Ketika mimpi berubah menjadi petunjuk samar, Sophia mulai merasakan keanehan yang mengintai dalam kehidupannya. Dengan rahasia kelam yang perlahan terkuak, ia terjerat dalam pusaran kejadian-kejadian mengerikan.
Namun, di balik setiap kejaran dan bayang-bayang gelap, tersimpan rahasia yang lebih dalam dari sekadar mimpi buruk—sebuah misteri yang akan mengubah hidupnya selamanya. Bisakah ia mengungkap arti dari semua ini? Atau, akankah ia menjadi bagian dari kegelapan yang mengejarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veluna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
petunjuk yang hilang
Sejak mimpi terakhir itu, aku merasa ada yang berubah. Malam-malamku jadi lebih sepi dan dingin. Setiap kali aku terpejam, bayangan rumah sakit tua muncul di pikiranku, seperti memanggilku untuk ke sana. Aku terbangun beberapa kali dalam semalam, dengan perasaan gelisah yang tak kunjung hilang. Bahkan suara angin yang berdesir di luar jendela terdengar seperti bisikan samar yang berusaha menyampaikan pesan, tapi aku tak bisa memahami apa yang dikatakannya.
Di rumah, situasi makin tidak nyaman. Bob, kakakku, mulai jarang pulang. Saat ia pulang pun, suasana rumah selalu diisi dengan teriakan dan amarah yang meledak-ledak. Ibu, seperti biasa, selalu sibuk di ruang kerjanya, tenggelam dalam pekerjaan yang sepertinya tak pernah selesai. Aku sering melihatnya duduk lama dengan tatapan kosong, seolah tubuhnya berada di sini tapi pikirannya melayang jauh entah ke mana. Mira, adikku, memilih mengurung diri di kamarnya sepanjang hari. Dia tak pernah berbicara banyak sejak beberapa tahun terakhir. Rumah ini seakan dipenuhi bayangan kelam yang membuatku semakin merasa sendirian, meski aku dikelilingi oleh keluargaku.
Suatu hari sepulang sekolah, aku memutuskan untuk mengambil jalan pintas yang jarang kulalui. Jalanan itu sunyi dan terkesan menyeramkan, dengan pepohonan tinggi yang menutupi sebagian besar jalan setapak. Aku tak tahu kenapa kakiku membawaku ke sini, tapi ada dorongan kuat yang membuatku terus melangkah. Di ujung jalan, aku melihat seorang nenek tua duduk di tepi jalan. Pakaiannya lusuh, wajahnya penuh keriput, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa familiar, seolah aku pernah melihatnya di suatu tempat, mungkin dalam mimpi.
"Nak, kamu bisa lihat aku?" tanya nenek itu dengan suara serak yang bergetar. Aku terdiam, merasa bingung. Sejenak aku berpikir, mungkin nenek ini adalah salah satu dari orang-orang tua yang sering duduk di tepi jalan.
Tapi, kenapa aku merasa pernah bertemu dengannya? dan juga kenapa dia bertanya bisa melihatnya atau tidak, atau jangan jangan dia bukan manusia, pikirku bergidik ngeri
"Iya bisa nek. nenek kok nanya gitu?" jawabku ragu.
Dia tersenyum aneh, senyum yang menampakkan deretan gigi yang sudah menghitam dan jarang-jarang. Matanya tajam menatapku, seolah sedang meneliti sesuatu di dalam diriku. "Berhati-hatilah dengan mereka," katanya singkat. Jantungku berdegup kencang mendengar kata-kata itu. Siapa yang dimaksud nenek ini dengan "mereka"?
Saat aku masih terdiam dalam kebingungan, nenek tua itu menghilang begitu saja, seolah ditelan bayangan. Aku mengerjap pelan, mencoba mencari sosoknya di sekitar, tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya aku yang berdiri sendirian di jalanan sepi itu.
Apa yang dimaksud sama nenek itu ? Tiba tiba ngasih peringatan yang ga jelas dasarnya pikirku.
Dengan perasaan resah yang tak terjelaskan, aku melanjutkan perjalanan pulang.
Setibanya di rumah, seperti biasa, suasana terasa sunyi. Aku menghela napas panjang, tersenyum miris sambil membayangkan betapa bahagianya jika memiliki keluarga yang harmonis walaupun aku dan ibu lumayan sering mengobrol, namun aku masih merasa keluargaku kurang harmonis. Aku berjalan gontai menuju kamarku dan langsung disambut oleh si Hitam, kucing kesayanganku. Si Hitam mengeong pelan dan melingkarkan tubuhnya di kakiku, seolah berusaha menghiburku. Aku bermain sebentar dengannya, mencoba menenangkan pikiranku yang kacau.
Malam hari...
"nanti jadi nggak?" tanya Ari saat kami melakukan video call. "Jadi, lah. udah lama kita nggk jalan jalan bareng, masa udah ada kesempatan malah ga jadi," jawabku sambil tersenyum kecil, meski hatiku masih terasa berat.
"Oke, bentar lagi gue otw jemput ya," katanya. Aku hanya mengangguk lalu menutup video call kami. Malam ini, aku dan Ari memang berencana untuk jalan-jalan keliling kota berdua. Kami sudah lama merencanakan mau jalan jalan dan malam ini baru ada kesempatan, dan sekalian aku butuh waktu untuk keluar dari rutinitas yang membuatku stres.
Setelah siap-siap, aku menunggu Ari di depan rumah. Angin malam berhembus pelan, membawa serta aroma tanah basah yang menenangkan. Tak lama kemudian, Ari tiba dengan motor Scoopy nya. Kami mulai mengelilingi kota, menikmati udara malam sambil berbincang ringan. Kami berbicara tentang hal-hal sepele, tentang sekolah, tentang film, dan tentang rencana liburan yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Namun tiba-tiba, Ari menerima telepon dari ibunya. Ada hal penting yang harus segera ia urus.
"gue anterin lo pulang aja, ya," kata Ari dengan nada menyesal.
Aku menggeleng. "Nggak usah. Antar gue ke perpustakaan aja. gue pengen cari buku dulu."
Ari tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk. "Oke, kalau ada apa-apa, langsung hubungi gue, ya."
"Tenang aja. Lo hati-hati di jalan," balasku, mencoba meyakinkannya.
Akhirnya, Ari mengantarkanku ke perpustakaan terbesar di kota. Perpustakaan ini memiliki tiga lantai dan sering sepi pada malam hari, terutama lantai tiga yang jarang dikunjungi. Aku masuk dan langsung menuju lantai paling atas. Entahlah tiba tiba aku ingin datang ke lantai ini, karena sebelumnya aku hanya dilantai 1 dan kalaupun naik itu hanya sebatas lantai 2.
Aku mulai menjelajahi rak-rak buku di lantai tiga, tempat yang paling sunyi. Tumpukan buku tua dengan sampul yang kusam berderet rapi. Aku merasakan suasana aneh di sini, seolah setiap buku menyimpan cerita kelam yang tak terucapkan. Saat mataku menyusuri deretan buku, tiba-tiba perhatianku tertuju pada sebuah buku yang berbeda. Sampulnya hitam pekat tanpa judul, hanya ada simbol aneh yang terukir di tengahnya—lingkaran dengan garis melingkar ke dalam, membuatnya terlihat misterius. Aku tidak tahu kenapa, tapi jari-jariku bergerak mengambilnya.
Ada dorongan kuat untuk mengambil buku itu. Dengan tangan gemetar, aku mengulurkannya dari rak. Buku itu terasa lebih berat dari yang seharusnya. Ketika kubuka halaman pertamanya, aku terkejut melihat isinya kosong. Aku membolak-balik halamannya, tapi semuanya hanya putih polos, tanpa tulisan atau gambar sedikit pun.
"Apa maksudnya ini?" gumamku bingung. Aku merasa ada sesuatu yang aneh, seolah buku ini sedang menatap balik ke dalam diriku.
Saat aku membuka halaman terakhir, aku merasakan sensasi dingin menjalar di jari-jariku, seperti ada sesuatu yang tak terlihat sedang memegangku. Aku memandang sekeliling, dan saat itu aku melihat sosok nenek tua berdiri di ujung lorong rak buku, tersenyum tipis dengan tatapan penuh rahasia. Aku tersentak, tapi sebelum aku sempat berkata apa-apa, sosok itu memudar perlahan, menghilang di antara bayangan rak buku.
Jantungku berdetak kencang. Aku menutup buku itu dan mengembalikannya ke rak dengan cepat, merasa seolah buku itu memiliki beban yang lebih dari sekadar halaman kosong. Tanpa berpikir panjang, aku mengeluarkan ponsel dan menghubungi Ari.
"Ari, gue butuh lo balik sekarang. Ada sesuatu yang aneh di sini," kataku dengan nada cemas.
"Oke, tunggu gue di situ. Gue segera balik," jawab Ari, suaranya terdengar khawatir. Aku bisa merasakan ketakutan mulai merayap di dalam diriku.
Aku melangkah mundur dan bergegas meninggalkan lantai tiga perpustakaan. Saat menuruni tangga, aku merasa ada yang mengikutiku, tapi setiap kali menoleh, tak ada siapa pun di sana. Suara langkah kakiku terdengar menggema di dalam gedung yang sepi, membuat suasana semakin mencekam dan sangking buru buru nya aku sampai menabrak seseorang namun karena aku masih takut aku langsung meninggalkan orang itu tanpa berkata sepatah katapun. Sesampainya di lantai bawah, aku duduk di bangku dekat pintu keluar, mencoba menenangkan diriku sambil menunggu Ari.
Dalam hatiku, aku tahu buku itu bukan sekadar buku tua biasa. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik halaman-halaman kosongnya, sesuatu yang ingin menunjukkan padaku rahasia yang selama ini terkubur dalam kegelapan. Malam itu, aku meninggalkan perpustakaan dengan perasaan yang bercampur aduk. Aku tahu ini baru awal dari misteri yang lebih besar, dan jujur aku sedikit menyesal karena gara gara naik ke lantai 3 itu aku tidak jadi membeli buku yang kuinginkan.
mampir juga dikerya ku ya jika berkenan/Smile//Pray/