NovelToon NovelToon
(Boy)Friendzone

(Boy)Friendzone

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rizca Yulianah

Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Enam

Nine to five. Membosankan. Macet. Penat. Rutinitas berulang. Apa lagi? Masih banyak kalau mau di gali lebih jauh.

Tidak terkecuali untuk Hara, dia memang si perfeksionis tapi bukan berarti dia tidak pernah merasa bosan melakukan rutinitas berulangnya itu. Hanya saja, bagi mereka yang perfeksionis tidak melakukan segala sesuatu secara sempurna sesuai standart mereka, akan membuat mereka bad mood, atau bahkan lebih parah lagi, gangguan kecemasan. Untungnya saja, Hara belum sampai memasuki level itu. Mungkin lebih parah sedikit dari bad mood.

Satu hari yang penat dan membosankan itu telah berakhir, laporan-laporan yang semula terus berdatangan ke mejanya, mampu Hara selesaikan tepat waktu. Tak heran setiap bulannya dia akan menjadi kandidat employee of the month tanpa pernah absen sekalipun.

Di lihat dari sisi daftar hadir tiap bulannya, ketepatan waktu kedatangan, etos kerja dan kemampuannya, dan masih banyak lagi, semua segi aspek kriteria employee of the month itu ada padanya. Bahkan di saat karyawan lain mengajukan cuti haid atau memakai jatah cuti bulanan mereka, Hara tidak melakukannya.

Tapi bukan itu saja alasan Hara mendapat banyak perhatian dari para karyawan lainnya. Wajah cantiknya juga sangat mendukung mereka untuk meng-elu-elu-kan Hara. Sulit bagi mereka untuk menemukan celah kekurangan Hara.

"Selamat sore mbak Hara, sudah mau pulang?" Sapa seorang cowok saat Hara sedang menunggu lift.

"Selamat sore juga mas Arya. Sudah mau pulang juga?" Balas Hara sopan.

"Iya kebetulan hari ini pulang tepat waktu, mbak Hara juga pulang tepat waktu ya?" Jawab cowok yang di panggil Arya itu. Wajahnya sumringah cerah, merasa mampu mengobrol dengan Hara, dan bangga Hara ternyata ingat namanya dari sekian banyaknya pegawai yang ada.

Sinta yang ada di sebelah Hara itu pun menahan tawa. "Jangan di ulti" Bisiknya pada Hara mengingatkan. Namun bisikan itu luput, masuk kuping kanan keluar kuping kiri.

"Saya selalu pulang tepat waktu kok Mas Arya" Hara menginformasikan itu dengan jelas sekali.

Para karyawan lain yang sedang menunggu lift bersama-sama itu pun terlihat ikut menahan tawa. Mereka semua tau, Hara terkenal hampir tidak pernah lembur karena kecakapannya dalam bekerja.

"Oh iya ya" Jawab Arya malu-malu menyadari bahwa dia salah berbasa-basi. Salah tingkah sendiri.

Dan begitulah Hara, membuat semua orang juga menganggapnya seperti elsa the ice princess, takut sekedar untuk berbasa-basi karena kalau salah bisa-bisa kena ulti darinya.

Cantik tapi sedingin es, membuat para lelaki di perusahaan itu tertarik dengannya. Dan membuat para perempuan terkadang iri padanya. Lo cantik, lo aman.

Setelah berpamitan dengan Sinta di tempat parkir, Hara pun memacu motornya keluar dari area gedung perusahaan tempatnya berkerja.

Suasana lalu lintas sore padat merayap. Hampir semua pekerja pulang di jam-jam segini. Membuat polisi harus berkerja ekstra untuk mengatur lalu lintas. Menjaga agar setiap pengendara tidak melanggar lalu lintas seperti menggunakan jalur sepeda atau lebih parah lagi menggunakan jalur pejalan kaki yang bisa menyebabkan kecelakaan.

Kama, termasuk dalam daftar polisi yang sedang bertugas mengatur jalannya lalu lintas agar kemacetan tidak bertambah parah itu pun fokus melakukan tugasnya.

Dia dengan sigap memantau setiap pengendara motor yang ada di jalanan. Dan kali ini jalanan itu adalah rute yang biasanya di lalui Hara. Apakah takdir akan membuat mereka bertemu sekali lagi? Takdir tidak sekebetulan itu marimar.

Saat lampu lalu lintas berubah merah, semua kendaraan tentu saja berhenti, dan lampu hijau bagi para penyeberang jalan pun ikut menyala. Kama memperhatikan para pengendara kendaraan bermotor, apakah mereka melewati garis marka yang ada atau tidak saat berhenti.

Setelah memastikan para pengendara adalah warga negara taat hukum, Kama mengedarkan pandangannya berkeliling. Dan matanya tertuju pada ibu-ibu tua penjual kerupuk yang di panggul. Beliau hendak menyebrang jalan selagi lampu hijau itu menyala. Kama memperhatikannya, menilik dari langkah kakinya yang telah renta, Kama memperhitungkan dan menemukan hasil bahwa ibu-ibu tua itu tidak akan sampai tepat waktu di seberang jalan dengan lampu hijau yang hanya menyala selama beberapa detik itu.

Sudah tugasnya mengayomi masyarakat. Kama pun berjalan mendekati ibu-ibu tua itu, meminta izin untuk menggantikannya memanggul barang dagangan si ibu penjaja kerupuk, dan membantunya menyebrang jalan. Tepat saat Kama meninggalkan posisinya, di saat itulah Hara datang. Berhenti dan menunggu lampu berubah hijau seperti kendaraan yang lainnya.

Dia turut memperhatikan polisi yang mengayomi masyarakat tersebut. Tidak ada pikiran apapun yang terlintas di kepala Hara saat menyaksikan kejadian tersebut. Apa yang aneh dari seorang polisi yang menjalankan tugasnya? Nihil.

Saat lampu telah kembali berubah hijau, kendaraan pun mulai merayap perlahan meninggalkan tempat mereka. Silih berganti dengan kendaraan yang lain, hilir mudik membuat jalanan penuh sesak.

Suara klakson mobil dan motor sudah seperti orkestra sumbang bagi para pengguna jalan, saling saut-sautan dan tidak berirama. Semuanya ingin cepat-cepat sampai di rumah dan segera melepaskan penat masing-masing. Tak terkecuali Hara, memangnya apa yang membedakan Hara dengan yang lain, mereka masih satu spesies.

Setelah berhasil memasuki gang area tempat tinggalnya, Hara sedikit melambatkan laju motornya. Tak elok rasanya di jalanan yang tidak terlalu besar itu dia memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Banyak orang berjalan kaki berlalu lalang.

Tepat di ujung gang sebelum belokan, tempat tinggal Hara pun mulai terlihat. Dengan pagar besi tinggi bercat putih bersih serta spanduk bertuliskan "Kost Putri". Hara telah 6 tahun menjadi penghuni kost tersebut, sejak mulai pertama kuliah.

Tak heran Pak Mul menaruh perhatian lebih kepada Hara, mengingat semua penghuni kost yang sering bergonta ganti dengan berbagai alasan, tapi hanya Hara yang setia dengan tempat tersebut.

Bukan karena Hara tidak punya keluhan seperti penghuni kost yang lain, Hara tidak "sesuci" itu dengan menganggap kost-nya adalah kost terbaik. Hanya karena menurut hemat Hara, berpindah-pindah kost dengan alasan ini dan itu adalah tindakan yang membuang-buang waktu serta energinya. Bayangkan, pindah kost hanya karena tidak cocok dengan penghuni yang lain tidak akan sepadan dengan usaha yang akan di keluarkan untuk ribetnya mencari tempat kost yang lain, dan waktu yang terbuang sia-sia untuk packing, dan pindahan. Pastilah akan sangat melelahkan.

Jadi Hara lebih memikirkan solusi lain saat harus di hadapkan pada alasan-alasan yang ingin membuatnya pindah. Jarang berinteraksi dengan penghuni kost lainnya adalah solusi terbaik, semakin jarang berinteraksi, maka semakin memperbesar peluangnya untuk menghindari gesekan masalah-masalah yang tidak di perlukan yang hanya akan menambah beban hidupnya. Baginya memikirkan masalah "Uang" orang lain sudah sangat sangat sangat melelahkan. Bukan uangnya tapi dia ikut pusing bagaimana mengaturnya. Kehidupan para akuntan publik.

Hara turun dari motornya untuk membuka gerbang besi tinggi dan kokoh itu. Roda berkaratnya membuat pagar itu semakin lebih berat saja. Tapi anehnya, hari ini pagar yang biasanya selalu berderit saat di dorong itu malah terasa ringan.

Udah di kasih pelumas kali ya. Batin Hara saat dia hanya menggunakan setengah tenaganya dari yang biasa dia keluarkan.

"Neng Hara" Sapa Pak Mul dari balik pagar. Pantas saja enteng, bantuan dari empunya kost ternyata.

Hara yang kaget melihat Pak Mul yang tidak biasanya menyambut dia pulang kerja itupun terheran-heran. "Mau pergi keluar pak?" Tanya Hara kemudian.

"Nggak, memang sengaja lagi nungguin neng Hara" Jawab Pak Mul ramah, beliau memang ramah, tapi ramah kali terasa sedikit berbeda.

"Kenapa pak?" Tanya Hara bingung. Perasaan bulan ini uang sewa kost-nya sudah dia bayarkan, dan lagi dia tidak punya urusan yang mengharuskannya terlibat dengan Pak Mul di sore hari sepulang kerja.

"Ya ini... Mau ngelanjutin yang tadi pagi itu loh neng" Jawab Pak Mul antusias, sembari melihat Hara menuntun masuk motornya ke area parkir.

Tadi pagi? Pikir Hara, bukankah urusan tadi pagi sudah selesai dengan penolakan halus darinya lalu apa yang harus di lanjutkan lagi?

"Aduh maaf nih pak Mul" Jawab Hara sungkan, karena harus menolak untuk kedua kalinya. Tapi belum lagi kata-katanya selesai Pak Mul sudah lebih dulu mendorong bahunya menuju ke rumah Pak Mul yang ada di sebelah rumah kost.

"Iya nggak apa-apa neng, bapak tau neng sibuk makanya pulang jam segini" Jawab Pak Mul memotong kata-kata Hara.

Hara bingung harus menghadapi Pak Mul bagaimana, sangat tipe bapak-bapak sekali yang tidak mau mendengarkan sampai habis omongan dari orang yang lebih muda darinya.

"Tapi Pak saya..." Hara masih berusaha menjelaskan penolakannya.

"Ibu... Ini neng Hara sudah dateng" Kata-kata Hara malah tenggelam oleh teriakan Pak Mul yang mengumumkan kedatangannya pada sang istri.

Hara benar-benar tidak berkutik lagi, menghadapi Pak Mul saja sudah sulit baginya, apalagi di tambah dengan bu Aminah, istri dari pak Mul yang sebelas dua belas dengannya. Sama-sama tidak pernah mendengarkan orang lain bicara sampai selesai.

"Eh sudah dateng neng Hara, ayo ayo masuk sini neng" Sapa bu Aminah antusias dengan kedatangan Hara, tanpa basa basi lagi langsung menarik tangan Hara agar masuk ke dalam rumah.

Penculikan di sengaja itu membuat Hara mati gaya, dia dari kampung kecil yang jauh dari kota besar ini, tata krama unggah ungguh-nya masih mendarah daging berakar kuat dalam dirinya, tentu saja hal itu membuatnya tidak bisa menolak ajakan pasangan suami istri pemilik tempat dia tinggal.

"Ayo duduk sini neng" Suruh bu Aminah sembari mendorong pelan punggung Hara menuju kursi di ruang tamunya.

Hara sedikit terkejut mendapati seseorang juga ada di ruangan tersebut. Berpakaian kemeja lengan panjang rapi dengan rambut klimis belah tengah dan senyum ala pepsodent, sedang berdiri seakan menunggu kedatangannya.

"Nah ini loh neng Hara, cantik kan?" Tanpa di minta bu Aminah lah yang memperkenalkan Hara pada lelaki yang ada di depannya.

"Iya bibi, cantik banget" Jawab cowok itu dengan tetap mempertahankan senyum pepsodent-nya. Membuat Hara bingung harus memasang ekspresi seperti apa. "Silahkan duduk neng Hara" Lanjutnya kemudian seakan dia lah tuan rumahnya, penuh percaya diri.

Mau tidak mau Hara pun duduk menuruti keinginan enam pasang mata yang sekarang sedang menatapnya penuh binar.

Hara menahan napas dan menghembuskannya sangat perlahan, dia berusaha menahan sabarnya dan sopan santunnya.

"Ini loh neng keponakan saya yang tadi pagi saya bilangin, ganteng kan? Anaknya baek loh neng, gimana gak malu-maluin kan kalau di bawa ke kondangan, apalagi dia ini kerja juga di apa tuh namanya?" Cerocos pak Mul tanpa jeda, sibuk sendiri, bertanya kepada ponakan yang duduk di kursi sebelahnya.

"Di Future Life paman, itu loh perusahaan besar yang sering masuk tv" Jawabnya lantang penuh kebanggaan.

"Nah itu lah pokoknya neng, Bapak nggak bisa nyebutin, nggak ngerti sama bahasanya. Dia ini udah kepala ya? Kepala apa itu kata kamu mah?" Tanyanya lagi pada keponakan.

"Kepala tim paman, jadi saya ini punya anak buah gitu, dan saya ini tugasnya ngawasin mereka" Masih dengan kebanggaan dan rasa percaya dirinya yang bisa di katakan sedikit berlebihan.

"Tuh kan neng, apa bapak kata, bagus dia ini kerjaannya, punya anak buah banyak" Kembali pak Mul menjelaskan tentang keponakannya tersebut. Hara yang masih tertegun itu cuma bisa bolak balik melihat ke arah pak Mul dan keponakan yang bahkan namanya saja belum di sebutkan.

"Atuh si bapak bagaimana sih, namanya kok belum di sebut, terus gimana neng Hara mau manggilnya" Bu Aminah yang sedari juga terlihat antusias dengan acara perjodohan ini ikut menambahkan.

"Oh iya sampai lupa, maaf ya neng, soalnya saking semangatnya gitu" Jawab Pak Mul sembari tertawa kencang. "Kenalin neng ponakan bapak yang paling ganteng, namanya Ed..." Ekspresi bingung kembali terpasang di wajahnya. "Aduh bapak gak bisa nyebutin, maklum lidahnya orang tua. Sok kenalan sendiri aja deh neng" Pungkasnya kembali di tutup dengan tawa kencang.

Yang di perkenalkan hanya mesam mesem sendiri menatap Hara, lalu mengulurkan tangannya.

"Edward" Ucapnya mantap penuh keyakinan.

Hara yang masih berusaha beradaptasi dengan situasi yang serba tiba-tiba itu mau tidak mau menyambut uluran tangan lelaki bernama Edward namun jauh dari Edward cullen.

"Sebenarnya dia ini namanya mah Mail, tapi karena sakit-sakitan jadi namanya di ganti jadi yang itu tadi, susah saya mah nyebutnya, nama bule soalnya" Bu Aminah yang sedari tadi ikut menyimak menimpali.

"Udah lama ganti namanya?" Tanya Hara keceplosan. Dari sekian banyak daftar pertanyaan basa basi, entah kenapa malah justru pertanyaan itu yang meluncur mulus dari mulut Hara. Setelah detik berikutnya tersadar mungkin pertanyaannya sedikit menyinggung, Hara buru-buru mengubah pertanyaannya, "Maksud saya sudah lama tinggal disini?" Tanya Hara tergagap. Tapi justru pertanyaan lanjutan ini semakin menambah canggung dirinya. Bukankah Edward belum memberitahukan dimana dirinya tinggal?

Sadar akan menjadi semakin tidak karuan, Hara memutuskan diam dan menutup mulutnya rapat-rapat.

"Saya sudah lama tinggal di sini, sudah lebih dari 8 tahun" Jawab Edward santai, tidak merasa aneh sama sekali dengan pertanyaan dari Hara.

Satu informasi yang di dapat Hara, Edward juga pendatang sepertinya. Entah keponakan dari Pak Mul atau Bu Aminah, yang jelas salah satu dari mereka bukan pribumi asli kota besar ini.

"Dia mah udah punya rumah sendiri neng, di perumahan, KPR" Jelas Pak Mul menambahi satu lagi informasi yang sebenarnya Hara tidak ingin tahu.

"Iya neng bener, udah mapan si wared ini" Bu Aminah sepertinya juga tak ingin kalah saing dari Pak Mul dalam hal membanggakan keponakannya. Sungguh pasangan suami istri yang kompak. "Kalau neng Hara jadi sama dia mah, ibu jamin neng Hara pasti hidup enak".

Ok cukup, ini terlalu jauh. Pikir Hara memutuskan. Dirinya duduk disini baru sepuluh menit dan sudah ada pembicaraan tentang pernikahan. Tambah lima menit lagi, mungkin mereka malah akan mendiskusikan dengan serius harus pakai adat apa.

Tepat saat otak Hara memikirkan jalan keluar dari situasi ini, ponselnya malah berbunyi. Dia segera mengambil benda kotak berteknologi masa kini itu dari dalam tasnya. Timing yang pas.

"Maaf ini saya ada telepon, saya angkat dulu ya" Izin Hara sopan, hendak pergi keluar.

"Disini aja neng, kita mah nggak apa-apa kok" Ucap bu Aminah kala melihat Hara berdiri dari duduknya.

Padahal ini satu-satunya kesempatan dirinya untuk kabur dari situasi itu. Tak punya pilihan lain, Hara pun segera memutar otaknya.

"Halo, injih bu punopo?" Jawab Hara lemah lembut saat ponsel itu menempel di telinganya.

"Hah? Bu punopo? Salah sambung ya?" Suara di ujung sana terlihat bingung. "Bener si Hara kok, tapi kenapa pake bahasa planet ya?" Ocehnya lagi.

"Injih bu, niki nembe mantuk, ajeng nopo?" Jawab Hara lagi tanpa memperdulikan nada kebingungan dari lawan bicaranya.

"Ra lo kesambet ya? Ini gue Sinta bukan ajeng. Kenapa sih loh?" Tanya Sinta yang masih tidak mengerti dengan bahasa dan nada suara Hara.

"Injih bu, sekedap njih" Hara terus saja memainkan dramanya. Dan sesaat kemudian dia menjauhkan teleponnya, menutup layarnya dengan tangan kirinya. "Maaf pak Mul, ini ibu saya telepon, saya permisi naik dulu ke kamar ya, telepon penting soalnya" Ucap Hara memohon izin kemudian kepada pak Mul.

"Nanti balik kesini kan neng?" Kejar Pak Mul tak mau kalah dengan taktik Hara.

"Sepertinya nggak sih pak Mul, ibu saya kalau telepon suka lama. Maaf ya pak, bu, edward" Lanjut Hara tanpa basa basi lagi, dia pun segera pergi menuju pintu keluar. Meninggalkan ketiga orang yang sedang melongo bingung harus bagaimana. Mau di tahan tapi itu ibunya Hara.

"Halo, kenapa Sin?" Bisik Hara kembali ke sambungan teleponnya saat dia menaiki anak tangga menuju kamarnya, setelah merasa yakin Pak Mul dan komplotannya tidak akan mengikuti. Namun panggilannya telah terputus.

Tak masalah bagi Hara, toh kalau itu sesuatu yang penting, Sinta pasti akan menghubunginya lagi atau mengirimkan pesan. Yang terpenting dirinya bisa kabur, urusan bagaimana besok bertemu pak Mul di pikirkan besok.

1
ArianiDesy
Buat Neil jgn balikan lagi sama Hara deh,kan kamu yg buang Hara,,,
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
ArianiDesy
O.o.... apakah bakalan bucin duluan ini pak Kama😁😁😁😁
ArianiDesy
ohhh,ini toh tugas negara nya😁😁😁...
menjaga pujaan hati jangan sampai di bawa lari cowok lain🤣🤣🤣
ArianiDesy
wkwkwkwkwk.....
Nggak kuat aku lihat Kama tersiksa sama Hara🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
ArianiDesy
Pengen ngakak deh sama Kama,pinter bener ngakalin Hara...
aku bakalan nungguin kamu yang bucin duluan sama Hara😁😁😁
ArianiDesy
Aku dukung deh pak Kama,gaass kan ngedeketin Hara 😁😁😁😁😁😁
ArianiDesy
Jangan kan Kama,aku saja ngga sabar nunggu besok mereka ketemuan😁😁😁😁😁😁
ArianiDesy
Emang belum sih,tapi Otw punya cowok Hara nya,Nael😁😁😁😁😁
ArianiDesy
wkwkwkwkwk....
tiba-tiba banget Pak Polici kirim buket bunga pagi' 😁😁😁😁😁
ArianiDesy
pengen ngakak lihat kelakuan Kaman sama Hara ini🤣🤣🤣
ArianiDesy
Kasihan juga sih ya sama Kama,gimana dia ngelawan rasa trauma nya bikin ikutan sakit😔...
tapi kenapa tiba-tiba Hara telp ya????
ArianiDesy
Hara emng dari kampung tapi tidak kampungan loh,termasuk berada apa nggak menyesal itu Kama ngejudge Hara sampai segitunya🙄🙄🙄
ArianiDesy
Masih dendam aja kamu,Kama🙄🙄
ArianiDesy
Hara baik banget maw ngajarin anak' belajar 🥰🥰🥰🥰
ArianiDesy
Emng harus perang urat dulu ya baru mereka dekat, Thor 😁😁
Rizca Yulianah: sabar bestiiii, gak tau kenapa skr pikiran ku kalau ceritanya ujuk2 jatuh cinta terus sama2 jadi kayak aneh, gak relate sama isi kepala yang udah banyak pikiran 😂
total 1 replies
ArianiDesy
Thor,,,nggak pingin double up gitu 😁😁, sebenarnya nggak terlalu suka sama yang on going tapi aku dah terlalu cinta sama ni novel😍😍😍😍
Risa Amanta
TK aamiini Git
Risa Amanta
serius kama ini seorang polisi...???
Risa Amanta
pesona laki2 tukang celup buat apa..hhiiii.. ngeriii
Risa Amanta
sabar Hara..laki2 masih banyak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!