Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eksekutif Cobra Zone
Pagi itu, matahari baru saja naik, menyinari langit dengan warna jingga yang perlahan memudar menjadi biru pucat. Namun, di dalam Pabrik Lothar Industries, kehangatan pagi itu tak terasa sama sekali. Yang ada hanya udara dingin, suasana yang penuh tekanan dan suara mesin-mesin yang terus berdengung.
Para pekerja berdiri berbaris di aula utama pabrik, menunggu giliran mereka untuk di panggil dalam absensi harian. Seperti biasa, sistem ini di terapkan dengan ketat—tidak ada toleransi keterlambatan, apalagi ketidakhadiran tanpa izin.
Di depan barisan, seorang pengawas dengan suara mononton membaca daftar nama dari sebuah tablet.
"Nomor 435!" serunya.
"Hadir!"
"Nomor 436!"
"Hadir!"
"Nomor 437!"
Hening.
Si pengawas berhenti sejenak, mengangkat kepala dan mengamati barisan. Tidak ada satu pun yang menjawab.
"Nomor 437, Zayne Draxon!" ulangnya, kali ini lebih keras.
Tetap tidak ada jawaban.
Beberapa pekerja mulai saling melirik, berbisik pelan. Semua orang tahu betapa berbahayanya tidak hadir tanpa izin di tempat seperti ini.
Dahi si pengawas mengerut. Suasana aula yang awalnya hanya penuh dengan dengungan mesin kini berubah menjadi lebih tegang.
"Nomor 438, Taron Wells!"
Hening lagi.
Beberapa orang yang mengenal Zayne dan Taron saling pandang, namun tak ada yang berani membuka mulut. Mereka tahu, di tempat ini, terlalu banyak bicara bisa membawa masalah. Bahkan kakek Marvin menanyakan dalam hati, kemana mereka berdua pergi sebenarnya.
Si pengawas akhirnya menoleh ke arah salah satu petugas keamanan yang berdiri di dekat pintu. Memanggilnya untuk segera mendekat.
"Ada dua orang yang tidak hadir saat ini, tolong cari dan konfirmasikan ke bagian keamanan."
"Siap tuan, akan saya sampaikan."
"Baik, silahkan pergi." Petugas keamanan itu segera melengang pergi meninggalkan pengawas itu.
Sebagian orang mungkin tidak menyadari, bahwa insiden kecil ini adalah awal mula sebuah tragedi besar akan terjadi.
...****************...
Di lantai atas pabrik, di dalam sebuah ruangan yang luas dan dingin, seorang pria berjas hitam berdiri menghadap jendela besar. Dari tempatnya , dia bisa melihat seluruh area produksi—barisan pekerja, mesin-mesin raksasa, dan debu yang berterbangan di luar.
Namanya Darius Voss, salah satu eksekutif tertinggi di Cobra Zone.
Di belakangnya, kepala administrator—Ernath, berdiri dengan gugup, memegang sebuah tablet yang berisi laporan perkembangan proyek Nexus Core—teknologi eksperimental yang sedang dikembangkan oleh Lothar Industries di bawah kendali Cobra Zone.
"Bagaimana perkembangannya?" tanya Darius, suaranya tenang, tetapi memiliki tekanan yang tak bisa diabaikan.
Ernath meneguk ludah. "E-ehm.... Semuanya berjalan lancar sesuai rencana, Tuan. Beberapa penyesuaian teknis masih dalam proses, tetapi kami yakin akan mencapai target dalam waktu yang di tentukan—"
Darius berbalik perlahan, menatap pria itu dengan ekspresi datar. "Aku tidak tertarik dengan laporan yang bertele-tele. Aku ingin hasil."
"Oh ayolah Darius, jangan terlalu menekannya." Seseorang yang duduk di sofa dan menggunakan setelan yang sama dengan Darius, menyela percakapan. Dia Viktor Kane, salah satu eksekutif Cobra Zone, yang memegang kendali atas pabrik bagian utara ini.
Viktor berjalan ke arah Ernath yang sudah bergetar karena takut, lalu merangkulnya. "Kau lihat Darius. Kamu membuat dia ketakutan, kita percayakan saja semuanya pada mereka. Dan kalau gagal, kita tinggal membunuhnya saja." Viktor mendekatkan wajahnya ke wajah Ernath yang terlihat membeku ketakutan itu. "Jadi, kau tidak boleh gagal sama sekali, mengerti?"
Ernath buru-buru mengangguk, keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.
Ketukan di pintu menginterupsi percakapan mereka. Seorang petugas keamanan masuk dan menyerahkan daftar absensi harian kepada Ernath.
Ernath membolak-balik daftar itu dengan cepat, tapi tiba-tiba tangannya berhenti. Wajahnya sedikit memucat.
Darius, yang memperhatikan perubahan ekspresi itu, menyipitkan matanya. "Ada masalah?"
Ernath menelan ludahnya . "Dua pekerja, nomor 437 dan 438.... tidak hadir hari ini."
Viktor mengambil daftar itu dan membaca nama yang tertera. Zayne Draxon. Taron Wells. Matanya menyapu nama itu dengan penuh pertimbangan. "Zayne—ah, sepertinya aku mengingatnya. Dia anak yang waktu itu bersinggungan dengan Garth. Lalu Taron, yah dia pasti temannya yang waktu itu."
Dia menghela napasnya perlahan, lalu menoleh ke salah satu penjaganya.
"Temukan mereka, cari di setiap sudut pabrik dan asrama. Jangan kembali sebelum menemukan mereka." katanya, suaranya seperti perintah mutlak. "Pergi, sekarang juga!"
Penjaga itu tidak menunggu intruksi lebih lanjut. Dia segera keluar meninggalkan ruangan dengan langkah cepat.
Viktor menatap penjaga satunya lagi.
"Dan kamu, bawa Garth ke hadapanku sekarang juga."
Dengan sigap, penjaga itu segera pergi keluar ruangan untuk mencari Garth.
Viktor kembali menatap pada layar tablet, melihat lagi nama Zayne dengan sekilas dan membayangkan kejutan apa yang akan diberikan oleh Zayne nanti.
...****************...
Jauh dari pabrik, di sebuah gedung tua yang kini menjadi markas Edgar, Kael sedang duduk di salah satu sudut ruangan bersama Taron. Mereka berdua baru saja menyelesaikan diskusi panjang dengan Iris, seorang hacker yang mereka selamatkan dari kejaran Cobra Zone.
Di sekitar mereka, suasana markas cukup sunyi. Beberapa anak buah Edgar sedang beristirahat, sementara Edgar sendiri sibuk dengan pikirannya.
Kael menyandarkan kepalanya ke dinding, menatap langit-langit dengan ekspresi serius. "Apakah sudah ada jawaban dari Kepala Administrator bi?" Tanya Kael.
Elira menggeleng. "Entahlah, sejak dari pagi dia tidak bisa di hubungi. Bahkan pesan bibi tidak dibacanya sama sekali." Jawab Elira, mengecek hp nya.
Taron, yang sedang mengutak-atik sebuah pisau lipat di tangannya, menghela napas panjang. "Bagaimana kalau kita nanti dihukum, karena tidak memberikan kepastian kehadiran kita."
Iris yang duduk di dekat mereka, menatap Kael dengan penuh rasa ingin tahu. "Kenapa kalian bekerja disana? Sedangkan kalian membenci Cobra Zone itu sendiri."
Kael menoleh ke arahnya. "Untuk mengumpulkan informasi, aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak pandai menggunakan komputer dan mencuri informasi seperti yang kau lakukan." Kael menghela napas. "Hanya inilah yang bisa kulakukan."
Iris terdiam sesaat. Dia mengerti apa yang dirasakan oleh Kael.
Tak lama kemudian, suara pesan masuk berbunyi di hp milik Elira.
Ting.
Elira segera mengecek hp nya, dan ternyata pesan itu berasal dari Ernath—Kepala Administrator. Pesan itu berisi.
"Maaf aku tidak membuka ponselku dari malam. Aku hanya bisa memberimu satu informasi, jangan kembali! Cobra Zone sudah mengincar kalian. Maafkan aku karena tidak bisa membela kalian, jadi pergilah sejauh mungkin agar tidak tertangkap."
Elira membacakan pesan itu dengan lantang. Semua orang yang mendengarkan itu terdiam sesaat.
"Jadi kita tidak bisa kembali ke pabrik lagi ya." Akhirnya Zayne berbicara.
"Ya... Kita baru saja resmi menjadi buronan Cobra Zone." Timpal Taron.
Edgar mendekat, tertarik dengan perbincangan itu.
"Kalau begitu, kita langsung saja melaksanakan rencana kita malam ini." Edgar mengusulkan, tangannya disilangkan ke dada. "Karena sudah menjadi buronan begini, lebih baik kita jalankan rencananya lebih cepat."
Semua orang terdiam sejenak, memikirkan usulan Edgar. Menurut Kael itu usulan yang bisa diterima. Bukankah lebih cepat, lebih baik?
"Baiklah, kita jalankan rencana kita malam ini. Sekarang persiapkan diri kalian terlebih dahulu dan beristirahatlah, kita juga butuh tubuh yang fit, agar rencana kita sukses."
Dengan intruksi dari Kael, mereka akhirnya sepakat akan menjalankan rencana yang sudah mereka rancang tadi malam.