Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Sekarang sudah mulai masuk musim hujan, begitu juga malam ini.
Mendekati jam tutup toko, Carlo datang berkunjung.
"Ka, maaf aku datang menjemput, karena hujan aku takut kamu kesulitan cari ojek nanti".
"Ya makasih Lo, tunggu disini", ucapku sambil menyerahkan handuk kecil dari dalam tasku kepada Carlo.
"Sepi ya Ka, gara-gara hujan kali ya Ka".
"Mungkin", jawabku.
"Andai aku sudah bisa menyetir mobil aku pasti bawanya mobil bukan motor, jadi kamu ga kehujanan".
"Apa papa mama kamu tau kamu pergi jemput aku sekarang?".
"Iya mereka tau kok, tadi aku sudah bilang".
"Aku ga enak Lo sama papa mama kamu, lain kali kamu ga usah jemput aku juga bawa jas hujan kok".
"Malika... masa aku tega sih udah malam, sepi, terus kehujanan lagi, kalau iya dapat ojek kalau ga gimana".
Aku hanya terdiam menatap lantai, entah harus menjawab apa. Lalu kulihat tangan Carlo memegang tanganku. Ini bukan pertama kali kami berpegangan tangan, tapi kali ini rasanya canggung.
"Ga hanya aku yang menyukai kamu Malika, papa mama juga suka sama kamu".
Aku melepaskan pegangan tangan Carlo.
"Bahkan mama sudah tau sejak lama kalau aku menyukaimu, papa juga sepertinya tau, kalau ga, ga mungkin aku dikasih izin keluar malam pinjam motor".
Aku menatap matanya, mempertanyakan perkataannya barusan dengan mataku.
"Sungguh Ka", ucapnya sambil menatapku.
"Kenapa menyukaiku Lo? Aku tidak memiliki apa-apa".
"Kamu mandiri, kamu tau apa tujuan hidupmu, pemikiranmu lebih dewasa daripada yang lain, meski kamu pemalu tetapi kamu tau kapan harus menjadi pemberani, mmm... kamu cantik Ka".
Lalu kami sama sama terlarut dalam pikiran kami masing-masing sambil menunggu waktu tutup toko.
"Ayo pulang Lo".
"Untung hujannya sudah mulai reda ya Ka".
Aku mengangguk dan naik ke motornya.
Semenjak hari itu Carlo menjemputku setiap malam, bahkan saat hari tidak hujan pun ia tetap menjemputku, dan aku menunggu kedatangannya setiap malam.
Hampir 2 bulan aku bekerja di toko roti ini tanpa sepengetahuan kedua orangtuaku. Hingga suatu malam, sepulang kerja aku melihat mobil papa di halaman rumah, dan papa duduk di kursi teras sambil merokok, menungguku pulang.
"Malam om", sapa Carlo.
"Malam, kalian habis darimana? Kenapa pulang malam?".
Carlo melihat kearahku, lalu menjawab,
"Maaf om, kami pulang malam, saya pamit dulu om", ucap Carlo sambil pamit pulang.
Aku mengikuti papa masuk ke dalam rumah.
"Kamu pacaran sama anak itu? Kamu main kemana? Besok masih hari sekolah tapi malah pacaran sampai malam begini".
"Aku tadi ada urusan pa, Carlo hanya menjemputku saja pa".
"Urusan apa yang sampai malam Ka?".
Aku hanya diam sambil menatap lantai tidak berani menjawab.
"Jawab Malika!! Apa perlu papa yang mencari tau sendiri hah!".
Aku ketakutan dan bingung harus menjawab apa, tapi lebih baik jujur daripada aku ketahuan bohong akibatnya akan lebih buruk dari malam ini.
"Selama ini Malika kerja part time jaga toko roti, Carlo hanya menjemputku pulang saja pa".
"Kamu anak ga tau diri! Bikin malu saja!! Apa uang yang dari papa kurang sampai kamu harus bekerja Malika!!!".
Papa berteriak dan melempar beberapa barang ke arah dinding agak jauh dariku.
Aku menangis dan berkata,
"Maafin Malika pa, aku janji tidak akan bekerja lagi".
"Kamu sama saja seperti mamamu itu, hanya bisa bikin malu saja!".
"Jangan mengulanginya lagi Malika!!", teriak papa sambil keluar membanting pintu.
Aku hanya duduk di lantai sambil menangis memeluk lututku.
"Malika...", aku mendengar suara Carlo dari depan rumah memanggil namaku.
Aku mendongak ke arah pintu, kulihat Carlo pelan pelan masuk ke dalam sambil melihat sekeliling isi rumah.
Begitu melihatku duduk di lantai, ia langsung memelukku. Mungkin saat itu yang kubutuhkan adalah pelukan, jadi aku membalas pelukannya. Jika aku ingat kembali, Carlo selalu hadir di saat saat terburukku, dan ini juga bukan pertama kali kami berpelukan seperti ini. Setelah tangisku mulai mereda, ia berkata,
"Coba aku lihat apa kamu terluka?".
Aku menggelengkan kepalaku, tapi ia tetap memeriksa semua bagian badanku mencari tanda-tanda luka.
Aku bangkit berdiri sambil berkata,
"Aku sungguh ga apa apa Lo, papa tidak melukaiku".
"Sudah malam, kamu pulang saja Lo nanti kamu dicari orangtuamu".
"Tadi aku sudah bilang saat menaruh motor di rumah, aku kembali lagi kesini karena takut kamu kenapa kenapa".
"Sudah pulang sana, besok kita harus sekolah", jawabku sambil mendorong Carlo keluar dari rumah, tapi tenagaku seperti tidak ada artinya bagi Carlo.
Ia memegang bahuku sambil menatap mataku ia bertanya lagi,
"Apa kamu ga apa apa?".
"Iya", jawabku sambil masih menatap matanya.
"Besok pagi kita tetap berangkat bareng ke sekolah kan Ka?".
"Iya".
Setelah mendengar jawabanku, ia kemudian pamit pulang.
Aku membereskan rumah, membersihkan diri lalu bersiap tidur. Besok aku memiliki banyak tugas, menjelaskan kejadian malam ini kepada mama juga mengundurkan diri dari pekerjaanku di toko roti.
Sepulang sekolah aku langsung menelepon mama, menjelaskan kejadian semalam dan meminta maaf kepada mama. Mama tidak marah kepadaku, namun mama menangis karenaku, aku pikir keputusanku mencari pekerjaan adalah hal yang tepat, aku tidak menyangka akan membuat mama menangis, aku merutuki keputusanku itu. Aku berjanji kepada mama, kedepannya aku hanya akan fokus belajar dan tidak akan mencari pekerjaan lagi.
Sebelum aku berangkat kerja, aku menelepon pemilik toko, menerangkan situasiku dan meminta maaf karena aku akan berhenti dari pekerjaanku.
Pemilik toko mengerti keadaanku, ia akan segera mencari pengganti dan memintaku bekerja sampai penggantiku datang.
Seperti biasanya setiap weekend aku akan mengunjungi rumah tante Mur.
"Jadi kapan penggantimu datang Ka?".
"Ga tau ma, tapi pemilik toko masih mewawancari beberapa orang, semoga ada yang cocok ma".
"Baiklah, kamu kan sudah ditahap akhir SMU, tugas kamu ya sekolah aja yang benar, urusan uang mama masih bisa membiayaimu Ka".
"Iya ma, maafkan Malika", mama lalu memelukku.
"Sudah kita cerita yang lain aja. Apa ada hal menarik yang terjadi Ka?".
"Mmm... Carlo mengatakan kalau ia menyukaiku ma", ucapku sambil memilin ujung bantal sofa, karena merasa malu.
"Oya... mmm... lalu apa kamu juga menyukainya?".
"Entahlah ma, aku masih bingung".
"Mama menyukai Carlo, jadi jika kamu menyukainya mama hanya berharap kamu tidak melupakan tugasmu sebagai pelajar. Jika kamu hanya menganggapnya teman biasa, sebaiknya kamu tidak menunda memberi jawaban, karena semakin lama kamu menundanya maka semakin besar kamu memberinya harapan, bukankah akan sangat menyakitkan kalau ternyata jawabannya tidak sesuai harapan".
"Ya ma, Malika mengerti, terima kasih ma", aku bersyukur karena mama memberikan jawaban yang aku butuhkan.
Sesampainya di rumah, aku mengenang kembali hal-hal yang telah Carlo lakukan untukku selama ini. Akhir-akhir ini juga aku selalu menunggunya menjemputku, mengecek layar HP ku apa ada pesan darinya atau tidak. Apa aku juga menyukainya? Carlo sudah cukup bersabar menunggu jawabanku, tapi bagaimana caranya aku mengatakan aku juga menyukainya?.
...----------------...
Visual Carlo dan Malika, author ambil dari drama berjudul Lighter and Princess.