan.
"Apa yang kamu temukan?" tanya Max.
"Data-data sudah dipulihkan, aku menemukan pesan dari Liam yang menyuruh Ethan untuk berhati-hati." Jawab Clara sambil melirik Ethan.
"Liam?" Kening Leo berkerut dalam.
Clara mengangguk. "Benar, Pak."
Leo menoleh ke arah Ethan. "Sayang sekali, bocah cerdas seperti mu harus terjerumus di jalan yang salah." Leo kembali menatap Clara. "Selidiki lagi lebih dalam."
Clara hanya menjawab Leo dengan anggukan kecil. Lalu ia mengekor di belakang Max yang memilih berlalu dari sana.
"Apa menurut mu, Liam terlibat?" tanya Clara pada Max.
Kaptennya itu mengedikkan kedua bahu. "Entahlah, Clara. Kepalaku rasanya berputar-putar memikirkan masalah ini."
"Tenangkan dirimu, Max. Aku yakin, kita sebentar lagi akan sampai di ujung jalan yang panjang ini ...," gumam Clara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Yayasan Haven Home? Liam?! —Bagaimana mungkin, ini nggak masuk akal, Bell." Max akhirnya membuka suara, suaranya rendah tapi penuh tekanan.
Suara hujan yang mengetuk kaca jendela memenuhi ruang kantor polisi. Bella duduk di kursi kayu yang sudah mulai reyot, punggungnya bersandar lelah, tapi matanya tetap awas. Sedangkan Max, pria itu berdiri di dekat pintu, gelisah. Dia sudah berjalan mondar-mandir sejak lima belas menit lalu, dan Bella paham kalau Max sedang menahan sesuatu—entah marah, frustrasi, atau cemas. Mungkin semuanya sekaligus.
"Ya, Max. Yayasan Haven Home, tempat anak-anak kecil terlantar. Ethan merupakan pasien di institusi rehabilitasi remaja yang bermasalah. Sedangkan Liam merupakan anak terlantar yang di bawa ke yayasan haven home, begitu juga, Jessie," jelas Bella.
"Jessie? Juga?" Max meraup kasar wajahnya.
"Berarti, mereka bertiga sama-sama mempunyai sejarah di haven home? Ethan di pusat rehabilitasi, sementara Liam dan Jessie di yayasan anak terlantar? Begitu?" Clara memperjelas.
Bella mengangguk. "Hanya saja, pria bernama Liam itu keluar lebih cepat dibandingkan Jessie." Bella memberikan beberapa lembar kertas berisi informasi yang ia dapatkan dari hacker nya, Theo.
Max dan Clara langsung membacanya dengan teliti.
"Dari berkas-berkas yang aku terima, para korban memiliki jenis tatto yang sama, bukan?" Bella melirik Max yang mengangguk. Lalu kembali melanjutkan perkataan nya. "Dan ... hacker kalian mengatakan tatto tersebut merupakan simbol dari organisasi medis yaitu, Medica Vitae."
"Benar, Ethan berkata seperti itu. Apa dia menipu ku lagi?" tanya Max.
Bella menggeleng. "Informasi yang dikatakan Ethan, benar. Hanya saja, informasi itu nggak lengkap. —Korban-korban merupakan orang-orang yang pernah menjadi objek ataupun terlibat di organisasi Medica Vitae, sebuah proyek eksperimen medis. Dan semua korban ternyata pernah punya hubungan yang sama dengan satu institusi, yaitu Haven Home. Aku rasa, kalian sudah mengetahui informasi ini. Namun, ada satu informasi yang mungkin tidak atau belum dikatakan Ethan. Proyek Hydra."
"Proyek Hydra?" Clara yang sejak tadi fokus dengan lembaran informasi yang ia baca, kini menatap Bella.
"Ya, proyek Hydra," tegas Bella.
Sekilas, Clara dan Max saling berpandangan. Wajah Clara menunjukkan kebingungan, sementara Max tampak lebih terkejut daripada apa pun.
"Proyek Hydra itu ...." Max tak melanjutkan kalimatnya.
"Proyek rahasia yang dulunya pernah dijalankan oleh institusi militer lama." Bella melanjutkan kalimat Max yang terjeda. "Mereka menjalankan eksperimen sama manusia, katanya buat bikin prajurit super. Tapi, proyek ini dihentikan karena banyak memakan korban jiwa. —Hacker ku mengirimkan sebuah arsip lama yang nyebut nama itu, dan simbolnya sama persis seperti tatto di tubuh korban."
Max terdiam sejenak, entah kenapa nama Liam terus berputar di kepalanya. Max mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosinya. Dan Bella seolah mengerti apa yang ada di dalam pikiran pria itu.
"Bukalah lembaran terakhir, hacker ku menemukan sesuatu yang luar biasa. Kalian harus lihat, nama seorang peneliti yang terlibat di Proyek Hydra. Dia peneliti utamanya."
Max dan Clara membuka lembaran terakhir. Untuk sesaat, keheningan menyelimuti ruangan yang dingin. Wajah Clara tampak tegang.
Tangan Max bergetar hebat, wajahnya merah padam. Seolah-olah, ada bom yang hampir meledak di dalam kepalanya.
"Ternyata, kau memang terlibat, Liam ...," desisnya.
*
*
*
kembali kasih Kaka...🥰🥰
w a d uuuuuuhhhhh Bellaaaaa....
jadi inspirasi kalau di dunia nyata besok ada yg jahat² lagi mulutnya, siapkan jarum bius😅🤣😂.
tapi sayangku aku takut jarum suntik😅