"Pergi dari sini...aku tidak ingin melihat wajahmu di rumah ini!!! aku tidak sudi hidup bersama penipu sepertimu." Bentakan yang menggema hingga ke langit-langit kamar mampu membuat hati serta tubuh Thalia bergetar. sekuat tenaga gadis itu menahan air mata yang sudah tergenang di pelupuk mata.
Jika suami pada umumnya akan bahagia saat mendapati istrinya masih suci, berbeda dengan Rasya Putra Sanjaya, pria itu justru merasa tertipu. Ya, pernikahan mereka terjadi akibat kepergok tidur bersama dikamar hotel dan saat itu situasi dan kondisi seakan menggiring siapapun akan berpikir jika telah terjadi sesuatu pada Thalia hingga mau tak mau Rasya harus bersedia menikahi mantan kekasih dari abangnya tersebut, namun setelah beberapa bulan menikah dan mereka melakukan hubungan suami-istri saat itu Rasya mengetahui bahwa ternyata sang istri masih suci. Rasya yang paling benci dengan kebohongan tentu saja tidak terima, dan mengusir istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Riri.
Sudah dua hari berlalu dan sudah dua hari pula Rasya setia berada di sisi istrinya, namun masih belum ada tanda-tanda Thalia akan sadar dari komanya.
"Buka matamu, Thalia.... bangun sayang!!!! Apa kau tidak ingin segera melihat wajah anak kita??? Anak kita sangat membutuhkan sentuhan dan kasih sayang darimu, Thalia. aku mohon bangunlah, buka matamu.... hukum aku dengan cara apapun, tapi aku mohon jangan menghukum ku dengan cara seperti ini, Thalia.....!!!." gumam Rasya seraya menggenggam tangan istrinya. sesekali pria itu terlihat mengusap sudut matanya, dan itu terlihat oleh Riri, melalui ventilasi kaca.
"Permisi, apa saya boleh masuk, pak???."
Rasya mengusap sudut matanya, lalu menoleh ke sumber suara. "Masuklah!!! Thalia pasti sangat senang kau datang." balas Rasya. pria itu beranjak dari duduknya, Rasya ingin memberikan waktu dan tempat agar Riri bisa lebih leluasa tanpa keberadaannya di sana.
"Apa bapak mencintai sahabat saya???."
Pertanyaan Riri mampu menghentikan langkah Rasya. pria itu berbalik badan, padahal beberapa langkah lagi ia sudah menggapai handle pintu.
Rasya bukan pria bodoh yang tidak paham kemana arah dan maksud dari pertanyaan sahabat baik istrinya tersebut, terlebih selama ini Riri tahu betul seperti apa penderitaan yang dilalui Thalia selama dirinya tak ada di samping wanitanya itu.
"Saya mengaku salah karena telah membiarkan istri saya berjuang sendirian selama ini. Tetapi jujur, selama hampir sembilan bulan kami berpisah, tidak sehari pun saya lewati dengan tenang, dan tidak sehari pun saya lewatkan tanpa mencari keberadaannya, sampai pada akhirnya dihari pertama saya datang di SJ group ternyata orang yang selama ini saya cari berada di sana. Namun saat itu, semua perasaan serta kerinduan saya berubah seketika saat menyadari kehamilan Thalia. dan bodohnya, saya percaya dengan ucapan Thalia bahwa bayi yang ada di dalam kandungannya bukanlah milikku." tutur Rasya dengan seribu sesal dihatinya.
Mendengar penuturan Rasya, Riri teringat akan pengakuan Thalia malam itu.
"Ibu manapun pasti akan melakukan hal yang sama demi melindungi calon bayinya dari siapa pun yang ingin bertindak buruk, termasuk dari ayahnya sekalipun."
Rasya sangat terkejut mendengar ucapan dari sahabat istrinya tersebut, namun begitu Rasya tak langsung menyela perkataan wanita itu, karena ia sadar betul jika Riri masih ingin melanjutkan ceritanya.
"Thalia ketakutan, dia takut anda tidak akan menerima kehadiran bayi di dalam kandungannya. Thalia takut jika sampai anda melampiaskan kebencian anda padanya melalui bayinya." sambung Riri yang kini sudah berurai air mata. Gurat wajah Thalia saat bercerita malam itu masih teringat jelas di ingatan, sangat menyedihkan.
Deg.
Jantung Rasya seperti berhenti berdetak mendengarnya. Ia tidak menyangka jika Thalia berpikir sejauh itu tentang dirinya, namun ia pun tak bisa menyalahkan jalan pikiran Thalia kala itu, mengingat seperti apa perlakuannya selama hidup bersama dahulu.
"Kalau boleh jujur, sebagai seorang sahabat, saya sangat marah dan benci pada anda setelah tahu ternyata anda lah yang menjadi penyebab dari penderitaan Thalia selama ini, dan ternyata anda juga lah pria kejam yang menjadi penyebab Thalia sampai berjalan seorang diri menyusuri jalanan sepi di tengah malam yang sunyi malam itu. jika saja malam itu saya tidak menemukan Thalia, entah apa yang terjadi padanya malam itu, di usir dari rumah suaminya dan ditolak kedatangannya di rumah orang tuanya." semakin bertambah perasaan bersalah dihati Rasya mendengar cerita Riri.
"Entah seperti apa pernikahan yang kalian jalani sebelumnya, yang pastinya saya berharap ke depannya sahabat saya bisa hidup dengan tenang. Jika memang pak Rasya tidak memiliki perasaan apapun pada Thalia, sebaiknya bapak melepaskannya, biarkan Sabahat saya menjalani hidupnya dengan tenang bersama putranya!!!." Riri mengutarakan semua isi hatinya, bahkan saat ini wanita itu sampai melupakan bahwa kenyataannya pria dihadapannya itu merupakan pimpinan perusahaan tempatnya mencari nafkah.
"Sampai kapanpun saya tidak akan pernah melepaskannya, dan sampai kapanpun Thalia akan tetap menjadi istriku. Karena saya mencintainya." sebagai sahabat baik Thalia, Rasya paham betul atas kekecewaan Riri terhadap dirinya, tetapi ia juga merasa perlu mengutarakan isi hati serta keinginannya dihadapan wanita itu.
Riri menghela napas panjang kemudian berkata. "Selama ini Thalia merasa bapak tidak menginginkannya sebagai seorang istri. tetapi jika anda mengaku demikian, maka buktikan pada Thalia jika memang anda sungguh-sungguh mencintai dan menginginkannya!!." setelah merasa puas mengutarakan semuanya dihadapan Rasya, Riri pun pamit undur diri. wanita itu tak lagi memikirkan kalau pun Rasya sampai tersinggung dan akhirnya memecat dirinya dari perusahaan, yang jelas kini ia merasa lega.
Setelah kepergian Riri, Rasya kembali mendaratkan bobotnya di kursi yang berada di samping brankar Thalia. "Maafkan aku, Thalia..." gumam Rasya penuh sesal, sebelum sesaat kemudian mengecup lembut punggung tangan istrinya.
"Permisi, pak." Fadi masuk ke ruangan setelah Rasya mempersilahkannya.
Melihat raut wajah asisten pribadinya seperti ingin menyampaikan berita penting, Rasya pun mengajaknya meninggalkan ruangan. "Kita bicara di luar!!!."
Asisten Fadi mengangguk patuh. "Baik, pak."
Di tengah percakapan serius keduanya, tiba-tiba dari jarak yang tak begitu jauh terdengar suara gaduh.
"Kalau jalan pake mata!."
"Lah...kok malah anda yang marah Bu, bukannya ibu sendiri yang jalannya tidak hati-hati." meski mendapat kata-kata ketus, wanita paru baya tersebut masih bersikap sopan. selain tidak ingin menimbulkan keributan wanita yang merupakan istri dari dokter Arfan tersebut sadar betul jika saat ini mereka sedang berada dirumah sakit.
"Bukannya itu ibu mertua anda, pak." Asisten Fadi menunjuk ke arah salah satu wanita paruh baya yang terlibat perdebatan tersebut.
Menyadari kebenaran atas ucapan asisten pribadinya tersebut Rasya pun segera menghampiri, namun sayangnya kedatangannya disadari oleh ibu angkatnya Thalia sehingga dengan tergesa-gesa wanita itu berlalu pergi.
"Si-al." rutuk Rasya ketika kehilangan jejak.
"Maaf pak Rasya...apa bapak mengenal wanita tadi???." bukannya ingin ikut campur, tetapi istri dari dokter Arfan tersebut merasa ada yang aneh dengan sikap wanita itu. Bagaimana mana tidak, selama beberapa hari ia mampir ke tempat kerja suaminya, ia kerap mendapati wanita itu diam-diam mengintip dari balik ventilasi kaca segiempat yang terdapat di pintu ruang ICU, di mana saat ini Thalia sedang mendapatkan perawatan intensif.
"Beliau adalah ibu mertua saya, nyonya." jawab Rasya. meskipun tidak rela mengakui wanita itu sebagai ibu mertuanya, namun Rasya tetap mengatakan itu di hadapan wanita yang telah menjadi penolong istrinya tersebut. Ya, istri dari dokter Arfan adalah wanita yang baik hati, meskipun tidak mengenal Thalia secara personal namun wanita itu bersedia mendonorkan darahnya di saat Thalia begitu memerlukan transfusi darah.
Mendengar pengakuan Rasya, istri dokter Arfan semakin merasa ada yang tidak biasa dengan hubungan Thalia dan ibunya, mengingat sikap wanita itu tak sedikitpun terlihat mencemaskan kondisi putrinya yang sedang terbaring koma.
Di ruangan dokter.
"Sayang..." bukannya tidak senang atas kunjungan sang istri, tapi dokter Arfan merasa akhir-akhir ini sang istri lebih sering mengunjunginya di tempat kerja.
Dokter Arfan mencium kening istrinya setelah wanita itu menyalaminya. "Mukanya kenapa sedih begitu sih, mah???." meskipun usia mereka sudah tidak muda lagi, dokter Arfan tetap memperlakukan istrinya dengan baik dan juga lembut.
"Tidak apa-apa pah, mama hanya tidak habis pikir, ada ya seorang ibu yang tidak bersedih melihat putrinya terbaring koma. Mama yang bukan siapa-siapanya saja, tidak tega setiap kali melihat pasien papa yang lagi koma itu." wanita itu bercerita pada suaminya sambil mengusap sudut matanya yang berair. "Maaf ya pah... pasti menurut papa sikap mama aneh, iyakan???." sambung wanita itu.
Dokter Arfan membawa sang istri ke dalam pelukannya. "Tentu saja tidak sayang, papa justru bangga punya istri yang memiliki hati lembut seperti mamah." tutur dokter Arfan.
"Papah lagi mikirin apa sih???." tanyanya, melihat sang suami diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Tidak ada apa-apa."
kamu sih Rasya...bangunin macam tidur...auto di aummin...😆😆😆😆
semoga ringan dan gak belat belit 😍😍😍
Jangan dibuat berbelit-belit ya thorrr
Terima kasih sudah menulis cerita ini 😍😍
lha slm jdi istrimu sja... km sia2kan... km perlakukan dgn bgitu buruknya...
makasih udah up lagi kk...
semoga sering2 update lagi ya kk🤗🙏🏻
ayo deh baby kamu rewel sepanjang malam,biar papa mu bisa tidur dengan mama mu...
udah bolak balik di intip...😅