Dua orang Kakak beradik dari keluarga konglomerat dengan sifat yang berbeda, sama-sama jatuh cinta pada seorang wanita.
Satria yang diam-diam telah menjalin cinta dengan Aurora terpaksa menelan kenyataan pahit saat mengetahui wanita yang dinikahi Kakaknya Saga adalah kekasih hatinya, Aurora.
Satria yang salah paham pada Aurora, jadi sakit hati dan frustasi. Cintanya pada Aurora berubah menjadi dendam dan kebencian.
Satria melakukan banyak hal untuk merusak rumah tangga kakak dan mantan kekasihnya itu.
Hingga akhirnya, Saga meninggal karna penyakit kelainan jantung yang ia derita dari kecil.
Satria malah menuduh, Aurora lah peyebab kematian sang Kakak.
Rasa benci yang mendalam, membuat Satria terus menerus menyiksa batin Aurora.
Apakah Aurora sanggup bertahan dengan ujaran kebencian Satria? Sementara Aurora masih sangat mencintai Satria.
Jangan lupa mampir ke karya author yang lain ya, 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENCARI AURORA YANG HILANG
Satria membaringkan tubuh Aurora yang pingsan di atas sofa. Ia terlihat panik melihat keadaan Aurora tampak pucat tak berdarah.
"Kenapa kau begitu jahat padanya? Apa salah dia?" desak Karin sangat penasaran melihat kekejaman Satria pada Aurora.
"Diam lah! Itu bukan urusan mu!"bentak Satria yang panik kebingungan melihat Aurora pingsan.
Karin mendengus kesal mendengar jawaban Satria. Walau pun dia hidup di dunia malam, tapi ia tak sanggup melihat sesama wanita di perlakukan sejahat itu oleh seorang pria.
Karin bergegas mengacak semua perabotan yang ada di apartemen itu. Ia menemukan sebotol minyak kayu putih dan menyodorkannya pada Satria.
"Nih, oleskan ke hidung dan semua ujung jarinya." ucap Karin menyerahkan minyak kayu putih itu pada Satria.
Satria melakukan apa yang di katakan Karin.
Tak selang beberapa menit, Aurora pun terlihat mulai membuka matanya perlahan.
Ada senyum kelegaan tersirat di bibir Satria saat Aurora telah sadar.
"Aura, kamu sudah sadar?" tanya Satria dengan nada serak.
Dia menggenggam jemari Aurora erat dan menatap wajah Aurora yang pucat dengan penuh penyesalan.
"Antarkan aku pulang Satria." ujar Aurora dengan nada lemah.
"Tidak Aura, aku tak kan mengembalikan mu pada Saga. Kamu sudah berjanji, kita akan menikah dan hidup bersama selamanya." ucap Satria terdengar serak dengan mata berkaca-kaca.
Aurora menggelengkan kepalanya lemah.
"Itu tidak mungkin, aku dan Saga sudah menikah. Relakan semuanya Satria. Terima lah kenyataan yang menyakitkan ini dengan ikhlas. Ini suratan takdir, kita tak mungkin bersatu." Aurora kembali terisak lirih dengan deraian air mata yang bergulir deras di pipinya.
Satria menggenggam tangan Aurora kuat. Ia menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang berulang kali menghantam dadanya. Kelukaan yang tak ada batas dan tiada habis seolah terus menyayat hatinya yang hancur tak berbentuk.
"Lepaskan dia Satria, biarkan dia pulang kerumah suaminya itu. Apa kamu tak kasihan melihatnya?" hardik Karin yang mulai memahami sedikit apa yang telah terjadi di antara mereka berdua.
Satria jadi gusar mendengar ucapan Karin. Ia berbalik dan mencekal leher Karin dengan pandangan beringas.
"Jangan ikut campur! Kau hanya wanita bayaran yang sudah tak ku butuh kan lagi." ujar Satria sarkas.
"Le-pas-kan! bren***k!" umpat Karin sesak, sulit untuk bernafas.
Satria melepaskan tangannya dari leher Karin dan mengeluarkan segepok uang kertas dari dompetnya.
Ia pun melemparkan uang itu ke tubuh Karin.
"Tuh, ambil! Pergilah dari sini!" usir Satria bersikap merendahkan Karin.
Karin tampak sangat kesal dengan perlakuan Satria. Ia pun memungut semua lembaran uang itu dan buru-buru mengambil tas miliknya yang tadi sempat ia taruh di atas meja.
"Oke, aku pergi. Aku tak ingin terlibat urusanmu. Ku pikir kau lelaki normal, dasar pria menyedihkan, cih!" ujar Karin tersenyum sinis sembari mengibaskan rambutnya dan mengibaskan lembaran uang yang di beri Satria padanya. Kemudian Karin menghembuskan nafas panjang dan memasukkan segepok uang itu ke dalam tas nya.
"Ku rasa, aku tak perlu berlama-lama lagi disini. thanks, aku pergi, bye!" ujar Karin lagi tersenyum manis dan mengedipkan matanya pada Satria.
Dia pun segera berbalik pergi membuka kunci apartemen dan keluar dengan senyuman penuh makna tersembunyi tanpa di ketahui oleh Satria dan Aurora.
Aurora yang masih lemah tak berdaya, terlihat kecewa melihat sikap Karin yang awalnya peduli langsung berubah hanya karna uang segepok.
Ternyata uang memang segalanya, sikap manusia berubah seketika ketika uang berbicara.
Sementara itu di rumah keluarga Wiratama.
Saga heran menemukan kamarnya dalam keadaan kosong. Sejak pulang kantor hingga masuk kamar, ia tak melihat sosok Aurora yang selalu menyambutnya pulang kerja walau dengan raut wajah masam tanpa senyuman.
Tanpa mengganti pakaiannya, ia pun berjalan menuju dapur dan tak menemukan Aurora disana. Karena hari sudah malam, Saga tak mencari Aurora ke taman belakang. Saga berpikiran Aurora tak kan berani ke sana, sebab disana cukup gelap dari penerangan lampu.
Di ruang makan, Saga hanya menemukan Papa dan Mamanya yang sudah menunggunya untuk makan malam.
"Kenapa belum ganti baju? Mana istri mu?" tanya Nilam dengan dahi mengernyit memperlihatkan sikap ketusnya.
"Aku juga sedang mencarinya. Dia tak ada di kamar, di dapur juga tak ada." jawab Saga mulai risau.
Nilam tampak terpaku. Dia memandang wajah suaminya yang duduk dengan tenang disampingnya.
"Sudahlah, biarkan saja, tak perlu repot-repot mencarinya. Paling juga ke supermarket beli jajanan." ujar Wira mengabaikan.
Dia pikir itu cuma masalah biasa. Wira tak mau, Nilam heboh lagi gara-gara kelakuan Aurora yang sepele namun sering di besar-besarkan oleh istrinya.
"Supermarket apaan? Dia ijin sama aku ke supermarket sejak jam 11 tadi siang loh Pa..., ini udah jam 8 malam, masa belum balik juga?" Nilam langsung mendelikkan matanya bicara nge gas lagi di depan suaminya yang suka membela Aurora.
Wira dan Saga terkejut mendengar ucapan Nilam. Tanpa ba bi bu lagi, Saga bertindak cepat mencoba menghubungi Aurora lewat ponselnya.
Drrrrrttt..drrtt...drrtt...
Bunyi ponsel milik Aurora langsung bergetar di atas meja di depan Nilam.
Saga melotot ke arah Mamanya yang tampak kikuk dengan raut wajah memerah.
"Handphonenya mama sita pas dia berangkat ke supermarket tadi. Mama khawatir, dia bakal telpon-telponan sama Satria saat kamu tak ada." ujar Nilam dengan wajah bersalah.
Saga yang selalu bersikap tenang dan kalem di depan kedua orang tua nya, hanya diam dengan mulut bungkam tak bersuara. Wajahnya berubah mengeras menyimpan semua kemarahan dalam dadanya.
Wira yang menyadari ada sesuatu yang tak beres, segera menghubungi kenalannya yang bekerja di bagian kepolisian daerah.
"Halo Kapten, aku mau lapor, menantu ku menghilang dari siang tadi. Tolong bantu aku memantau camera CCTV yang ada di supermarket dekat rumah ku, aku harap kapten bisa menemukannya secepatnya." ujar Wira dalam panggilan telponnya.
Wira pun segera memutuskan panggilan telponnya sambil menghembuskan nafas berat dan panjang.
"Ini pasti ulah Satria. Dia ingin membawa kabur Aurora dari ku. Aku takkan membiarkannya begitu saja. Lihat saja Satria! Jika memang kamu pelakunya, aku tak akan mengampuni mu!" ucap Saga dalam hati.
Kedua tangannya tampak terkepal kuat, tanpa bicara ataupun permisi, Ia pun bergegas pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang terperangah melihat sikap Saga yang berubah tidak sopan.
"Saga! Mau kemana kau?" jerit Nilam khawatir.
Ia sangat mencemaskan sikap Saga yang tampak sangat emosi.
Nilam takut, putra sulungnya itu akan kambuh lagi penyakit jantungnya.
"Saga, Saga! " teriakan Mamanya yang berulang kali memanggil namanya tampak di abaikan Saga yang terlanjur terbakar emosi.
"Pa, hentikan dia pa! Jantung nya entar kumat lagi. Bahaya," ucap Nilam mencemaskan Saga.
Wira mengabaikan Nilam dan meluncur pergi tanpa bicara sepatah kata pun. Lelaki tua setengah baya itu, lebih memilih pergi dari rumah dari pada mendengar keluhan Nilam yang tiada habisnya.
Sebagai kepala keluarga, Wira sudah berusaha semampunya untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Ia lelah menghadapi sikap Satria yang keras kepala dan bertindak sesuka hatinya hanya demi kepentingannya pribadi.
"Lihat saja anak itu. Jika dia dalang semua ini. Dia akan ku jebloskan dalam penjara!" rutuk Wira dalam hati.
Wira sudah hilang kesabaran dengan sikap putra bungsunya.
.
.
.
BERSAMBUNG
suami kasar, si emak kasar juga