NovelToon NovelToon
Rahim Pengganti Untuk Kakakku

Rahim Pengganti Untuk Kakakku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Pengganti / Cinta Paksa / Romansa / Menikah Karena Anak
Popularitas:10k
Nilai: 5
Nama Author: kimmysan_

"Kamu mau kan, San? Tolong, berikan keturunan untuk Niklas. Kami butuh bantuanmu," pesan Elma padaku.

Meski Elma telah merenggut kebahagiaanku, tetapi aku selalu kembali untuk memenuhi keinginannya. Aku hanyalah alat. Aku dimanfaatkan dan hidup sebagai bayang-bayang Elma. Bahkan ketika ini tentang pria yang sangat dicintainya; pernikahan dan keturunan yang tidak akan pernah mereka miliki. Sebab Elma gagal, sebab Elma dibenci keluarga Niklas—sang suami.

Aku mungkin memenangkan perhatian keluarga Niklas, tetapi tidak dengan hati lelaki itu.

"Setelah anak itu lahir, mari kita bercerai," ujar Niklas di malam kematian Elma.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimmysan_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ayo Pulang!

"Ayah," sapa Niklas. Dia masuk dan menyalami Ayah Irfan dengan sopan.

Sedangkan aku yang duduk di ruang televisi memilih untuk tak menyambut kedatangannya. Pikiran dan perasaanku bergejolak sesaat. Hanya fokus pada kondisiku dan prediksi Ayah Irfan kalau aku tengah hamil.

Oh, tidak! Aku harus memastikannya dulu. Setelah ada bukti bahwa aku positif hamil, barulah aku akan mengatakannya pada Niklas. Kalau sekarang ... aku belum sanggup.

"Bagaimana kabarmu? Pekerjaan lancar? Ayah sengan dari Sandy, katanya akan buka cabang lagi di luar kota," kata Ayah Irfan menyambut menantunya dengan ramah.

"Ya, semuanya baik-baik saja, Ayah. Bulan depan saya ke Malang untuk mengawasi progres cabang baru di sana," tukas Niklas.

"Wah, benarkah? Bagus itu. Ayahmu memang sudah lama ingin memperluas usaha retailnya." Senyum terlukis di bibir Ayah Irfan. Dia lantas melirikku. "Duduklah. Tsania lagi nggak enak badan, tapi Ayah rasa kalian harus bicara bedua."

"Sakit?" Niklas melirikku selama sekian detik. Semoga saja dia tak berpikiran yang sama dengan Ayah Irfan.

"Sedang nggak enak badan katanya." Pria itu menepuk-nepuk pundak Niklas. "Ayah ke depan dulu. Kalian bicaralah."

Tanpa mendengar atau melihat respons kami, ayahku bergegas pergi ke halaman depan. Paling-paling mau mengecek rumput dan tanaman hias. Tentu saja untuk memberikan ruang juga padaku dan Niklas.

Sesaat setelah Ayah Irfan pergi, Niklas mendekat. Duduk di sofa, tepat di depanku. Sepasang matanya mengamati aku selama sekian detik. Sementara aku mengalihkan tatapan ke arah halaman depan lewat jendela yang terbuka.

"Ibuku datang dan mencari kamu. Jadi, jangan membuatku repot dan ayo pulang!" ajak Niklas tanpa mau basa-basi.

"Jangan memerintah seenaknya, Niklas. Aku berkunjung ke rumah orang tuaku, bukan kabur atau apa pun itu."

"Aku malas berdebat, Tsania."

"Kamu pikir aku juga mau berdebat?" Suaraku sedikit mengeras. Namun, membuat kepalaku ikut sedikit pening. Ya, ampun! Jangan sampai aku mual di depan Niklas. "Aku ingin di sini beberapa hari, Niklas. Jadi, kumohon ...."

"Baiklah." Niklas memotong perkataanku dengan cepat. "Kalau itu mau kamu, ya sudah."

Dia beranjak dari sofa membuatku mendongak. Hanya itu? Dia tak mau meminta maaf atau membujukku lebih keras lagi? Oh, apa yang aku pikirkan?

Tak mungkin seorang Niklas meminta maaf atas perdebatan kemarin. Lalu, membujukku lebih keras lagi? Tak mungkin. Aku pun tidak mencegahnya saat berjalan keluar dari rumah.

"Lho, kamu udah mau pulang, Nik?" tanya Ayah Irfan terlihat sedikit cemas.

"Saya akan menjemput Tsania besok, Ayah. Dia butuh menenangkan diri katanya."

Aku berdiri di ambang pintu, menatap ayahku dan Niklas yang menyempatkan berbincang sebelum menantunya pergi. Nyeri sedikit menghampiri hatiku karena Nikah terkesan tak benar-benar niat menemui istrinya sendiri. Pasti hanya karena ditekan oleh Ibu Julia. Hanya sebatas formalitas untuk mematuhi ibunya saja.

Padahal sebenarnya Niklas tak mau aku pulang ke rumahnya. Biar sajalah, pikirku. Dia bisa bebas membawa Bianca ke sana tanpa ada aku yang mengawasi. Hatiku makin terasa nyeri saat mengingat pertengkaran besar terakhir kali karena kedatangan Bianca.

"Ya sudahlah, Ayah juga bisa apa? Kamu dan Tsania sudah dewasa. Ayah yakin, kalian bisa menyelesaikan masalah sendiri dengan tenang." Lagi-lagi Ayah Irfan menepuk pundak Niklas dan berlalu masuk ke rumah.

Niklas berbalik menatapku sekilas sebelum pergi. Aku melengos, masuk rumah, dan menutup pintu. Padahal pikiranku tak tenang, bagaiman jika Niklas memang membawa Bianca malam ini dan menginap di sana? Ya, Tuhan! Mengapa aku terusik begini? Bukankah kami sepakat untuk tidak mengurus urusan masing-masing?

Suara mesin mobil Niklas menyadarkan aku dari lamunan. Aku menyingkap gorden dan melihat mobil Niklas menjauh perlahan. Niatku makin menguat, aku tak tahan lagi dan harus segera berpisah dengan lelaki itu.

——oOo——

Pagi ini Ervin mengabari aku. Dia mengaku khawatir karena sudah dua hari tak menemukan aku di sekolah saat dia mengantar Aurora. Sejujurnya aku juga merindukan Ervin dan gadis kecil itu. Jadi, pagi ini aku kembali masuk sekolah.

Benar saja. Ervin menunggu sampai aku datang. Padahal hari ini rasa pusing dan lelah masih betah bertakhta dalam diriku. Namun, aku memaksakan diri. Niatnya, hari ini aku juga akan membeli testpack untuk mengecek kehamilanku benar atau tidak.

"San, syukurlah. Aku pikir kamu nggak akan datang lagi," kata Ervin saat aku tiba di selasar bangunan sekolah.

"Mana bisa aku izin terus, Vin."

"Kamu sakit, San? Kamu kelihatan pucat. Apalagi kemarin kamu nggak ada kabar. Ada apa?" Dia mengamati wajahku selama sekian detik.

Sebenarnya aku merasa sedikit tak nyaman berbicara berdua sedekat ini dengan Ervin di sekolah. Takut orang berpikiran yang tidak-tidak atau ditegur oleh kepala sekolah. Jadi, aku memilih mundur, menjaga jarak dengannya. Ervin sedikit heran dengan aksiku.

"Kenapa, San?" tanyanya.

"Bukan apa-apa, tapi kita di sekolah. Aku hanya ingin menjaga sikap, Vin. Kamu mengerti, kan?"

"Oh iya, maafkan aku. Lain kali bagaimana kalau bicara di luar saja?"

Aku mengangguk sekenanya. "Aku baik-baik aja, Vin. Kemarin emang lagi nggak enak badan aja. Sekarang udah agak mendingan, udah minum obat juga."

"Syukurlah." Ervin melirik jarum jam di pergelangan tangannya. "Senang bisa melihat kamu lagi, Tsania. Lain kali kita ketemu, ya, aku harus ke kampus sekarang."

"Iya, hati-hati." Aku berpesan sebelum dia bergegas menuju mobilnya.

Selama sekian detik aku terdiam memandangi mobil Ervin yang bergerak menjauh. Jika diingat-ingat, aku sungguh telah membuatnya kecewa. Rencana indah kami hancur, akulah yang menghancurkannya. Apa aku ini memang dilahirkan untuk membuat orang lain kecewa?

"Tsania, tenang ...." Aku bergumam untuk diriku sendiri.

Rasa pusing dan sedikit mual kembali menyerang. Seiring ingatanku yang terantuk pada kejadian kemarin saat Niklas pulang. Tiba-tiba aku penasaran. Bagaimana dengan Niklas semalam? Apa dia tidur di rumah dan membawa Bianca?

Ya, Tuhan ... mengapa hal ini terus menggangguku? Apa Niklas juga memikirkan aku seperti aku yang tidak bisa menghilangkan dia dari pikiran?

1
Rahayu Kusuma dewi
dingin " nanti cinta loh/Drool/
Bunga🌞
Luar biasa
Nur Zia Aini
munafik bngt klo mau pisah ya pisah ribet,, udh tau dya cuek gtu
Nur Zia Aini
hrs nya ayah Irfan cerita sm Niklas klk tsania trpaksa biar gk jd slh phm niklasnya tsania jg gk di bnci trus2an,, ngapain pke mnta ijin ke tsania ngomong sm Niklas,, udh tau tsania trsiksa oon bngt jd ayah jg walaupun bkn ayh kndung
kimmy-san: wkwk sabar, nanti jg ngomong😂
total 1 replies
Surinten wardana
Ceritanya bagus penulisan katanya juga semangat thor
kimmy-san: terima kasih🤗
total 1 replies
Surinten wardana
Semangat thor
GRL VJAESUKE
lanjutt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!