Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Sangat Memerhatikan
Pak Hadi tersenyum samar, lalu menatap John dengan mata yang penuh keseriusan. "Tuan John, perusahaan ini memang menjanjikan, tapi bukan hanya itu yang membuat saya menyarankan kalian berinvestasi di sana. Saya sudah menyelidiki setiap detail, dan menemukan bahwa meskipun perusahaan ini hanyalah cabang, pemilik perusahaan induknya adalah seorang pebisnis handal di negeri ini. Pria itu terkenal dengan pengaruhnya yang sangat besar dan reputasi yang tak tersentuh."
Kalimat terakhir Pak Hadi seketika memicu rasa penasaran di benak John. Ia menatap Pak Hadi dengan tajam, mencari tahu maksud dari informasi yang baru saja diungkapkan. "Siapa sebenarnya pemilik perusahaan induk itu, Pak Hadi?" tanyanya, mencoba menekan rasa penasaran yang membuncah.
Pak Hadi, dengan wajah datarnya yang selalu menyimpan sejuta misteri, menatap John tanpa ekspresi. Namun, di balik ketenangan itu, terlihat kilatan antusiasme di matanya yang jarang muncul. "Rayyan Nugroho. Dia adalah pebisnis nomor satu di negeri ini. Sosok yang sangat disegani dan berpengaruh, baik di dalam maupun di luar negeri. Informasi yang saya peroleh mengatakan bahwa Rayyan Nugroho memiliki sahabat dekat seorang mafia di luar negeri yang ditakuti banyak pihak. Mafia ini terkenal tidak akan tinggal diam jika ada yang berani mengusik Rayyan."
John mengangkat alisnya, setengah tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Jadi, Pak Hadi menyarankan saya dan Ello untuk berinvestasi di perusahaan yang pemiliknya punya hubungan dengan mafia? Bapak menyarankan kami mencabut investasi dari perusahaan Brata karena takut terseret ke dalam dunia hitam, tapi sekarang justru menyarankan berinvestasi di perusahaan dengan latar belakang yang jauh lebih menakutkan. Bukankah itu terlalu berisiko?" tanya John, keraguan dan keheranan tampak jelas di wajahnya.
Pak Hadi tetap tenang, senyumnya tipis dan penuh arti. "Rayyan Nugroho bukan pebisnis sembarangan. Meski memiliki pengaruh yang besar dan kekuasaan luas, dia dikenal sebagai seseorang yang selalu berjalan di jalur kebenaran. Dia tidak pernah mencari masalah dengan orang lain, hanya menegakkan keadilan dengan caranya sendiri. Bahkan mafia yang mendukungnya adalah sosok yang tak biasa. Mereka tidak menindas, melainkan melindungi orang baik dan menghabisi para pebisnis kotor serta koruptor."
John tertawa pendek, gelengan kepalanya tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. "Jadi, Bapak bilang ada mafia yang menegakkan keadilan? Apa ini cerita tentang vigilante seperti di film-film superhero?"
Pak Hadi tak mengubah ekspresinya, hanya mengangkat bahu dengan kesan misterius. "Terkadang, kebenaran jauh lebih rumit daripada fiksi, Tuan John. Dan kali ini, kita punya sekutu yang tidak hanya kuat, tetapi juga berpihak pada yang benar."
John terdiam sejenak, mencoba mencerna maksud dari penjelasan Pak Hadi. "Maksud Bapak, ini semacam langkah perlindungan?"
Pak Hadi mengangguk. "Benar. Jika Tuan John dan Ello menanamkan saham di perusahaan ini, itu akan membuat Brata berpikir seribu kali untuk mengusik kalian. Nama Rayyan Nugroho cukup untuk membuat musuh-musuhnya mundur. Aliansi ini bisa menjadi tameng perlindungan bagi Tuan John dan Ello. "
John menghela napas panjang menatap Pak Hadi. Meskipun baru beberapa tahun mengenal pria itu, John tahu betul sifatnya. Pak Hadi adalah orang yang benar-benar setia, penuh kehati-hatian, dan bertindak dengan perhitungan matang. Saran Pak Hadi tentang perusahaan tempat berinvestasi, terutama setelah mendengar latar belakang pemiliknya, sempat membuat John terkejut.
Namun, di balik itu semua, ia tahu satu hal: ia sangat mempercayai Pak Hadi. Pengalaman pahit pernah dikhianati oleh orang-orang di sekelilingnya, termasuk mereka yang paling dekat dengannya, telah membuat John sulit membuka diri dan menaruh kepercayaan. Namun, dengan intuisi tajamnya yang terasah oleh pengalaman, ia bisa merasakan siapa yang layak dipercaya dan siapa yang tidak. Pak Hadi, dalam segala kerahasiaannya, adalah sosok yang dapat diandalkan.
Melihat John yang terdiam, Pak Hadi membuka suara dengan nada tenang namun tegas. "Semua keputusan ada pada Anda, Tuan John. Saya hanya menjalankan tugas yang dipercayakan Tuan Zion kepada saya, dan saya berusaha melakukannya sebaik mungkin."
John tersentak dari lamunannya, menyadari betapa dalam kepercayaannya kepada Pak Hadi. Ia mengangguk sambil tersenyum tipis. "Saya mengerti, Pak Hadi. Maafkan jika tadi terlihat seperti saya meragukan Anda. Sebenarnya, saya hanya terkejut dengan semua ini, bukan karena ketidakpercayaan."
Pak Hadi mengangguk sekali, raut wajahnya tetap datar namun matanya memancarkan pengertian. "Itu wajar, Tuan. Keputusan ini memang tidak mudah, tapi saya yakin Anda akan membuat pilihan yang tepat."
***
Ello berdiri di balkon kamarnya, ditemani angin malam yang berembus lembut. Bintang-bintang berserakan di langit, namun pikirannya terus terjebak pada pertanyaan Diandra tadi siang tentang Diana. Pertanyaan sederhana itu menghantam perasaannya, mengingatkannya pada luka yang belum sembuh. Ia menghela napas panjang, merasa perlu melakukan sesuatu agar Diandra tidak semakin penasaran.
Dengan langkah mantap, Ello meninggalkan kamarnya dan menuju ruangan kerja Zion. Ia mengetuk pintu kayu yang besar dan menunggu hingga suara Zion mempersilakannya masuk. Zion tengah duduk di belakang meja, sibuk dengan dokumen, namun segera menoleh begitu melihat adik iparnya masuk.
"Ello, ada apa?" tanya Zion sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, mengamati ekspresi serius di wajah adik iparnya.
Ello menatap Zion sejenak sebelum bicara. "Aku butuh bantuanmu, Kak. Aku ingin semua orang di rumah ini berhenti membicarakan Diana, terutama di depan Diandra."
Kening Zion berkerut sejenak, lalu ia mengangguk memahami maksud Ello. "Kau ingin melindungi perasaan Diandra."
"Ya," jawab Ello. "Aku tidak ingin dia merasa seperti bayang-bayang Diana. Dia layak tahu bahwa keberadaannya di sini penting, bukan sekadar pengganti."
Tanpa ragu, Zion menekan tombol di telepon meja dan memanggil Bu Mira. Tak butuh waktu lama, Bu Mira muncul di ambang pintu, wajahnya penuh perhatian. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan Zion?"
Zion menatapnya dengan serius. "Bu Mira, saya ingin Ibu memastikan satu hal. Mulai sekarang, tidak ada yang membicarakan tentang Diana, apalagi di depan Diandra. Ini perintah."
Bu Mira mengangguk tegas, tatapannya mencerminkan dedikasi. "Baik, Tuan. Saya akan pastikan semua pelayan mematuhinya."
Ello merasakan beban yang lama bersarang di dadanya mulai terangkat. Ia menghela napas lega, lalu menatap Zion dan mengangguk penuh terima kasih. Zion hanya menjawab dengan senyum tipis, tahu bahwa ini adalah langkah kecil untuk melindungi mereka semua dari bayang-bayang masa lalu.
Namun sesaat kemudian Ello menatap Zion dengan raut cemas. "Ada satu hal lagi yang membuatku khawatir," katanya pelan. "Ziel mungkin akan mengatakan sesuatu tentang Diana. Dia masih kecil, Kak, dan tidak akan memahami konsekuensi ucapannya."
Zion mengangguk, memikirkan ucapan Ello sejenak. Ia mengangkat telepon di mejanya dan menekan nomor cepat. "Sayang, bisakah kau ke ruang kerja bersama Ziel? Aku butuh bicara," ujarnya singkat namun tegas.
Tak lama kemudian, Elin masuk ke ruangan dengan Ziel yang memegang robot kesayangannya. Ziel menguap kecil, menandakan bahwa ia sebenarnya sudah hampir tidur. "Ada apa, Pa?" tanyanya polos, matanya mengerjap ke arah Ello dan Elin.
Zion menghampiri putranya, berjongkok di depannya dan mengusap kepalanya dengan lembut, lalu menggeser pandangannya ke arah Elin dan Ello. "Ziel, Papa ingin bicara sesuatu yang penting. Tentang Tante Diana. Kita tidak boleh membahas tentang dia di depan Tante Diandra, paham?"
Ziel mengerutkan alisnya, terlihat bingung. "Tapi kenapa, Pa? Tante Diana 'kan tunangan Om Ello dan juga baik sama aku."
Elin berlutut di samping Ziel, memegang kedua bahunya dengan lembut. "Ziel, terkadang ada hal-hal yang harus kita simpan sendiri, untuk kebaikan orang lain. Tante Diandra adalah teman kita yang baru, dan kita tidak ingin membuatnya sedih atau bingung."
Ziel menggigit bibir bawahnya, merenung sejenak sebelum mengangguk pelan. "Baiklah, Ma. Ziel janji tidak akan membicarakan Tante Diana di depan Tante Diandra."
Mendengar kesepakatan itu, Ello merasa dadanya sedikit lebih lega. Ia menghela napas panjang dan tersenyum tipis mengusap lembut kepala Ziel. "Terima kasih, Ziel. Kamu anak yang pintar."
Setelah Elin membawa Ziel keluar dari ruangan, Zion menatap Ello dengan sorot mata penuh tanya. "Kau sangat memerhatikan dia. Apa kau... jatuh cinta padanya?" tanyanya hati-hati.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued