Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32. CTMDKK
Aku berjalan kaki hingga ke halte dan menunggu bus untuk pergi ke pengadilan agama. Setelah bus datang, aku naik dan berhenti di halte dekat supermarket besar itu. Untuk sampai di pengadilan agama, aku harus naik angkot. Aku pun mencari angkot yang kearah itu. Beberapa menit kemudian, aku sampai di pengadilan agama. Ku masuk dan menunggu di depan ruang sidang nya. Tak lupa aku mengabari orang rumah kalau aku sudah sampai di sini. Tiba-tiba saja, kepala ku di pukul oleh seseorang.
“Aaa, Siapa sih? Kurang ajar sekali.” Aku terkejut karena yang memukul ku itu mantan mertua ku.
“Apa! Kamu mau apa? Memang pantas kau di begini kan. Dengar ya! Awas kalau nanti kamu mempersulit! Hih.. jijik sekali. Dengar! Jangan pernah kamu mencoba memeras anakku ya! Aku tak segan diam-diam nyakitin kamu dan anakmu itu!”
"Apa sih mau kamu Bu Marni? Apa tidak cukup selama ini kamu selalu mencampuri urusan rumah tangga anak mu hah!" Emosi ku tak terbendung lagi.
"Eh sudah berani melotot kamu ya! Emang dasar kamu wanita j*lang" dia seperti ingin menjambak ku lagi.
Aku dengan tanggap menangkap tangan keriput yang hendak melayangkan nya di pipiku.
"Cukup! Sebenarnya mau mu apa! Sudah cukup! Selama aku jadi menantu mu, aku sudah terlalu banyak diam dan menerima. Aku selalu menghormati mu sebagai orang yang lebih tua dan sebagai ibu suamiku. Tapi hari ini, aku tidak bisa tinggal diam lagi. Aku bisa saja membalas semua yang kamu lakukan tapi aku tidak punya waktu. Bu Marni, ingat ini. Jangan pernah mencoba menyakiti ku atau pun keluargaku lagi. Kalau tidak aku akan membalasnya. Kamu sudah dapatkan anakmu lagi sekarang. Setelah ini aku harap tidak akan pernah bertemu dengan mu lagi." Aku sangat kesal dan mengeluarkan semua uneg-uneg dalam hatiku. Aku merasa tindakan ku saat ini benar. Aku tidak mau terus-terusan di hina oleh orang ini.
"Heeh Sok sekali ya kamu! Memangnya kamu siapa hah berani nya ngancam-ngancam gitu. Sok sekali bicara kaya orang bener aja."
Akhirnya dia mundur dan duduk menunggu di tempat yang agak jauh dariku. Aku menatap nya dengan cuek dan dingin. Aku juga hanya ingin semua ini selesai, aku memang tak mengharapkan apapun pada mas Ridwan. Aku sungguh ingin segera pergi dari sini.
Tiba-tiba saja, aku mendengar suara mas Ridwan yang memanggil ibunya, aku memalingkan wajahku tak ingin melihat wajah ayah dari anakku itu.
Beberapa lama kemudian, namaku dan mas Ridwan pun di panggil. Di dalam sidang itu, aku beri beberapa pertanyaan. Namun aku putuskan untuk menjawab seadanya saja untuk mempercepat sidang nya. Akhirnya sidang pun selesai, aku mendengar suara 2 wanita itu yang sepertinya nampak gembira. Namun suara ketuk palu itu sekarang membuatku lebih gembira dan lebih semangat lagi menjalani hidup.
Aku pun keluar setelah mereka bertiga keluar dan aku duduk di tempat awal ku duduk tadi. Tak lupa aku mengabari lagi adikku yang berada di rumah agar bisa memberitahu ibu kalau sidang berjalan dengan lancar.
“Sepertinya masih lama surat itu keluar. Lebih baik aku keluar dulu saja. Pusing sekali di sini.” Gumam ku lalu aku pun keluar dari gedung ini.
Sudut mataku masih melihat, mereka berbisik ketika aku lewat. Namun aku tak peduli lagi dengan semua yang mereka katakan.
“Huh, segar sekali di luar.” Gumamku lalu duduk sebentar di kursi tunggu depan.
Setelah cukup lama, sudut mataku melihat ketiga orang itu berdiri dan mendekati resepsionis. Aku pun berdiri dan berjalan masuk kembali untuk mengambil surat itu. Ketika aku melewati mereka, Mantan mertua ku memukul belakang kepala ku lalu berjalan mendekati anaknya. Aku tak terima dengan pukulan ini. Dengan refleks aku menghampiri mantan mertua ku itu dan memukul kepala nya balik.
"Aaaaw. Sakit." Rintih nya lalu setelah itu dia melirik ku dengan tatapan kebencian.
"Yeni! Apa-apaan kau ini!" Mas Ridwan melototi ku dengan amarah.
"Heh Perempuan Jal*ng! Sinting kamu ya!" Perempuan itu juga mendorong pundakku dengan amarah.
"Dia itu memang sangat sinting sekali. Dia itu perempuan pembawa sial." teriak mantan mertua ku lagi.
Mas Ridwan yang tak terima mendekati ku dan meremas tanganku.
"Lepas! Aku tidak salah! Aku hanya membela diri dengan membalasnya. Lepas!"
"Kamu kurang ajar sekali yen! Berani sekali kamu dengan mertua mu hah!" Ucapnya dengan melototi ku.
"Mertua? Dia bukan mertua ku! Dia setan! Lepas mas atau tidak aku akan"
"Akan apa? Kamu harus minta maaf sama mama"
"Mama? Dia itu ibu kamu mas bukan ibuku." Setelah bicara itu aku menendang burung mas Ridwan dengan keras.
"Aaaa..."
Semua orang panik, namun aku cukup puas akan hal ini. Security yang melihat keributan ini pun melerai kami. Mas Ridwan, dan kedua orang itu pun di bawa oleh security ke luar gedung.
"Hebat mbak. Tetap semangat ya mbak." Ucap ibu-ibu yang menyaksikan keributan tadi.
Aku tersenyum dan menundukkan kepalaku karena agak malu lalu di saat yang sama, surat cerai ku di berikan oleh resepsionis kepada ku.
"Ini ya mba Yeni. Pulang lah mba, jangan sampai bertemu mereka lagi ya."
"Terimakasih mas."
“Akhirnya.” Gumam ku lalu melipat surat itu dan memasukkan nya kedalam tas ku. Aku pun berjalan keluar dari gedung. “Saat nya aku belanja bahan kue untuk besok.” Ucapku lalu aku pun berjalan keluar dari sini. Sampai di depan gerbang, aku lihat sebuah angkot sedang berhenti menunggu penumpang.
“Pak, ke supermarket tidak?” tanya ku lebih dulu.
“Iya mbak, masuk saja.” Jawab pak supir itu.
Aku pun masuk kedalam angkot, di dalamnya sudah hampir penuh penumpang nya. Aku pun duduk di sebelah kanan dan paling ujung dalam dekat jendela. Sembari itu, aku tak lupa mengabari adiku serta bertanya pada adikku salma mengenai box yang masih di cetak oleh temannya itu.
Tiba-tiba saja, aku mendengar suara mantan mertua ku, “Pak, antarkan saya ke depan ranungan bisa kan?”
“Yah itu bukan jalur saya bu. Kalau ke sana jalan dulu sampai pertigaan sana coba, habis itu tanya sama angkot yang lagi ngetem lain.” Jawab pak supir itu lagi.
“Iih saya bayar 3x lipat dah. Ini, antar saya.”
“Engga bisa bu. Maaf, kasihan penumpang lain.Coba sana ke sana dulu saja.”
“Dih, sombong sekali di beri uang banyak gini sok sekali engga mau. Pelit sekali.” celoteh mantan mertua ku itu.
“Yee.. 30 ribu? Duit segitu aja belagu."
“Heh! Supir angkot engga tau diri! 30 ribu itu kan 10 kali lipat. Bersyukur dong. gimana sih! Sudah lah! Angkot jelek aja sok banget. Ciuhh. Aduh kepalaku sakit sekali." aku mendengar mantan mertua ku itu ribut dengan supir angkot.
“Hee. Dasar nenek peot. Sudah tua bukan nya fokus ibadah malah masih ngurusin cerai-cerai. Hih amit-amit punya mertua begitu.”
Mantan mertua ku itu sempat-sempatnya melempar batu ke kaca depan angkot lalu dia pun pergi sambil menggerutu.
“Eh. Nenek peot! Heh kegores ini! Awas ya kalau sampai ketemu lagi.” Teriak supir angkot lagi.
“Yang sabar pak,entah kenapa manusia emang ada aja tingkahnya.” Ucap Ibu-ibu yang ada di samping ku.
“Seumur-umur baru nemu itu nenek-nenek model begituan.”
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku melihat itu semua. Setelah semua bangku tengah penuh, akhirnya angkot pun melaju.
Sesampainya di supermarket, aku langsung masuk dan berbelanja sedikit lebih banyak dari biasanya. Sekalian juga, aku berbelanja kebutuhan dapur rumah serta kebutuhan Reza yang sudah habis.
Pada pukul 2 siang, aku menunggu bus dan ketika busa datang aku langsung masuk kedalamnya.
Pada pukul 2 lebih 30 menit, aku sampai di gapura masuk desa ku. Di samping gapura, aku melihat adikku yang sedang berdiri menunggu ku. Sebelumnya aku telah meminta Salma agar bisa membantuku membawa barang-barang ini.
“Mba..” Ku lihat Salma melambaikan tangannya padaku, dia pun mendekatiku.
“Sudah lama?” tanyaku dan tersenyum saat dia bersalaman dengan ku.
“Engga mba, baru tunggu 5 menitan.” Dia hanya cengengesan.
Kami pun bersama membawa semua barang yang ku beli ke rumah. Sampai di depan rumah, aku melihat Ibu sedang menggendong Reza. Karena ku baru pulang pergi jauh, jadi aku hanya bisa menyapa nya tanpa mengendong ataupun mencium nya.
“Reza.. nanti ya, mama harus mandi dulu baru bisa gendong kamu.”
“Iya, engga papa. Reza mau main sama nenek dulu.” Ucap mama menggerakkan tangan mungil Reza sedikit.
Aku masuk dan meletakan barang itu di depan tv lalu setelah itu aku ke kamar untuk mengambil baju ku di lemari. Lepas itu, aku langsung bersih-bersih lebih dulu.
Setelah bersih-bersih, aku menyiapkan bahan kue sambil bermain dengan Reza yang di baringkan di depan televisi juga.
“Mba, masih bisa buatkan kue box engga mba? Teman ku ada yang mau pesan lagi nih.” Ucap Salma mendekatiku dan ikut duduk depanku.
“Bisa dong, kan baru di buat hari jumat besok kan? memang nya tambah berapa lagi?”
“Tambah sekitar 5 lagi mba.”
“Wah, alhamdulillah. Em, oh ya box nya sudah di antar kan?”
“Iya mba. Bentar Salma ambil.” Dia berdiri dan mengambil lagi box yang sudah tercetak itu.
“Wah, jadi seperti kue di toko-toko itu.” Ucapku mengambil satu contoh box itu.
“Iya mba, bagus kan? Keren nih. Di belakang nya juga sudah Salma suruh Ilham tambahin macam-macam kue nya apa aja. Ada juga nomer Mba di situ atau nomer Salma di situ. Keren kan mba.”
“Iya, keren sekali. oh ya, ini habis berapa? Sudah di bayar belum? Sebentar mba ambil uang dulu atau transfer saja ya?”
“Mba, sudah di bayar mba. Semuanya habis 300 ribu. Tadi Ilham kesini, sudah Salma bayar lunas kok.”
“Ya sudah mba ganti saja ya uang kamu nanti.”
“Engga usah mba.”
“Huuss, sudah lah. Jangan pakai uang yang sudah mba kasih kemarin. Pakai uang mba saja.”
“Ya sudah mba,”
Aku pun lanjut membuat kue-kue pesanan Bu Angel dulu. Di samping buat itu semua, aku juga sibuk membuat kue untuk berjualan di depan rumah.
Ibu, Salma bahkan bapak juga ikut membantu ku semalaman. Bapak sampai rela tidak berjualan sayur karena aku juga tidak membuat kue untuk di jual di pasar.
Bersambung..
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜