Ariana selalu percaya bahwa hidup adalah tentang menjalani hari sebaik mungkin. Namun, apa yang terjadi jika waktu yang dimiliki tak lagi panjang? Dia bukan takut mati—dia hanya takut dilupakan, takut meninggalkan dunia tanpa jejak yang berarti.
Dewa tidak pernah berpikir akan jatuh cinta di tempat seperti ini, rumah sakit. Baginya, cinta harusnya penuh petualangan dan kebebasan. Namun, Ariana mengubah segalanya. Dalam tatapan matanya, Dewa melihat dunia yang lebih indah, lebih tulus, meski dipenuhi keterbatasan.
Dan di sinilah kisah mereka dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan untuk Ayah dan Kembali Menjenguk Ariana
Keesokan paginya, Dewa duduk di ruang tamu berhadapan dengan ayahnya. Ibunya dan Nayla sedang sibuk di dapur, memberi mereka sedikit privasi untuk berbicara.
Ayahnya menatapnya dengan penuh harap. "Jadi, sudah kamu pikirkan?"
Dewa menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku akan mengambil kesempatan ini, Ayah. Aku akan mencoba meneruskan usaha Ayah, tapi dengan caraku sendiri."
Sejenak, ayahnya terdiam, lalu sebuah senyum bangga muncul di wajahnya. "Itu keputusan yang berani, Nak. Aku senang kamu mau mencobanya."
Dewa mengangguk. "Tapi aku nggak akan langsung terjun begitu saja. Aku butuh waktu untuk belajar. Aku nggak mau melakukan ini setengah-setengah."
Ayahnya tertawa kecil. "Itu keputusan yang bijak. Aku akan membimbingmu."
Dewa tersenyum tipis. Meski hatinya masih dipenuhi keraguan, ia tahu ini adalah langkah yang harus ia ambil. Demi ibu, demi Nayla, dan demi masa depan mereka semua.
Setelah pembicaraan itu selesai, Dewa segera bersiap untuk pergi. Ada satu hal lain yang masih mengganjal di hatinya—Ariana.
...****************...
Setibanya di rumah Ariana, ia langsung disambut oleh keluarga gadis itu. Mereka tampak lega melihatnya kembali datang.
"Dewa!" suara pelan namun penuh kebahagiaan menyapanya.
Dewa menoleh ke arah kamar Ariana dan melihat gadis itu tersenyum padanya dari tempat tidurnya. Wajahnya masih sedikit pucat, tapi ada cahaya di matanya yang tak bisa ia abaikan.
Tanpa ragu, Dewa melangkah mendekat dan duduk di sampingnya. "Kamu kelihatan lebih baik hari ini."
Ariana mengangguk kecil. "Aku merasa lebih baik karena tahu kamu datang."
Dewa tertawa kecil. "Aku nggak akan ke mana-mana."
Mereka terdiam sesaat, menikmati kehadiran satu sama lain. Bagi Dewa, melihat Ariana tersenyum seperti ini adalah hadiah terbaik. Ia tahu, apapun yang terjadi dalam hidupnya nanti, Ariana akan selalu menjadi bagian dari perjalanan itu.
...****************...
Dewa duduk di samping tempat tidur Ariana, menatap gadis itu dengan lembut. Wajah Ariana masih terlihat sedikit pucat, tapi senyumnya tetap menenangkan. Di sudut ruangan, Bang Ardan—kakak Ariana—bersandar pada dinding dengan tangan bersedekap, mendengarkan dalam diam.
Ariana menatap Dewa dengan penuh perhatian. "Dewa, ada apa? Kamu kelihatan beda hari ini," tanyanya pelan.
Dewa menarik napas panjang. "Banyak yang terjadi, Ana. Ayahku tiba-tiba pulang setelah bertahun-tahun pergi. Dia ingin aku meneruskan usahanya."
Ariana mengerutkan kening. "Usaha? Kamu pernah cerita soal ini sebelumnya?"
Dewa menggeleng. "Aku bahkan nggak pernah memikirkannya. Aku nggak pernah terlibat dalam bisnis keluarga. Tapi sekarang… Ayah ingin aku mengambil alih."
Bang Ardan yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. "Dan kamu terima?"
Dewa menatap pria itu sejenak sebelum mengangguk. "Aku terima, Bang. Aku nggak bisa terus membiarkan Ibu berjuang sendiri. Aku juga ingin Nayla punya masa depan yang lebih baik. Kalau ini caranya, aku harus mencoba."
Ariana menggenggam tangan Dewa dengan erat. "Dewa… aku tahu kamu orang yang kuat, tapi ini keputusan besar. Kamu yakin?"
Dewa tersenyum tipis. "Aku nggak tahu apakah aku siap. Tapi aku tahu ini yang harus aku lakukan."
Bang Ardan menatapnya dengan tajam. "Dengar, Dewa. Aku nggak akan ikut campur dalam keputusanmu, tapi aku harap kamu tahu konsekuensinya. Bisnis bukan sekadar kerja keras, tapi juga pengorbanan. Jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri dalam prosesnya."
Dewa mengangguk mantap. "Aku paham, Bang. Aku akan belajar, dan aku akan tetap jadi diri sendiri."
Ariana menatap Dewa dengan penuh kebanggaan. "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada buat kamu."
Dewa tersenyum, hatinya terasa lebih ringan. Ia tahu tantangan besar menantinya, tapi dengan Ariana dan orang-orang yang mendukungnya, ia merasa lebih siap menghadapi semuanya.