Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejahilan Abi
Seperti biasa di akhir pekan Cakra akan berkunjung ke rumah untuk melaporkan hasil pekerjaan pada Abi. Kali ini mereka sedang berada di ruang kerja Abi. Dengan cermat dia membaca hasil laporan.
“Mulai besok aku akan ke kantor,” ucap Abi.
“Alhamdulillah ya Allah, akhirnya Engkau sadarkan juga temanku ini.”
Abi melempar pulpen pada Cakra, yang langsung ditangkapnya.
“Gimana dengan pak Rauf?”
“Sepertinya dia mulai melancarkan aksinya. Dia sudah mulai mendekati beberapa pemegang saham. Dia bersungguh-sungguh ingin melengserkanmu Bi.”
“Dengan alasan apa? Karena kelumpuhanku?”
“Ya, CEO Metro East bukan hanya harus pandai berbisnis tapi juga harus memiliki penampilan sempurna tanpa cacat karena itu mempengaruhi image perusahaan. Begitu yang dia katakan pada saat dewan direksi.”
“Hmmm.. orang itu licik juga ya. Lalu siapa yang dia calonkan untuk menggantikanku?”
“Aku curiga dia akan memilih anaknya untuk maju sebagai CEO. Kudengar dia sudah mulai menjalin hubungan dengan beberapa petinggi di pemerintahan. Salah kamu absen terlalu lama, makanya ular seperti dia mulai curi-curi kesempatan.”
Abi terdiam. Ya dia merasa sangat bodoh karena masalah perempuan, dia sampai terpuruk begitu dalam. Membiarkan Juna sibuk mengurusi perusahaan seorang diri. Saat masih diawasi Juna kondisi perusahaan masih stabil. Tapi sejak lima bulan lalu kondisi perusahaan mulai goyah.
Juna fokus mengurus perusahaannya sendiri dan mempercayakan pada Cakra. Hal ini dimanfaatkan oleh Rauf, orang yang sangat berambisi menguasai perusahaan Abi. Semenjak Abi memulai terapi dengan Nina, entah mengapa semangatnya kembali muncul. Dia kembali fokus mengurus perusahaan walaupun hanya memantaunya dari rumah.
“Hmm.. aku udah ngga sabar melihat wajah sialan itu mati kutu,” gumam Abi.
Terdengar ketukan di pintu, sejurus kemudian Nina datang dengan membawa nampan berisi dua gelas minuman dan camilan. Dia meletakkannya di atas meja.
“Nin, besok aku mulai ke kantor. Kamu ikut ya.”
“Ngapain? Aku kan perawat bukan sekretaris.”
“Karena kamu perawat aku makanya kamu harus ikut. Lagi pula kamu harus menjelaskan kondisiku pada para dewan direksi. Mereka ingin memastikan kondisiku apakah masih layak menyandang jabatan sebagai CEO.”
Cakra melihat pada Abi.
Dasar kadal buntung, bilang aja lo ngga mau jauh-jauh dari Nina. Pake alasan dewan direksi segala, bisa ae lo Tarjo.
Ddrrt.. ddrrt.. ddrrt..
Cakra melihat ponselnya yang bergetar, dia segera menjawab panggilan seraya meninggalkan ruangan.
“Nin, tolong ambilkan berkas yang di situ.”
Nina mengambil berkas dari meja kemudian memberikannya pada Abi. Baru saja dia akan keluar Abi kembali memintanya mengambil file yang ada di nakas. Nina menggerutu kesal. Nakas itu terletak di dekat kursi Abi, harusnya dia bisa langsung mengambilnya tapi malah menyuruh Nina. Dasar pemalesan, gerutu Nina.
“Nih..”
Nina menyerahkan berkas di tangannya. Abi membalik kursinya dengan cepat, tanpa sengaja dia terkena senggolan kursi menyebabkan tubuh Nina oleng. Dia jatuh tepat di depan Abi, tangannya berpegang pada dada pria itu. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja.
“Kamu seneng banget ya jatuh di badanku,” ledek Abi.
“Siapa suruh muter kursi tiba-tiba,” sungut Nina.
Dia segera bangun, wajahnya sudah memerah. Dengan cepat dia keluar dari ruang kerja. Abi tersenyum senang karena berhasil menjahili perempuan itu.
☘️☘️☘️
Hari ini Abi mulai kembali ke kantor. Cakra menjemputnya pagi-pagi. Dia membantu Abi naik ke dalam mobil. Pak Kamal memasukkan kursi roda ke dalam bagasi. Abi memberi isyarat Nina untuk naik ke mobil dan duduk di sampingnya. Tak lama kemudian Cakra menjalankan mobilnya menuju kantor.
Nina turun dari mobil memandang takjub pada gedung pencakar langit di hadapannya. Seorang security menurunkan kursi roda dari bagasi kemudian membantu Abi naik ke kursi roda. Nina mendorong kursi Abi didampingi Cakra yang berjalan di sebelahnya. Beberapa karyawan yang melihat mereka langsung menundukkan wajahnya tanda hormat. Ketiganya memasuki lift khusus petinggi manajemen.
Nina memandang sekeliling ruang kerja Abi. Ruangan ini begitu luas. Bahkan di sini terdapat kamar khusus untuk Abi beristirahat. Abi langsung duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Nina duduk di sofa. Sebenarnya dia bingung apa yang harus dilakukannya di sini. Melihat beberapa majalah tergeletak di meja, dia pun mengambilnya.
Sudah hampir satu jam namun tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Abi langsung sibuk dengan dokumen-dokumennya. Sesekali Nina melirik ke arah Abi yang tampak serius di depan laptopnya. Abi semakin terlihat seksi saat fokus dengan pekerjaannya. Beberapa kali Nina menelan salivanya. Hanya dengan melihatnya saja sudah membangkitkan pikiran nakalnya. Istighfar Nina.
Tok.. tok.. tok..
Pintu terbuka, masuklah sekretaris Abi. Wanita berusia tiga puluhan. Untuk ukuran sekretaris pakaian yang dikenakannya sangat sopan. Mengenakan Setelan blazer dengan bawahan celana panjang. Dia memberikan beberapa dokumen tambahan pada Abi.
“Tolong bawakan minuman dan juga makanan ringan untuk perawat saya,” pinta Abi.
“Baik pak.”
Setelah itu dia keluar ruangan. Sepuluh menit kemudian seorang OB mengantarkan pesanan Abi. Nina terkejut melihat banyaknya camilan yang dibawa untuknya. Ada aneka kue basah, roti, bermacam slice of cake dan minuman yang terdiri dari air mineral, kopi dan jus.
“Mas Abi, ini buat siapa?”
“Buat kamu. banyak banget dokumen yang harus aku pelajari, jadi kamu makan aja ya. Kenapa? kamu ngga suka?”
“Suka mas, tapi ngga sebanyak ini juga kali. Mas mau bikin aku gendut ya.”
Abi tak menanggapi. Dia terus berkutat dengan dokumennya. Nina langsung mengambil red velvet yang begitu menggodanya. Sambil membaca majalah dia memakan kue tersebut.
Nina melihat jam di dinding, sudah jam sebelas. Posisi Abi tidak berubah. Dia masih asik membaca dokumen yang tertumpuk di mejanya.
“Mas Abi mau ngemil?”
“Mau sih, tapi tanggung.”
“Aku suapin ya. Mas Abi mau apa?”
“Apa aja.”
Nina mengambil piring kecil kemudian meletakkan tiga buah kue basah dan black forest. Tak lupa dia membawa air mineral. Lalu dia mendekati Abi. Nina menggeser kursi ke dekat kursi Abi. Pertama dia mengambil lemper, membuka pembungkusnya setengah.
“Makan dulu mas, aaa”
Tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang dipegangnya Abi membuka mulutnya. Lemper tersebut sukses masuk ke dalam mulutnya. Hati Nina serasa hendak meloncat keluar.
Sungguh ini sangat romantis. Duh aku kok serasa jadi istrinya, eh..
Nina terus menyuapi sampai makanan yang dibawanya tandas. Kemudian dia memberikan air pada Abi.
“Tambah ngga mas kuenya?”
“Ngga makasih.”
Nina kembali ke sofanya. Kali ini untuk membunuh kebosanannya dia memainkan game di ponselnya. Abi melihat pada Nina. Dia tersenyum, hatinya senang Nina begitu memperhatikannya.
“Nin, udah adzan. Kalau mau shalat di kamar aja. Di sana udah disiapin mukena.”
“Aku lagi cuti mas.”
“Maksudnya?”
Nina tak menjawab. Abi pun tak menanyakannya lagi, karena sudah mengerti maksud kata cuti.
“Mas Abi mau shalat sekarang?”
“Iya, tapi aku mau jalan aja ke kamarnya. Bisa bantu?”
Nina membantu Abi berjalan ke kamar. kemudian dia kembali ke tempatnya semula. Sepuluh menit kemudian Abi memanggil Nina. Gadis itu membantu Abi kembali ke kursinya.
“Kamu mau makan apa?” tanya Abi.
“Nanti aja mas, aku masih kenyang.”
Abi kembali fokus pada pekerjaannya. Sedang Nina, matanya mulai terasa berat. Sejenak dia melihat pada Abi. Kemudian dia mencari posisi yang enak untuk tidur. Tak lama dia sudah masuk ke alam mimpi. Setengah jam berlalu.
“Kamu mau makan sekarang ngga?”
Tak ada jawaban dari Nina.
“Nin..”
Masih tak ada jawaban. Abi melihat pada Nina. Gadis itu sudah terlelap dengan posisi berbaring di sofa. Abi menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia bangun dari duduknya kemudian berjalan menghampiri Nina. Pelan-pelan dia mengangkat tubuh Nina lalu memindahkannya ke kamar. Sejenak Abi memandangi wajah cantik yang sedang tertidur pulas. Senyuman tersungging di bibirnya. Sebelum keluar kamar, Abi mengusap lembut puncak kepala Nina.
Masih dengan mata terpejam Nina meregangkan tubuhnya. Dia berbalik ke samping kemudian memeluk guling. Tak lama dia membuka matanya. Melihat ke sekeliling, ini di kamar, tapi kamar siapa. Nina bangun terduduk sebentar, lalu berdiri. Saat membuka pintu, terlihat Abi masih berada di balik mejanya. Dia berjalan menghampirinya.
“Udah bangun kamu.”
“Hmmm.. mas, siapa yang udah mindahin aku ke kamar?”
“Kenapa?”
“Tadi kan aku tidur di sofa, kok bisa ada di kamar. Bukan mas Abi kan?”
“Menurut kamu? Aku bisa mindahin kamu?”
Nina menggeleng. Bagaimana bisa memindahkan, berjalan saja masih perlu dibantu, pikir Nina.
“Apa mas Cakra?”
“Bukan.”
“Terus siapa?”
“OB yang tadi nganterin makanan,” jawab Abi santai.
“What???”
Nina mencoba mengingat sosok OB yang mengantarkan camilan tadi. Tubuhnya sedikit gempal, kepala plontos dan ada kumis serta beberapa helai janggut. Nina bergidik.
Ya ampun badan gue ternoda digendong sama kembaran tuyul.
Nina menutup wajahnya malu. Abi tersenyum geli.
“Mas Abi tega banget sih. Kalau mau nyuruh orang gendong aku cari yang cakepan dikit napa,” sungut Nina.
“Hahahaha… makanya jadi cewe jangan tidur sembarangan di mana aja. Udah sana bersihin dulu bekas iler kamu.”
Spontan Nina memegang ujung bibirnya. Secepat kilat Nina berlari ke kamar mandi. Abi kembali tergelak melihat tingkah Nina yang terlihat menggemaskan.
Selesai mencuci mukanya, Nina memoles tipis wajahnya dengan bedak. Setelah dirasa cukup dia hendak keluar kamar. Namun langkahnya terhenti saat melihat pria yang dikenalnya memasuki ruangan. Dia langsung duduk di depan Abi.
“Kak Nial,” lirih Nina.
Sekilas Abi melihat pada Nina yang terpaku memandang Danial. Dari tatapannya dia tahu kalau Nina mengenal tamunya. Nina menggeser tubuhnya ke belakang pintu.
“Apa kabar Bi?”
“Alhamdulillah baik Dan. Kamu kapan pulang dari London?”
“Udah dua mingguan lah. Lihat kamu udah ke kantor lagi pasti kondisi kamu udah jauh lebih baik ya.”
Abi hanya menggangguk. Abi dan Danial memang saling mengenal karena hubungan keluarganya cukup dekat. Setahun yang lalu mama Danial bermaksud menjodohkan Danial dengan Sekar. Tapi Sekar menolaknya dengan alasan ingin fokus kuliah.
“Bi, dengar-dengar kamu mempekerjakan perawat untuk terapi jalan?”
“Hmmm..”
“Perempuan atau laki-laki?”
“Kenapa kamu penasaran?”
“Ngga.. kalau terapi kamu berhasil aku mau minta dia terapi oma. Habis terkena stroke, oma kesulitan berjalan.”
Entah mengapa Abi tidak menyukainya. Dia merasa Danial mempunyai niat tersembunyi menanyakan tentang Nina padanya.
“Aku pulang dulu ya Bi. Secepatnya aku bakal main ke rumah. Salam buat Juna dan Sekar.”
Danial keluar dari ruangan. Setelah Danial pergi Nina baru berani keluar dari kamar. Dia tak menyangka Abi dan Danial saling kenal.
“Ayo siap-siap. Kita pulang sekarang,” ajak Abi.
“Udah beres mas?”
“Belum, biar aku bawa ke rumah aja. Sore ini kita mau terapi kan?”
Nina mengangguk. Dia menyiapkan kursi roda. Kemudian membantu Abi membereskan berkas yang akan dibawanya pulang.
☘️☘️☘️
**Hmm.. Abi udah mulai jahil ya. Siap² nih bakal ada perang Abi vs Danial memperebutkan Nina. Kira² siapa yang bakal menang ya🤔
Like, comment, vote😘**