Tomo adalah seorang anak yang penuh dengan imajinasi liar dan semangat tinggi. Setiap hari baginya adalah petualangan yang seru, dari sekadar menjalankan tugas sederhana seperti membeli susu hingga bersaing dalam lomba makan yang konyol bersama teman-temannya di sekolah. Tomo sering kali terjebak dalam situasi yang penuh komedi, namun dari setiap kekacauan yang ia alami, selalu ada pelajaran kehidupan yang berharga. Di sekolah, Tomo bersama teman-temannya seperti Sari, Arif, dan Lina, terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengundang tawa. Mulai dari pelajaran matematika yang membosankan hingga pelajaran seni yang penuh warna, mereka selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi hidup dengan kekonyolan dan kreativitas yang absurd. Meski sering kali terlihat ceroboh dan kekanak-kanakan, Tomo dan teman-temannya selalu menunjukkan bagaimana persahabatan dan kebahagiaan kecil bisa membuat hidup lebih berwarna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepatu Baru Tomo
Kebanggaan Tomo dengan Sepatu Baru
Pagi itu, Tomo bangun lebih cepat dari biasanya. Ia melompat dari tempat tidurnya dengan semangat yang tak biasa. Hari ini adalah hari yang spesial. Di pojok kamar, berdiri dengan anggun sepasang sepatu olahraga baru berwarna biru terang dengan aksen putih. Sepatu itu begitu bersih, mengilap, dan masih tercium aroma khas sepatu baru.
"Ini dia, sepatuku yang super keren!" seru Tomo, sambil menatap sepatu itu dengan penuh kekaguman.
Setelah mandi dan sarapan dengan cepat, Tomo segera mengenakan sepatu barunya. Ia berputar-putar di depan cermin, menatap kakinya yang tampak jauh lebih keren dengan sepatu baru tersebut. "Wah, ini pasti bikin aku lebih cepat lari," gumamnya penuh percaya diri.
Di ruang tamu, ibunya, Bu Sari, yang sedang menyapu lantai, hanya bisa tersenyum melihat Tomo yang sibuk berpose di depan cermin. "Wah, Tomo. Sepatunya keren sekali. Mau pamer ke teman-teman di sekolah, ya?" tanya Bu Sari sambil tertawa kecil.
Tomo mengangguk dengan antusias. "Iya, Bu! Aku yakin semua teman-teman pasti akan kagum sama sepatu baru ini. Aku bakalan jadi yang paling keren di sekolah!" jawabnya penuh semangat.
Bu Sari hanya menggelengkan kepala, tertawa. "Ingat ya, Tomo, sepatu itu untuk dipakai, bukan untuk dipamerkan."
Tomo mengangguk sambil tersenyum, meskipun pikirannya sudah melayang jauh ke sekolah, membayangkan bagaimana teman-temannya akan bereaksi ketika melihat sepatu barunya yang mengilap.
---
Pamer Sepatu di Sekolah
Begitu sampai di gerbang sekolah, Tomo melangkah dengan percaya diri. Ia berjalan pelan-pelan agar sepatunya tidak terkena debu jalanan, namun cukup cepat untuk bisa segera sampai di kelas dan memamerkan sepatunya. Setiap kali melewati teman-temannya di lorong sekolah, Tomo dengan sengaja menginjak lantai sedikit lebih keras agar bunyi langkah sepatunya bisa terdengar jelas.
"Eh, Tomo, sepatumu baru, ya?" tanya Yuda, teman sekelasnya, ketika melihat sepatu biru terang itu mengilap di bawah sinar matahari pagi.
Tomo tersenyum bangga dan mengangguk. "Iya, dong! Baru beli kemarin. Keren, kan?" jawab Tomo sambil sedikit menekuk kakinya, seolah-olah sedang memamerkan sebuah trofi.
"Wow, warnanya cerah banget! Kamu pasti bisa lari super cepat pakai sepatu itu!" kata Yuda dengan mata berbinar.
Tomo tertawa kecil. "Pasti dong! Nanti pas jam istirahat, lihat aja. Aku bakal tunjukkin ke kalian semua gimana cepatnya aku bisa lari pakai sepatu ini."
Setelah itu, Tomo terus berjalan melewati koridor, sambil menunjukkan sepatunya pada siapa saja yang ditemuinya. Teman-temannya di kelas juga tak lepas dari perhatian Tomo. Ia terus-menerus berbicara tentang betapa nyamannya sepatu itu, betapa kece desainnya, dan betapa cepat larinya dia nanti.
Di dalam kelas, Sinta yang duduk di depan Tomo hanya bisa menggelengkan kepala. "Tomo, kamu itu berisik banget soal sepatu. Sepatu itu kan cuma buat dipakai, nggak usah pamer-pamer segala," katanya sambil memutar matanya.
Tomo tidak terlalu memedulikannya. "Nggak pamer kok, cuma ngasih tahu aja kalau sepatu ini super keren!" balasnya sambil tersenyum lebar.
---
Rencana Lari Cepat di Lapangan
Ketika bel istirahat berbunyi, Tomo segera berdiri dari bangkunya dan berjalan ke arah lapangan sekolah dengan penuh semangat. Ia sudah tidak sabar untuk menunjukkan kecepatan larinya kepada teman-temannya. Sepatu birunya berkilauan di bawah sinar matahari saat ia melangkah ke lapangan.
"Yuda, Sinta, ayo ke lapangan! Aku bakal tunjukkin betapa cepatnya aku bisa lari dengan sepatu baru ini!" seru Tomo sambil melambai ke arah teman-temannya.
Yuda dan beberapa teman lain segera berlari mengikuti Tomo ke lapangan. Sinta berjalan lebih lambat sambil menggelengkan kepala. "Aku nggak ngerti kenapa Tomo bisa segitu senangnya cuma gara-gara sepatu," gumamnya sambil tersenyum tipis.
Sesampainya di lapangan, Tomo bersiap di garis start imajiner yang ia buat sendiri. "Oke, lihat ya! Dalam hitungan tiga, aku bakal lari secepat kilat!"
Yuda dan teman-temannya berdiri di tepi lapangan, siap untuk menonton aksi Tomo. "Satu, dua, tiga!" teriak Yuda sebagai tanda mulai.
Tomo melesat ke depan. Di awal, semuanya berjalan mulus. Sepatu barunya memang terasa nyaman, dan ia bisa merasakan kecepatan larinya sedikit lebih baik. Namun, saat melewati tengah lapangan, tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tidak ia lihat.
"Aduh!" teriak Tomo saat kehilangan keseimbangan dan terjatuh dengan dramatis ke tanah.
Bukan hanya jatuh, Tomo terguling beberapa kali hingga akhirnya berhenti dengan posisi tengkurap di tengah lapangan. Semua teman-temannya terdiam sejenak, lalu meledak dalam tawa.
"Hahahaha! Tomo! Kamu jatuh gara-gara sepatu super cepatmu!" teriak Yuda sambil tertawa terbahak-bahak.
Sinta yang baru sampai di lapangan juga tertawa kecil. "Sepatunya keren sih, tapi kalau nggak hati-hati, ya percuma, Tomo."
Tomo berdiri sambil menepuk-nepuk seragamnya yang penuh dengan tanah. Ia menatap sepatu barunya yang kini sudah kotor. "Aduh, sepatuku!" keluhnya dengan wajah sedih.
Sepatunya yang tadi mengilap kini dipenuhi dengan tanah dan debu. Tomo merasa kesal, tapi juga malu. Ia menunduk lesu dan berjalan pelan kembali ke kelas, sementara teman-temannya masih tertawa.
---
Pelajaran Berharga
Di kelas, Tomo duduk diam sambil menatap sepatunya yang kotor. Ia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Selama ini, ia terlalu sombong dengan sepatu barunya, dan sekarang ia malah berakhir dengan rasa malu.
Saat itu, Bu Sari, guru kelas mereka, masuk ke ruangan. Ia melihat Tomo yang tampak lesu, dan mendekatinya. "Tomo, kenapa kamu kelihatan sedih? Ada yang terjadi?"
Tomo menghela napas panjang. "Bu, sepatuku kotor. Aku jatuh waktu lari di lapangan," jawabnya dengan suara pelan.
Bu Sari tersenyum lembut. "Sepatu yang kotor bisa dibersihkan, Tomo. Tapi lebih penting lagi, kamu belajar sesuatu dari kejadian ini, kan?"
Tomo menatap Bu Sari dengan bingung. "Belajar apa, Bu?"
"Sepatu itu memang bagus, tapi yang lebih penting adalah bagaimana kamu menggunakannya. Kebanggaan itu bukan dari apa yang kita punya, tapi dari bagaimana kita menghargainya dan dari perbuatan kita. Kamu mengerti maksud Ibu?"
Tomo terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Bu Sari. Akhirnya, ia mengangguk pelan. "Iya, Bu. Aku ngerti. Sepatu ini nggak penting lagi kalau aku nggak hati-hati dan nggak rendah hati."
Bu Sari tersenyum lebar dan menepuk bahu Tomo. "Nah, itu baru namanya belajar. Besok, kamu bisa bersihkan sepatumu dan memakainya lagi, tapi kali ini dengan sikap yang lebih baik."
Tomo tersenyum, merasa sedikit lebih baik. "Iya, Bu. Aku janji."
---
Teman dan Kebersamaan
Saat pulang sekolah, Tomo berjalan pelan menuju gerbang sambil melihat sepatunya yang kotor. Meskipun sepatu itu tidak lagi mengilap, ia merasa tidak begitu peduli lagi. Sepanjang perjalanan pulang, Yuda dan Sinta berjalan di sampingnya.
"Tomo, sepatu kamu mungkin kotor, tapi kamu tetap keren kok," kata Yuda sambil menepuk punggung Tomo.
"Iya, dan kali ini nggak usah terlalu sombong, ya?" tambah Sinta sambil tersenyum.
Tomo tertawa kecil. "Iya, iya, aku tahu. Besok aku nggak akan pamer lagi."
Mereka bertiga tertawa bersama, dan Tomo menyadari satu hal. Bukan sepatu baru atau benda-benda lainnya yang membuat seseorang merasa istimewa, tapi kebersamaan dengan teman-teman dan pelajaran yang bisa diambil dari setiap kejadian.