NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26: Satu Langkah Lebih Dekat

Sang surya tidak lagi bersahabat. Panasnya menyengat, memancar tanpa ampun menyelimuti seluruh penjuru bumi. Tidak ada satu pun yang luput dari rasa gerah yang menggigit. Keringat bercucuran seperti rintik hujan dan semua orang mengeluh kepanasan.

"Buset, itu minumanku!" Abyan merampas botol airnya dari tangan Zidan yang berdiri di depannya.

"Kok habis sih?" tanyanya dengan nada sedikit kesal setelah mendapati botolnya kosong.

"Aku minum, By," jawab Zidan santai sambil mengelap keringat di dahinya. "Makasih, Bro."

Abyan menghela napas, mencoba meredam emosinya yang muncul tiba-tiba. Dengan enggan, dia memasukkan kembali botol kosong itu ke dalam tas. Tatapannya kemudian berpindah ke barisan bangku belakang, dimana Aletta tampak sedang menyalin catatan pelajaran dengan penuh konsentrasi.

Tanpa sadar senyum kecil terukir di wajah Abyan. Ada sesuatu tentang Aletta yang selalu membuatnya merasa tenang, bahkan di tengah panas yang menyiksa. Hanya dengan melihat Aletta sibuk dengan aktivitasnya, Abyan merasa seperti menemukan oase di gurun pasir.

‘Kenapa selalu dia?’ pikir Abyan dalam hati.

Langkah kaki Abyan membawanya mendekat ke meja Aletta. Dia menarik kursi yang berhadapan dengan gadis itu dan duduk tanpa banyak bicara. Aletta yang merasakan gerakan di depannya, mendongak dari buku catatannya. Sekilas keterkejutan terpancar di matanya sebelum dia balas tersenyum tipis.

"Lo nggak ke kantin?" tanya Abyan mencoba mencairkan suasana meskipun dalam hati dia merasa sedikit gugup.

Aletta menggeleng pelan. "Nggak, panas banget di luar. Lagipula gue masih harus nyelesain catatan ini," jawabnya sambil menunjukkan buku di depannya.

Abyan tertawa kecil, mengusap tengkuknya yang basah oleh keringat. "Iya sih, panasnya nggak ngotak hari ini."

Sejenak, mereka terdiam. Hanya suara gemerisik kertas catatan Aletta dan deru kipas angin tua di sudut ruang kelas. Pikiran Aletta melayang jauh. Matanya sempat menatap ke arah bangku Alfariel yang kosong sejak tadi. Ingatan tentang kejadian di lapangan basket beberapa hari lalu kembali menghantamnya. Bagaimana Alfariel mengabaikan Aletta yang kesakitan setelah terkena lemparan bola darinya.

‘Kenapa dia berubah begitu?’ pikir Aletta. Rasa kecewanya masih membuncah meskipun dia berusaha menguburnya dalam-dalam. Aletta mengalihkan pandangannya kembali ke Abyan yang kini sedang memutar-mutar bolpoin di tangannya.

‘Bukankah di sini ada seseorang yang jauh lebih baik?’ pikir Aletta kembali.

"By," panggil Aletta pelan.

"Hm?" Abyan menoleh, senyumnya tetap terjaga.

"Makasih, ya," ucap Aletta tanpa sebab yang jelas.

Abyan mengernyit kebingungan. "Makasih? Buat apa?"

Aletta hanya menggeleng dan tersenyum kecil. "Nggak, cuma pengen aja bilang makasih."

Aletta merasa beruntung ada Abyan yang selalu ada di saat-saat seperti ini. Kehadiran Abyan memberinya ruang untuk bernapas di tengah kegelisahan yang disebabkan oleh Alfariel.

“Ini serius, lo nggak mau ke kantin? Beli es atau sesuatu gitu,” tanya Abyan sambil melirik Aletta.

“Hmm … ” Aletta menimbang-nimbang sambil mengetuk-ngetuk bolpoin di meja.

“Padahal gue niat ngajak lo ke kantin loh,” tambah Abyan mencoba memancing respons.

Aletta tiba-tiba tersenyum lebar. “Ke kantin yuk!” serunya sambil buru-buru merapikan buku catatannya.

“Hah?” Abyan terkejut, tidak menduga respons mendadak Aletta.

“Udah, ayo!” ujar Aletta tegas. Dia langsung menarik tangan Abyan tanpa memberi kesempatan untuk protes.

Saat perjalanan ke kantin, Aletta tetap menggenggam tangan Abyan dengan penuh semangat, nyaris menyeretnya karena langkahnya yang terburu-buru. Abyan hanya bisa menurut, pasrah mengikuti ritme Aletta. Sesampainya di kantin yang mulai dipadati siswa, mereka beruntung menemukan meja kosong.

“Wah, untung aja lo narik gue tadi. Kalau nggak, kita pasti udah berdiri kayak patung sekarang,” ujar Abyan sambil menepuk bahunya yang sedikit pegal.

“Makanya, percaya aja sama gue!” balas Aletta dengan nada bangga lalu duduk sambil menghela napas lega.

“Mau pesan apa?” tanya Abyan sambil membuka dompet.

“Mau pesan apa?” kata Aletta bersamaan membuat keduanya refleks saling pandang.

Abyan terkekeh canggung, merasa sedikit bodoh karena sinkronisasi mereka yang tidak sengaja. “Oke, lo duluan deh.”

“Siomay,” jawab Aletta cepat.

“Oke lah, gue pesanin dulu ya,” ucap Abyan sambil tersenyum lalu bergegas menuju tempat pemesanan makanan.

Aletta menghela napas panjang, kepalanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Apa yang barusan terjadi terasa memalukan baginya. Bisa-bisanya dia bicara serempak dengan Abyan tadi. Tatapannya mulai menerawang, menyisir seisi kantin yang semakin penuh dengan siswa yang bercengkerama.

Namun, senyum di wajah Aletta tiba-tiba memudar. Pandangannya tertumbuk pada sosok yang sangat dia kenal. “Alfariel,” gumamnya hampir tidak terdengar.

Aletta mengucek matanya, memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi. Tidak ada yang berubah. Itu memang Alfariel. Laki-laki itu duduk tidak jauh dari sana bersama seorang perempuan cantik yang tampak riang berbicara dengannya. Perempuan itu tertawa lepas, sedangkan Alfariel hanya membalas dengan senyum tipis.

Hati Aletta mendadak terasa panas. Perasaan tidak nyaman menguar, menyelusup ke dadanya. Dia merasa sakit. Netra cokelatnya menangkap pemandangan yang dia harap tidak pernah dilihatnya. Andai saja dia tidak ke kantin, mungkin dia tidak perlu menghadapi momen ini. Aletta menarik napas dalam dan menggeleng, mencoba menepis pikirannya sendiri. Dia tahu, dirinya bukanlah sosok spesial di mata Alfariel.

Aletta dapat melihat perempuan itu tersenyum manis sambil mendekatkan posisi duduknya ke arah Alfariel.

“Al, tahu nggak? Deket sini ada kafe baru, tempatnya katanya lumayan keren. Kapan-kapan kita ke sana, yuk!” ajak Bella penuh semangat.

Alfariel hanya mengangguk singkat tanpa antusias. Baginya, percakapan Bella terasa hambar. Dengan malas, dia mengaduk-aduk kuah bakso yang sudah dingin di hadapannya. Sebenarnya, dia tidak lagi berminat untuk makan. Tangan kirinya menopang kepala, matanya menyipit, berusaha mengabaikan celotehan Bella.

Perhatian Alfariel teralihkan ketika dia menyadari kehadiran Aletta. Matanya menatap lekat ke arah Aletta yang ternyata sedang melihatnya juga. Ketika Aletta menyadari bahwa tatapan mereka bertemu, dia segera mengalihkan pandangan, berpura-pura sibuk dengan sesuatu di mejanya.

“Al, mau ke mana?” tanya Bella bingung saat Alfariel tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.

Alfariel tidak menjawab. Langkahnya perlahan mendekati Aletta. Ada sesuatu dalam hatinya yang memaksa dirinya untuk bergerak. Rasanya dia ingin berada di sana, di dekat Aletta.

Langkah itu terhenti seketika ketika Abyan muncul sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman. “Pesanan sudah siap, Cantik,” ujar Abyan. Dia meletakkan piring dan gelas di depan Aletta dengan senyum ramah.

Melihat keakraban mereka, gejolak aneh menguasai hati Alfariel. Matanya menatap muram dan dadanya terasa sesak oleh rasa tidak suka yang tidak terdefinisi. Iri? Cemburu? Mungkin. Dia sendiri pun tidak tahu pasti.

“Al, balik ke kelas yuk!” ajak Bella lagi, kali ini menggandeng tangan Alfariel dengan manja.

Alfariel hanya menatap Bella sekilas lalu dengan cepat melepaskan genggaman Bella. Tanpa sepatah kata, dia berbalik dan berlari meninggalkan kantin, menyisakan Bella yang kebingungan dengan sikapnya yang mendadak berubah.

***

Aletta dan Abyan menikmati siomay yang sudah dipesan. Suasana di meja kantin terasa santai dengan gurauan dari Abyan, sampai tiba-tiba Aletta tersedak.

"Uhuk," Aletta menahan batuk kecil.

"Pelan-pelan dong, Cantik," ujar Abyan sambil menyodorkan gelas es teh untuk Aletta.

Aletta mengambil gelas itu dan meminumnya perlahan, mencoba menguasai diri.

"Habis, lo itu lucu banget. Gue suka sama cowok humoris, ya ... semacam lo," kata Aletta tiba-tiba membuat Abyan tertegun.

‘Bingo! Kesempatan emas!’ batin Abyan sambil menahan senyum.

"Maksud gue … " Aletta buru-buru meralat. "Gue suka sama orang yang sering bikin lelucon. Ya, kayak lo contohnya."

Abyan mengulas senyum khasnya yang penuh percaya diri. "Let, gue punya tebakan, nih."

"Apa lagi? Pasti aneh-aneh," balas Aletta setengah curiga.

"Enggak kok. Coba tebak, kenapa kopi itu rasanya pahit?" tanya Abyan dengan nada serius.

Aletta mengetuk dagunya, berpikir sejenak. "Karena ... memang sudah takdirnya?" jawab Aletta asal.

Abyan menggeleng. "Salah. Jawabannya, karena semua manisnya pindah ke lo." Abyan tersenyum lebar. "Sampai-sampai gue diabetes tiap ngeliatin lo. Ada obatnya nggak?"

Aletta tertegun, wajahnya berubah sedikit aneh. "Abyan, gombal banget."

"Loh, gue seriusan, kok. Nih, gue punya tebakan lagi," kata Abyan pura-pura serius sambil memikirkan kalimat berikutnya.

"Mau gombal lagi, ya?" Aletta menunjuk Abyan dengan telunjuknya.

"Bukan gombal, tapi merayu. Coba tebak, kenapa gue sama lo duduk di sini sekarang?" tanya Abyan sambil menaikkan alisnya.

"Karena kita lagi makan?" jawab Aletta singkat.

"Salah. Karena emang sudah takdir gue untuk selalu ada di dekat lo, nggak boleh jauh-jauh," balas Abyan dengan nada menggoda.

Aletta mendelik tajam, tetapi pipinya sudah bersemu merah. "Apaan sih, By?" Dia memukul bahu Abyan dengan ringan.

Abyan hanya tertawa terbahak-bahak. "Udah, Let. Kalau mau modus, peluk aja sekalian, nggak usah mukul-mukul segala."

"Idih! Siapa juga yang minta dipeluk?" Aletta mengerucutkan bibirnya dengan kesal.

"Itu bibir nggak usah manyun-manyun gitu deh. Minta dicium, ya?" canda Abyan lagi.

"ABYAN!" Aletta berteriak sambil bangkit, mencoba mengejar Abyan yang langsung kabur.

Mereka mulai berlarian di sekitar lapangan basket, menarik perhatian siswa lain yang sedang berkumpul di sana. Banyak mata yang tertuju pada mereka, menatap dengan ekspresi penasaran.

"Enak banget tuh si Abyan," komentar Fariz sambil memandang ke arah Aletta yang masih mengejar Abyan.

"Fariz iri tuh," ujar Zidan yang menyikut lengan Gibran.

"Maklum, Zi. Status Fariz kan jomblo tahunan," balas Gibran santai membuat mereka bertiga tertawa kecil.

***

"Let, berhenti dulu, napa?" Abyan memegangi dadanya yang naik turun, napasnya terengah-engah setelah berlari mengelilingi lapangan. "Sumpah, gue capek banget!"

Aletta akhirnya berhasil mengejar Abyan yang kini duduk di lantai, napasnya juga masih tersengal. "Akhirnya ketangkap juga. Mau lari ke mana lagi lo?" kata Aletta dengan nada puas.

Abyan mengangkat alis dan tersenyum jahil. "Ke hati lo, dong. Enggak dikunci, kan? Pasti selalu terbuka buat cowok ganteng kayak gue."

Aletta mendengus dan memutar matanya. "Dasar gombal," gumamnya sambil ikut duduk di samping Abyan.

Dia meluruskan kakinya, mencoba menghilangkan pegal setelah berlari mengitari lapangan basket yang cukup luas. Sama seperti Abyan, Aletta juga terlihat lelah.

Tiba-tiba Abyan menyeringai, senyumannya mengisyaratkan sesuatu yang jahil sedang direncanakannya. Tanpa peringatan, Abyan menarik rambut Aletta dengan lembut.

"Aduh!" Aletta meringis sambil mengusap kepalanya. "Ih, By, sakit tahu!" protesnya dengan nada manja.

Abyan malah tertawa tanpa rasa bersalah, matanya berbinar penuh kepuasan.

"Let, itu apa?" tanya Abyan dengan nada yang dibuat-buat seperti ketakutan.

Aletta langsung panik. "Apa? Di mana?"

"Itu, di baju lo. Ada yang nempel," jawab Abyan sambil mendekat ke arah Aletta membuat suaranya terdengar semakin serius.

Aletta mulai sibuk memeriksa bajunya, memutar-mutar tubuhnya untuk melihat bagian belakang. "By, apaan sih? Nggak ada apa-apa!" katanya kesal.

Namun, saat berusaha memutar tubuhnya lagi, Aletta tanpa sengaja menginjak tali sepatunya yang lepas. Dalam sekejap, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Dia hampir terjatuh, tetapi Abyan dengan sigap menangkapnya.

Kini, keduanya terpaku. Mata cokelat Aletta bertemu dengan tatapan Abyan yang lembut. Keduanya hanya saling memandang tanpa kata. Abyan tersenyum kecil, senyum yang penuh arti. Untuk pertama kalinya, dia merasakan sesuatu yang berbeda. Jantungnya berdetak lebih cepat, seolah tubuhnya sendiri mengkhianati logikanya.

Aletta mengerjapkan matanya, sadar bahwa dia masih berada di pelukan Abyan. Dengan gugup, dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Aletta merasa malu, kenapa situasinya bisa jadi seperti ini?

Abyan yang masih memeganginya tersenyum lebar. "Aletta," katanya lembut, mencoba menggoda.

Aletta segera mengalihkan pandangannya dan tanpa peringatan bangkit berdiri. "Ih, Abyan!" katanya dengan nada kesal, tetapi wajahnya masih terlihat memerah.

Dia berlari menjauh, meninggalkan Abyan yang masih tersenyum geli. "Cantik, mau ke mana lo?" teriak Abyan sambil bangkit dan mulai mengejarnya. "Ciye ... Aletta malu!"

"Abyan modus!" balas Aletta dengan ekspresi yang dibuat-buat ngeri.

Abyan tidak menjawab, terus mengejar Aletta di sepanjang pinggiran lapangan. Langkah kakinya mantap, tangannya terentang seperti ingin menangkapnya. Aletta menoleh ke belakang dan melihat Abyan yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Hari itu terasa seperti hari yang istimewa bagi Abyan. Rasa senangnya terlihat jelas, meskipun dia tidak pernah mengatakannya dengan kata-kata. Baginya, momen sederhana ini sudah cukup untuk membuat harinya menjadi luar biasa.

***

Bersambung ….

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!