Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Terbongkar
Merasa dirinya diperhatikan, Triani pun segera mengubah mimik mukanya. Ia memasang senyum terbaik, berharap dengan begitu Samudera dapat kembali mempertimbangkan dirinya.
"Oh ya Ana, Tante tadi bawa anggur hijau lho, Ana mau?" tawar Triani dengan tersenyum lebar. Ariana menggeleng membuat Triani mengeluh dalam hati sebab merasa Ariana kini makin sulit untuk didekati.
"Kak Sam mau kemana?" tanya Triani saat melihat Samudera beranjak.
"Aku mau ke ruangan dokter. Tolong temani Ana sebentar," ujar Samudera yang langsung diangguki Triani.
Setelah Samudera keluar, Triani kembali mencoba membujuk Ariana dengan berbagai cara.
"Ana kok gitu sama Tante sih? Apa Ana marah sama Tante? Apa Tante ada salah sama Ana? Atau jangan-jangan Bunda Ana sudah bilang yang nggak-nggak sama Ana? Iya?"
"Bunda nggak pernah ngomong apa-apa kok. Bunda cuma bilang bunda akan selalu sayang Ana, nggak kayak yang tante bilang kalau bunda cuma pura-pura sayang. Bunda juga bilang nggak akan rebut ayah dari Ana karena bunda sayang Ana. Bunda juga bukan ibu tiri yang jahat seperti yang Tante bilang," jawab Aja lemah.
"Kata siapa? Bunda kamu itu bohong. Dia cuma takut ketahuan kalau dia jahat. Jangan mau percaya sama bunda. Bunda itu ibu tiri yang jahat. Cuma bunda takut ketahuan ayah kalau bunda jahat jadi bunda kamu itu pura-pura baik biar disayang ayah. Ana seharusnya sadar, cuma tante yang tulus sayang sama Ana. Apalagi Tante itu saudara kembar ibu Ana. Wajah Tante juga sangat mirip dengan ibu. Ibu pasti senang kalau tante jadi ibu Ana." Triani terus berusaha mempengaruhi Ariana agar membenci Tatiana.
"Bunda nggak kayak gitu. Tante bohong. Tante lah yang jahat. Bunda aja nggak pernah bilang Tante jahat, tapi tante malah bilang bunda jahat. Tante lah yang jahat. Ana nggak mau punya bunda kayak tante. Ana cuma mau bunda. Cuma bunda ibu Ana, bukan Tante," ucap Ariana sambil terisak-isak.
Melihat Ariana menangis, Triani berdecak. Triani lantas berusaha menenangkan Ariana. Ia khawatir tiba-tiba Samudera kembali dan mendapati Ariana menangis. Bisa gagal misinya mendekati Samudera.
"Duh, duh, duh, kok nangis sih? Ana jangan nangis ya! Sayang, ayo dong! Ana kan masuk sakit, jangan nangis dong!" Bujuk Triani, tapi Ariana masih terus menangis.
Tanpa sepengetahuan Triani, sebenarnya Samudera tidak kemana-mana. Ia masih berdiri di balik pintu. Tangannya mengepal erat melihat kenekatan Triani yang mencoba mempengaruhi putrinya agar membenci Tatiana dan menerima dirinya. Samudera mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa ia sempat menganggap Triani sama seperti Triana. Memang mereka kembar identik, tapi sifat mereka bertolak belakang.
Triana memiliki sifat yang baik, lemah lembut, dan penyayang sama seperti Tatiana. Sementara Triani memiliki sifat manipulatif. Samudera jadi ingat bagaimana sikap Ariana waktu itu seperti menjaga jarak dan cenderung menjauhi Tatiana. Samudera sempat bertanya, tapi Ariana tidak mau berkata jujur. Kini ia tahu penyebabnya, semua karena Triani lah yang mempengaruhinya.
Rahang Samudera mengeras. Untung saja ia mengetahui kebusukan Triani lebih cepat. Meskipun sedikit terlambat sebab Tatiana sudah terlanjur salah paham dan pergi meninggalkannya. Tapi Samudera yakin, bila mereka memang masih berjodoh, mereka pasti akan kembali bertemu. Entah kapan waktu itu terjadi, tapi ia akan terus menanamkan keyakinan itu di dalam hati dan pikirannya.
Samudera merogoh saku celananya. Tiba-tiba ia menyadari ponsel Tatiana ada di dalam saku celananya. Seketika Samudera berpikir, mungkinkah Triani memiliki hubungan dengan peneror tersebut?
Samudera pun berdiri di balik sebuah pilar yang cukup besar. Ia lantas mencoba menghubungi nomor yang pernah meneror Tatiana. Beruntung nomor tersebut dalam keadaan aktif, tidak seperti tadi yang tak bisa dihubungi. Tiba-tiba Samudera mendengar pintu ruangan rawat inap Ariana terbuka, lalu Trani keluar dari dalamnya sambil menempelkan telepon genggamnya di samping telinga.
"Halo bunda Tiana. Apa kabar? Ah, senang senang sekali akhirnya kau menyerah juga. Sudah aku bilang kan, Samudera tidak pernah mencintaimu. Ia hanya menganggap mu sebatas ibu pengganti, tak lebih. Tapi syukurlah kau sudah sadar diri. Sebab hanya aku yang pantas menjadi pendamping seorang Samudera," ujar Triani seraya terkekeh. Sepertinya ia begitu senang mengetahui kepergian Tatiana dari kehidupan Samudera. Artinya jalannya untuk masuk ke dalam kehidupan Samudera selangkah lebih dekat. Ternyata tak perlu bersusah payah menyingkirkan Tatiana, hanya dengan beberapa foto, provokasi, dan melihat bagaimana ia berpelukan dengan Samudera sudah dapat membuat Tatiana menyingkir dengan sendirinya. Ia pikir akan sulit menyingkirkan Tatiana, tapi ternyata semudah itu. Bahkan tak butuh waktu lama untuk melakukannya. Hanya dalam tempo waktu tak sampai 2 bulan, ia sudah sukses menyingkirkan Tatiana untuk selamanya.
"Puas tertawanya?" ujar Samudera dingin membuat Triani seketika menegang. Triani menoleh ke belakang. Ponselnya reflek terlepas dari genggaman tangannya saat melihat ekspresi Samudera yang tak terbaca. Hanya tatapan dingin dan tajam, tapi mampu membuat darahnya seakan membeku.
"Kak Sam," cicitnya dengan wajah yang sudah pias.
Samudera tersenyum sinis, "aku benar-benar tidak menyangka, hatimu begitu busuk. Hanya karena obsesi dan niat busuk mu, kau sampai tega menyakiti perempuan lain. Aku pikir kau sama seperti Triana, tapi ternyata rupamu saja yang sama, tapi hatimu tidak," desis Samudera membuat tubuh Triani seketika panas dingin.
"Kak ... Kak Sam, Kak Sam kenapa? Kak ... "
"Berhenti bersandiwara, Triani. Aku sudah tahu segalanya." Samudera lantas mengangkat ponsel Tatiana tepat di hadapannya.
Wajah Triani makin pias.
"Cepat pergi dari hadapanku sebelum aku melampiaskan kekesalanku padamu!" desis Samudera dingin.
"Tapi kak, tolong dengar dulu penjelasanku. Aku ... Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku melakukan ini karena aku sudah terlalu mencintaimu. Sebab hanya aku yang pantas menjadi istrimu, bukan dia. Apalagi aku saudara kembar Triana. Dia pasti senang saat mengetahui akulah yang menggantikan posisinya di sisimu." Triani tetap dengan kekeraskepalaannya.
"Itu bukan cinta, Triani, tapi obsesi. Berhenti mengatasnamakan cinta apalagi menyamakan kau dengan Triana sebab kalian sangat jauh berbeda. Segera pergi dari hadapanku sekarang juga dan jangan lagi kau mencoba mempengaruhi putriku dengan pikiran busuk mu itu!"
Setelah mengucapkan itu, Samudera pun gegas masuk ke dalam ruangan rawat inap Ariana. Tak lama kemudian, ia keluar lagi lalu menyerahkan tas Triani dengan kasar. Setelahnya ia kembali masuk dan menutup pintu depan rapat.
Triani menggeram kesal. Padahal misinya hampir saja berhasil, tapi kini tiba-tiba jadi berantakan.
"Sial!"
...***...
"Suster Tatiana?"
Tatiana lantas menoleh, "Anda ... "
"Aska, nama saya Aska. Saya anak Bu Ayu," ujar laki-laki bernama Aska tersebut. Dia adalah putri salah satu pasien di Klinik Anida.
"Ah, iya."
"Suster sedang belanja?"
"Ya. Anda sendiri?"
"Saya ingin membeli buah dan kopi kemasan untuk di apartemen."
"Oh. Silahkan." Tatiana lantas mempersilahkan Aska untuk memilih dan menggeser sedikit tubuhnya.
"Kira-kira jeruk mana ya yang manis?" tanya Aska sambil memperhatikan dua buah jeruk yang ada di tangannya.
"Keduanya manis kok. Kalau ini jeruk Pontianak. Jeruk lokal, kalau yang itu jeruk impor. Tapi keduanya manis kok."
Aska mengangguk-anggukkan kepalanya, "ya, sama seperti yang bilang."
"Apa?"
"Ah, tidak, tidak. Sepertinya yang lokal lebih menarik ya. Hasil kebun warga negara kita sendiri. Aku mau yang lokal saja, seperti slogan kita cintai produk Indonesia."
"Benar. Kalau produk kita sendiri kan insya Allah kualitas terjaga. Tanpa bahan pengawet. Tidak seperti produk impor yang terkadang terpaksa disemprot pengawet agar tidak mudah busuk di perjalanan. Selain itu, bisa membantu perkembangan usaha lokal juga."
"Anda benar, Sus." Aska melirik Tatiana sambil tersenyum tipis.
"Kalau begitu, saya duluan." Tanpa menunggu persetujuan Aska, Tatiana segera membawa trolinya ke meja kasir dan segera melakukan pembayaran. Beruntung meja kasir sedang sepi jadi tak perlu menunggu lama, Tatiana sudah selesai melakukan pembayaran.
"Anda pulang naik apa?" Entah sejak kapan Aska sudah berdiri di samping Tatiana. Tatiana sampai terlonjak kaget.
"Anda ... saya ... pulang naik motor." Tatiana menggestur ke salah satu motor matik yang terparkir di sana.
"Ah, saya pikir ... "
"Ya ... "
"Ah, tidak, tidak. Kalau begitu, hati-hati di jalan, Sus."
Tatiana tersenyum tipis kemudian mengangguk.
"Ya, Anda juga."
Tak ingin lebih banyak berbasa-basi lagi, Tatiana segera menggantung belanjaannya, memakai helm, menyalakan motor, kemudian melajukannya keluar dari area parkir mini market tersebut.
Sepeninggal Tatiana, Aska tersenyum tipis dan segera menyusul masuk ke dalam mobilnya.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
menyiksa diri sendiri.