Diceraikan Suami Dicintai Kekasih Misterius

Syuting baru selesai pukul 9 malam lebih, Calista diantar sampai ke depan kamar oleh Mutia dan para bodyguard berdiri di depan kamar Calista guna memperketat keamanan.

"Aku balik kamar dulu, kamu juga harus istirahat. Besok syuting jam 8 pagi... tapi pukul 6 kita sebaiknya olahraga sebentar, biar tubuh kamu nggak lembek karena kurang olga!"

"Oke!" sahut Calista.

"Bye!" Mutia pergi dan Calista menutup pintu kamar.

Baru saja wanita itu akan berbalik, seseorang memeluknya dari belakang. Saat ingin menjerit, mulut Calista ditutup sebuah tangan besar.

"Sssttt, ini aku... Indra."

Tubuh menegang Calista berubah rileks, tadi di lokasi syuting Ravindra sempat datang dengan penyamaran nya sebagai Indra. Dia bertemu Calista sebentar dan Calista memberikan cardlock kamar hotelnya agar Indra menunggu di kamar.

Calista berbalik badan dan mendengus. "Aku lupa ada kamu menungguku, tapi kamu juga salah... ngapain ngagetin aku!"

Ravindra mencuubit ujung hidung Calista dengan gemas, dia lalu mengecup bibir wanita itu seraya memeluknya. "Aku sangat merindukanmu, sudah 3 hari kita nggak bersama. Maaf... aku juga baru bisa menyusul mu kesini. Apa syuting mu bakal lama disini?"

Calista melepaskan diri dari pelukan Ravindra, dia melepas heels dari kakinya lalu berjalan ke arah sofa menaruh tas kecil di atas meja kemudian duduk dengan wajah lelah. Calista memejamkan mata dengan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, ia menghembuskan nafas beberapa kali.

"Capek, ya? Aku pijitin kakinya, tadi aku liat kamu akting berlari-larian ngejar Bara."

Calista membuka matanya, lalu tersenyum. "Cepek, tapi sepadan. Aku sangat senang, karakter nya cocok denganku."

"Kamu benar, peran nya sangat cocok untukmu. Aku pikir... peranmu dalam sinetron mirip dengan kepribadianmu. Ceria, optimis dan sabar."

Calista menghentikan pijitan tangan Ravindra di kakinya, "Peluk aku, meski aku lelah... pelukan mu adalah vitamin bagiku untuk menambah staminaku."

"Stamina?" Ravindra malah menyeringai nakal.

Mata Calista membulat, dia mencuubit lengan kekar Ravindra karena paham isi otak pria itu. "Kau gila! Kenapa selalu bergairrah!"

"Memangnya nya nggak boleh?" wajah Ravindra merengut.

"Enggak boleh untuk sekarang. Gini, karena aku udah resmi menjanda... aku juga nggak hamil karena udah haid. Jadi, untuk ke depannya aku harus menjaga tubuhku agar enggak mengandung. Aku punya kewajiban untuk menjaga kontrak sinetron dan juga kontrakku menjadi brand ambassador. Kamu nggak keberatan kan... menunda pernikahan kita, sampai sinetron ini rampung 5 bulan lagi." Calista seperti tak enak hati mengatakan nya, dia menggiigit bibirnya untuk mendengar jawaban Ravindra.

Ravindra benar-benar terdiam, padahal dia menunggu-nunggu untuk segera menikah dengan Calista 2 bulan lagi sesuai kesepakatan saat wanita itu mendapatkan akta cerai. Saat itu Calista mengatakan, jika dia akan melewati masa iddah 3 bulan terlebih dahulu, agar saat menikah dengan Ravindra tak ada orang yang akan curiga jika mereka telah bersama sebelum perceraian.

"Indra... hanya menambah 3 bulan lagi dari waktu yang aku janjikan, kamu sabar ya. Aku akan tetap bertanggung jawab padamu, gajiku dari sinetron sudah aku transfer pada ATM yang kamu pegang. Kamu beli pakaian bagus untukmu, makanan-makanan enak... juga kamu tetap tinggal di rumahku dengan nyaman."

Tiba-tiba saja Ravindra berdiri dengan wajah dinginnya, dia merasa menjadi seorang simpanan. Seorang simpanan yang diberikan segala kebutuhan tapi tidak dinikahi.

Ravindra mengambil dompet lalu mengeluarkan kartu ATM dan melemparkan nya ke atas meja di dekat sofa. "Kalau kamu emang nggak mau menikah denganku, ngomong aja! Kamu malu kan, karena akan menikah dengan laki-laki yang hanya seorang office boy?! Kamu sudah jadi artis terkenal, jadi kamu ingin hubungan kita berakhir! Jadi, nggak usah alasan ini itu... aku juga nggak butuh pertanggung jawaban mu dengan mengandalkan uang! Kau pikir aku pelacvr dan cowok murahaan...!!"

Saat kata-kata kasar dan penuh penekanan Ravindra selesai, keduanya saling terpaku.

Astaga! Ada apa dengan ku? Kenapa aku marah-marah? Lagian... apa ada pelacvr laki-laki?

Ravindra saja merasa kata-katanya juga aneh, apalagi Calista, bukan?

Wanita itu masih terbengong, tidak tahu harus berkata apa.

Apa karena aku menghidupi Indra tanpa status, itu artinya dia memang tidak aku hargai! Jadi wajar bukan, Indra marah padaku? Aishhh... aku pikir hanya para wanita yang akan mengatakan kata-kata itu! Ternyata pria juga bisa! Calista semakin tak enak hati.

Akhirnya Calista ikut berdiri, dia menarik tangan Ravindra dan menggenggam nya lalu menatap dengan tatapan lembut. "Baiklah, maafkan aku ya. Aku tak seharusnya melanggar janjiku padamu, kita akan menikah sesuai kesepakatan. Setelah aku ada waktu senggang... kita akan memilih pakaian pengantin, mencari gedung untuk menikah dan memilih kartu undangan, oke?"

"Kamu nggak malu sama aku?"

"Ngapain malu, sejak awal kamu yang memotivasi aku untuk bekerja keras. Aku sudah janji padamu akan menghidupi kamu seumur hidup, jadi aku ingin terkenal dan mendapatkan uang banyak."

"Jadi maksud mu, kamu melakukan banyak pekerjaan demi aku?" tanya Ravindra, hatinya melambung tinggi.

"Demi masa depan ku juga, bukan hanya demi kamu. Aku pernah menyerah akan mimpiku sebentar demi Andrean, aku nggak mau lagi hanya demi laki-laki... aku mati-matian mengorbankan hidupku. Jadi, pekerjaan ku ini demi masa depan kita berdua."

Ravindra tak masalah, komitmen mereka berdua untuk tetap bersama sudah sangat ia hargai. Lagipula, dia yang salah karena belum jujur akan indentitas nya pada Calista. Jadi kenapa dia harus marah seperti tadi? Seperti pria labil saja!

Calista maju lalu memeluk tubuh hangat Ravindra, "Ayo tidur, aku capek banget."

"Mandi dulu, tubuhmu berkeringat."

"Mandiin..." ucap Calista manja lalu merangkuul leher pria itu.

"Dasar! ketagihan servis ku ya!" Ravindra mengedipkan matanya genit.

Calista terkekeh, tubuhnya pun melayang digendong Ravindra dibawa ke kamar mandi. Tubuh Calista dengan amat perlahan ditaruh di dalam bathtub kosong. Lalu Ravindra mulai membuka satu persatu pakaian wanitanya. Calista terlihat pasrah, dia sepenuhnya memberikan kuasa pada Ravindra.

Air hangat mulai mengisi bathtub, Ravindra mengisi bak mandi dengan sabun cair dan wewangian. Busa sabun mulai bermunculan, Calista tenggelam dalam rasa lembut busa persis seperti awan dengan aroma wangi yang terasa therapy.

"Jangan nakal Indra... aku hanya ingin dimandikan lalu tidur dengan cepat." Gumam Calista dengan mata setengah terpejam.

Ravindra menelan salivanya beberapa kali, memangnya dia patung yang tak punya gairrahh yang hanya bisa melihat dan menyentuh tapi tak bisa merasakan nya.

"Beb, aku..." suara Ravindra terdengar semakin serak saat ia mulai menyabuni tubuh polos Calista di bagian da da wanita itu.

Calista membuka matanya lebar, dia dapat melihat kedalaman mata laki-laki itu yang menggelap oleh gai rah. Tubuhnya pun bukannya tak merespon sentuhan dari jari-jari Ravindra, tentu saja dia juga terangssang.

"Sini... mendekat lah." Lirih wanita itu.

Ravindra mendekatkan wajahnya, dia terkesiap saat Calista menahaan tengkuknya dan menciumnya. Pertahanan pria itu seketika runtuh, dia menarik dagu Calista dan memperdalam ciuman mereka. Tak berapa lama, Ravindra sudah melepas pakaian dari tubuhnya sendiri dan bergabung dengan Calista di dalam bathtub yang berisi air hangat dan wangi aroma dari bubble bath elegant lavender.

Keduanya terbuai dengan suasana menggairaahkan yang tercipta dan melupakan segalanya. Hanya ada saat itu, saat-saat saling melengkapi satu sama lain dengan simfoni indah dengan gerakan yang saling memuaskan pasangan nya.

Esoknya....

"Argghhtttt....!!!!"

Jeritan seseorang membangunkan tidur nyenyak Calista dan Ravindra yang masih bergelung dalam selimut tanpa sehelai benang pun.