Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19
Sudah lima jam berlalu tetapi mereka masih berada di udara sampai saat ini, bahkan Ayuna sudah sempat tidur selama satu jam tadi karena bosan.
Selama perjalanan berlangsung pun Ibra terlihat sibuk bersama dengan Asher membahas banyak hal yang tidak Ayuna mengerti, sepertinya masalah perusahaan.
"Ayuna, kamu tidur di kamar saja. Nanti badan kamu sakit kalau tidur sambil duduk seperti itu." Oh? Berarti Ibra menyadari kalau Ayuna tadi tidur ya? Ayuna kira Ibra hanya akan terpaku pada pekerjaannya saja.
"Saya udah nggak ngantuk lagi kok Pak, tapi sa—" Kedua pipi Ayuna langsung memerah karena perutnya yang tiba-tiba saja berbunyi cukup nyaring.
Tanpa ada sepatah katapun, Asher segera bangkit dari posisinya semula setelah ia sempat membereskan beberapa dokumen tadi.
"Kita makan dulu." Sumpah mati Ayuna malu sekali, rasanya ia ingin menenggelamkan diri di palung mariana sana saking malunya.
Hanya dalam hitungan menit, beberapa orang pramugari datang bersama dengan kereta dorong yang di atasnya membawa beberapa jenis makanan.
"Thank you." Mungkin Ayuna terlalu lapar sampai kedua matanya berbinar saat melihat sepiring steik dan juga jus jeruk yang telah dihidangkan untuknya.
Ayuna tidak akan memulai makan sebelum melihat tangan Ibra memegang peralatan makan miliknya sendiri. Meskipun begitu, Ayuna tak kunjung mulai menyantap makanan enak itu karena ponselnya yang bergetar.
Senyumannya merekah karena Ayuna mendapatkan pesan kalau ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, dan itu artinya ia akan mendapatkan uang tambahan lainnya.
Sebenarnya, setelah resign dari cafe tempatnya bekerja tempo hari. Ayuna tidak hanya diam saja, ia berusaha mencari uang tambahan dan pada akhirnya ia menjadi pekerja bebas yang bisa bekerja dari rumah.
Hari ini ia mendapatkan panggilan dari orang yang sebelumnya juga sudah memakai jasanya, tentu saja hal itu membuat Ayuna senang bukan main sampai ia tidak sadar kalau Ibra tengah menatap ke arahnya.
"Ayuna, sudah tidak lapar lagi?" Ketukan pelan Ibra berikan di atas permukaan meja guna menarik perhatian Ayuna.
"Oh, masih kok Pak." Jawaban itu Ayuna berikan terlalu cepat dan tanpa berpikir sama sekali, tetapi setelahnya ia malah luar biasa menyesal setelahnya.
Kenapa sih Ayuna harus menjawab dengan jujur pertanyaan yang tadi itu? Memalukan sekali!
"Kalau begitu, simpan dulu ponselnya." Dengan patuh Ayuna segera menyimpan ponselnya dan mulai menyantap potongan daging yang ternyata sangat enak.
Steik sudah habis mereka santap, kini giliran makanan penutup berupa kue yang rasanya tak kalah enak. Hah, ternyata di pesawat pun Ayuna masih bisa menyantap makanan yang enak.
Waktu terus saja berlalu, Ayuna menghabiskan waktunya sembari menyelesaikan pekerjaan yang barusan ia terima. Begitu juga dengan Ibra yang kembali sibuk berdiskusi dengan Asher.
Sampai dimana mereka bertiga mendengar suara sang pilot melalui pengeras suara yang mengatakan kalau mereka telah tiba di Bandara Haneda, Tokyo.
Akhirnya, setelah mengudara hampir sepuluh jam lamanya mereka akan segera kembali menapaki tanah sebentar lagi. Jujur saja, bokong Ayuna juga sepertinya sudah mati rasa karena terlalu lama duduk.
"Biar saya saja yang membawanya, Nona." Ayuna belum sempat meraih tas berukuran sedang yang memang ia bawa dari rumah, tetapi Asher sudah mengambilnya terlebih dahulu dan berlalu begitu saja.
Yasudah lah, lebih baik Ayuna membiarkannya saja. Toh Asher juga bukannya mau mencuri barang-barang bawaannya, dan juga dia kan orang kepercayaannya Ibra.
"Semoga hari anda menyenangkan." Kalimat itu mereka terima dari para awak kabin yang ikut terbang bersama dengan mereka, tak lupa sembari menyuguhkan senyuman lebar tentunya.
"Kamu mau mampir dulu, Ayu?" Mulanya Ayuna sedang asik mengagumi lapangan lepas landas ini, namun kegiatannya malah diinterupsi oleh pertanyaan Ibra.
"Engga deh Pak, saya mau langsung ke hotel aja." Satu anggukan Ibra berikan. Syukurlah, kalau begitu Ibra jadi bisa istirahat lebih awal lagi, kan?
Kebetulan Ibra memang sudah memesan hotel sebelumnya, jadi mereka hanya tinggal meminta supir untuk mengantarkan ke hotel tersebut.
Ah iya, Ibra juga menyewa sebuah kendaraan dan juga supir pribadi yang akan membawa mereka kemanapun selama berada di negara asing ini.
Ayuna tak henti-hentinya berdecak kagum dengan pemandangan yang disuguhkan selama perjalanan menuju hote, kedua matanya benar-benar dimanjakan.
Memang saat ini bukanlah musim semi ataupun gugur, tetapi Ayuna masih bisa menikmati keindahan negara Jepang yang terlihat begitu tenang dan nyaman. Ayuna menyukainya.
Sesampainya di hotel, Ibra dan Ayuna menunggu Asher yang sedang berbicara dengan resepsionis di salah satu sofa. Lagi-lagi Ayuna dibuat berdecak kagum. Hotel ini jauh lebih mewah dan lebih bagus jika dibandingkan dengan hotel tempatnya bekerja.
"Ini kartu kamar milik anda, Tuan." Sebuah kartu berwarna hitam Asher serahkan kepada Ibra, lalu yang satunya lagi ia kantungi di dalam saku jasnya.
Eh? Mereka hanya memesan dua kamar? Lalu Ayuna harus tidur dimana? Apa jangan-jangan Ayuna harus membayar kamarnya sendiri?
"Ayo, Ayu." Ini bagaimana sih konsepnya? Dia kan tidak diberikan kartu, tapi kenapa malah diajak pergi juga.
"Kamu tidurnya bersama saya, bukannya bersama Asher. Jadi tidak perlu khawatir." Bukan itu yang Ayuna khawatirkan! Ayuna khawatir kalau uang yang ia miliki tidak akan cukup untuk membayar kamar di hotel ini.
"Mau saya atau kamu duluan yang mandi?" Bahkan mereka berdua baru saja memasuki kamar ini, tetapi Ibra sudah menanyakan sesuatu yang membuat Ayuna terkejut.
"B-bapak saja yang duluan, saya nanti saja." Tidak membuang waktu, Ibra segera melesat masuk ke kamar mandi meninggalkan Ayuna seorang diri di ruangan luas itu.
Untuk menghilangkan rasa berdebar di hatinya, Ayuna lebih memilih untuk mengeksplor seisi kamar dan berakhir berdiri di balkon yang menyajikan pemandangan kota Tokyo yang nampak begitu sibuk di bawah sana.
"Ayuna, kamu bisa mandi sekarang." Suara Ibra kembali menginterupsi sehingga membuat Ayuna bergegas meninggalkan balkon dengan senyuman yang masih singgah di wajah cantiknya.
Sungguh, apa yang sedang Ayuna lihat saat ini diluar prediksinya. Bisa-bisanya Ibra keluar dari kamar mandi sana hanya dengan menggunakan bathrobe?!
Dengan kedua pipi yang sudah bersemu pekat, Ayuna segera membuka koper miliknya dan mencari pakaian santai untuk ia bawa ke dalam kamar mandi. Dia tidak akan melakukan hal yang sama dengan Ibra tadi!
Terlalu lelah berada di perjalanan membuat Ayuna tidak ingin terlalu lama berada di kamar mandi. Sekarang gadis itu terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya, dan ia sudah siap untuk tidur dengan lebih nyaman malam ini.
Pemandangan pertama yang ia temukan adalah Ibra yang tengah berbaring di atas ranjang sembari memejamkan kedua matanya.
Sepertinya Ibra terlalu lelah sampai ia memilih untuk langsung tidur. Iya sih, Ayuna juga kelelahan soalnya.
Karena tidak ingin mengganggu tidur Ibra, Ayuna berusaha bergerak sehati-hati mungkin saat mengambil bantal yang tersisa di sana.
"Mau kemana?" Rasanya arwah Ayuna akan terlepas dari tubuhnya saat Ibra tiba-tiba saja membuka mata dan berbaring menghadap ke arahnya.
"S-saya mau tidur di sofa, Pak." Bantal yang sudah berhasil ia dapatkan dengan susah payah itu lantas ia peluk dengan erat.
"Tidur di sini saja, nanti badan kamu sakit semua kalau tidur di sana." Rasa kantuk yang sebenarnya sudah menghampiri Ayuna itu hilang seketika saat mendengar ucapan Ibra.
"Kamu tidak perlu takut karena saya tidak akan menyentuh kamu tanpa izin dari kamu." Dari tempatnya berdiri saat ini, Ayuna bisa melihat dengan jelas kalau pria itu dalam keadaan mengantuk.
Tetapi lihatlah, dia masih bisa berbicara dengan normal seolah rasa kantuk itu tidak ada apa-apanya.
Ayuna memang sudah sering berada di satu kamar yang sama dengan Ibra, tetapi itu beda cerita karena Ibra biasanya akan tidur di sofa. Dan sekarang pria itu malah meminta untuk tidur di satu ranjang yang sama.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/