PRIA 2MILIAR DAN SEBUAH HATI

...✧༺♥༻✧...

Suara gemetar seorang bawahan Amanda terdengar dari seberang telepon. Kecemasan dan kebingungan terasa jelas dalam suaranya.

"Tuan… apa yang terjadi pada Ketua?" tanya bawahan itu dengan suara yang gemetar.

Liam menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bawahannya pasti sangat khawatir dengan kehilangan Amanda.

Ia harus menjelaskan semuanya dengan jelas dan tegas. Namun, waktu sangat terbatas. Ia tidak memiliki waktu untuk berpanjang kata.

"Akan kujelaskan nanti," kata Liam dengan suara yang tegas.

"Yang penting sekarang… lacak Ricardo… 24 jam… SEKARANG!" Suaranya berubah menjadi lebih keras dan berwibawa.

"Aku tidak mau ada kesalahan. Aku ingin informasi lengkap tentang lokasi Ricardo Silas dalam waktu 24 jam. Paham?"

Liam menutup telepon dengan suara klik yang tajam. Ia tidak memiliki waktu untuk berlama-lama. Ia harus bergerak cepat. Ia harus menemukan Amanda sebelum terlambat. Ia harus menyelamatkan Amanda dari Ricardo.

Liam mondar-mandir di ruangannya, kecemasan dan ketegangan terpancar dari setiap gerakannya. Waktu terus berjalan, menambah tekanan pada bahunya.

Ia terus memeriksa jam tangannya, menunggu laporan dari anak buah Amanda. Ia berharap mereka dapat menemukan Ricardo sebelum Ricardo melakukan sesuatu pada Amanda.

Ia mencoba untuk tetap tenang, namun pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Amanda. Ia membayangkan Amanda dalam keadaan yang terancam. Bayangan itu membuat hatinya sakit.

Akhirnya, teleponnya berdering. Ia menjawab dengan cepat, suaranya penuh dengan harapan dan kecemasan.

"Ada kabar tentang Ricardo?" tanya Liam dengan suara yang gemetar.

Suara bawahannya terdengar dari seberang telepon, suaranya penuh dengan kegembiraan dan kelegaan.

"Kami telah menemukannya, Tuan," kata bawahan itu. "Ricardo Silas berada di…."

Liam menahan napasnya, menunggu bawahannya menyebutkan lokasi Ricardo. Ia merasa degup jantungnya berdebar kencang. Ia akan segera menemukan Amanda. Ia akan segera membawanya kembali.

Suara bawahan Amanda kembali terdengar dari seberang telepon, memberikan informasi yang sangat penting. Informasi itu membuat Liam terkejut dan sedikit lega.

"Tuan Liam," kata bawahan pertama,

"Nona Amanda… ia mengganti identitasnya. Ia sekarang bernama Freya Silas."

Informasi itu membuat Liam sedikit lega. Ia tahu bahwa Amanda masih hidup dan baik-baik saja. Namun, ia juga sedikit khawatir. Mengapa Amanda mengganti identitasnya,

"lalu Apa yang terjadi padanya?" ucap liam dengan khawatir.

Bawahan lainnya menambahkan informasi yang lebih mengejutkan.

"Tuan… apakah Ketua Amanda… lupa akan dirinya? Siapa yang akan membimbing kami selama ini?" tanya bawahan kedua dengan suara yang penuh dengan kebingungan.

Liam merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia curiga bahwa Ricardo telah melakukan sesuatu pada Amanda. Ia harus segera menemukan Amanda dan menyelamatkannya.

Bawahan ketiga memberikan informasi tentang lokasi Amanda.

"Tuan Ketua… berada di luar kota," kata bawahan ketiga.

"Ia tinggal di kompleks mewah… rumah mewah milik Ricardo."

Liam tersenyum kecil. Ia tahu tempat itu. Ia pernah ke sana dulu. Ia akan segera menemukan Amanda.

"Oh… aku tahu tempat itu," kata Liam dengan suara yang tenang tetapi tegas.

"Baiklah… terima kasih. Aku ingin kalian semua… menyamar… di setiap tempat… di mana pun Nona Amanda… berada. Kalian… paham?"

...✧༺♥༻✧...

Liam bergegas menuju garasinya, sebuah mobil sport hitam mengkilap menunggu. Ia masuk ke dalam mobil, mengaspal jalan raya menuju kompleks mewah di luar kota.

Pikirannya terus berputar-putar pada Amanda. Ia bayangkan Amanda dalam pelukan Ricardo, terpaksa hidup di bawah kekuasaan Ricardo. Amarah dan kerinduan bercampur menjadi satu, mendorongnya untuk segera menemukan Amanda.

Sepanjang perjalanan, ia terus berkomunikasi dengan anak buah Amanda. Mereka telah menyamar di sekitar kompleks mewah tersebut, mengawasi pergerakan Ricardo dan Amanda.

Liam mendapatkan informasi bahwa Amanda tampaknya dijaga ketat oleh Ricardo, namun tidak terlihat tanda-tanda kekerasan atau penyiksaan. Itu memberinya sedikit kelegaan.

Sesampainya di kompleks mewah tersebut, Liam memperhatikan keamanan yang ketat. Ia tidak bisa masuk dengan mudah. Ia harus memikirkan strategi yang tepat. Ia tidak ingin membahayakan Amanda.

Ia menghubungi anak buah Amanda kembali, mendapatkan informasi tentang rute paling aman untuk masuk ke rumah Ricardo.

Ia juga mendapatkan informasi tentang jadwal Ricardo. Ricardo sering meninggalkan rumah untuk urusan bisnisnya. Itu adalah kesempatan yang baik untuk Liam.

Liam menunggu kesempatan yang tepat. Ia akan menunggu sampai Ricardo keluar dari rumah. Lalu, ia akan masuk ke dalam rumah dan menemukan Amanda. Ia akan membawa Amanda kembali ke pelukannya.

Ricardo duduk di balik meja kerjanya yang besar dan mewah, sebuah gelas wiski berada di tangannya. Cahaya redup menonjolkan wajah tajam dan berwibawa Ricardo.

Ia menatap Amanda dengan tatapan yang lembut, namun tatapan itu menyembunyikan sebuah rencana yang jahat.

"Anakku," kata Ricardo dengan suara yang lembut, "sudah saat nya." Ia mengulurkan kartu kredit platinum kepada Freya.

"Tiga hari lagi… kau akan menikah dengan Septian. Bukan? Sekarang… pergilah ke mal… pilih baju pernikahanmu."

Freya menatap kartu kredit itu dengan tatapan yang bingung. Ia masih belum mengerti apa yang terjadi. Ia masih belum mengingat masa lalunya. Ia hanya tahu bahwa ia akan menikah dengan Septian.

"Tapi, Ayah…" kata Freya dengan suara yang gemetar. Ia merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia merasakan bahwa ada sesuatu yang ia sembunyikan dari dirinya sendiri.

Ricardo menatap Freya dengan tatapan yang tajam. Ia tidak suka Freya menolak perintahnya. Ia tidak akan membiarkan siapapun menghalangi rencananya.

"Tak ada tapi," kata Ricardo dengan suara yang keras. "Kau akan pergi dengan Septian. Itu sudah aku putuskan."

Ricardo meneguk wiskinya. Ia menatap Freya dengan tatapan yang dingin dan mengancam. Ia tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan rencananya. Ia akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.

Freya mengangguk patuh, meski hatinya penuh dengan kebingungan dan ketakutan. Ia tidak mengerti kenapa ia harus menikah dengan Septian.

Ia tidak mengingat masa lalunya. Namun, ia tidak berani menolak perintah Ricardo. Ia tahu bahwa Ricardo sangat berbahaya.

Ia berjalan menuju mobil yang ditumpangi Septian. Septian tersenyum padanya dengan lembut.

"Sayang… mari, bersamaku" ajak Septian dengan suara yang lembut dan menggandeng tangan amanda.

Freya masuk ke dalam mobil. Septian menyetir mobil dengan hati-hati. Freya menatap ke luar jendela, pikirannya berputar-putar. Ia merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia merasakan bahwa ia sedang diperdaya.

Dari kejauhan, Liam melihat mobil itu pergi. Ia menangis, air matanya mengalir deras. Ia akhirnya melihat Amanda kembali. Ia sangat merindukan Amanda.

"Amanda…" lirih Liam, suaranya penuh dengan kerinduan. "Amanda… kau baik-baik saja?"

Liam mengikuti mobil itu dengan hati-hati. Ia tidak ingin membuat Amanda curiga. Ia akan menunggu kesempatan yang tepat untuk mendekati Amanda. Ia akan menyelamatkan Amanda dari Ricardo. Ia akan membawa Amanda kembali ke pelukannya.

Ricardo, dari dalam ruangannya, memberikan isyarat kepada anak buahnya untuk terus menjaga Amanda. Ia ingin Amanda tetap percaya bahwa ia sedang hidup dengan bahagia.

Ia tidak ingin Amanda mengingat masa lalunya. Ia ingin Amanda tetap menjadi bonekanya.

Ricardo tersenyum jahat di dalam ruangan pribadinya yang mewah. Ia menatap gelas wiski di tangannya, cahaya redup menonjolkan wajah tajam dan berwibawa Ricardo. Ia merasakan kepuasan yang mendalam. Rencananya berjalan dengan sempurna.

"Bagus," gumam Ricardo, suaranya penuh dengan kepuasan.

"Sebentar lagi… Amanda… akan menikah dengan Septian. Itu akan membuat Liam gila… dan aku dapat membunuhnya."

Ia mengangkat gelasnya, meneguk wiski dengan perlahan. Ia membayangkan Liam yang menderita karena kehilangan Freya. Bayangan itu memberinya kesenangan yang tak terkira.

"Atau…" Ricardo tersenyum lebih jahat lagi. "Aku biarkan saja dia hidup… namun… kembali bekerja menghasilkan uang untukku… sebagai pria malam… di diskotikku."

Ricardo tertawa jahat, tawanya bergema di dalam ruangan yang sunyi. Ia ingin menyiksa Liam lebih lama. Ia ingin melihat Liam menderita. Ia ingin melihat Liam merangkak di kakinya.

"Kekuasaan Amanda… akan menjadi milikku," gumam Ricardo dengan suara yang penuh dengan kekuasaan.

"Semua akan menjadi milikku." teriak nya penuh dengan kemenangan dan ia merasa kemenangan berada di pihaknya.

...✧༺♥༻✧...

...Bersambung.......